Menulis Esai di Pelangi Negeriku

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Jumat, 14 Okt 2016 16:53 WIB
Kita boleh-boleh saja hidup dalam tatanan global, asal tetap berada dalam koridor: Hal membatasi yang tak terbatas.
Ilustrasi (brigachtal/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Adik dan Kakak yang aku sayangi di manapun dikau berada. Daku akan membuka dongengan esai ini, bermula terinspirasi membaca Artikel Kak Chaeroni Fitri CNN Indonesia Student (07/10) berjudul “Optimisme untuk Negeri.”

Sebuah gambaran artikel realistis pada optimisme generasi dan pelajar, bahwa masih ada kebebasan di batas moral positif di luasnya edukasi-pembelajaran bermanfaat saling berbagi pada sesama anak negeri.

Daku akan memakai perumpamaan di kalimat positif untuk negeri tercinta ini “Moral Indonesia Menuju Globalisasi” dalam artian luasnya “Tujuan Kebudayaan”. Bukan semata kepariwisataan.

Hakikat esensial, Moral Indonesia Menuju Globalisasi: Hal membatasi yang tak terbatas. Mengapa? Agar keindahan tampak menjadi lebih indah meski dalam viral-video sekalipun.

Agar kalimat Moral Indonesia Menuju Globalisasi, tak terpolusi personal sensual irasional mengemuka di media ranah publik, disadari atau tidak hal itu telah masuk menjadi salah satu sel dari promo negatif negeri tercinta ini.

Mengapa? Ada banyak adik-adik pelajar tak seharusnya melihat hal kurang tepat (negatif) mengemuka di media ranah publik semisal, tersirat contoh perilaku negatif, namun seakan tersurat contoh perilaku positif, tak menjaga tertib kesantunan, indah dan menakjubkan.

Presisi ketepatan ranah edukasi, kultural, eksak dalam lingkup Akal Budi di frame batas personal, untuk umum atau privat, seharusnya tetap pada kontrol rasional, tanpa label sensasi irasional, demi menjaga martabat kebersamaan “Kebangsaan” memeluk “Sumpah Pemuda.”

Moral Indonesia Menuju Globalisasi, tidak membatasi kebebasan berekspresi jika tetap berada dalam koridor: Hal membatasi yang tak terbatas. Berfungsi sebagai kontrol perilaku dalam berbangsa dan bernegara, teramat sayang pada Indonesia terkasih..

Marilah menyimak syair dari pahlawan pendidikan Saridjah Niung Bintang Soedibjo, dikenal dengan nama panggilan Ibu Soed.:

Lirik Lagu Tanah Airku

Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan

Indahnya susastra syair tersebut. Negeri beragam pesona multi kultur, Bineka Tunggal Ika.

Semisal, sekadar illustrasi kultural edukasi. Yuk! Menengok sejarah Nusantara sejenak, sejak awal abad ke-16 hingga awal abad ke-19, ketika bangsa Eropa ke wilayah Nusantara hingga awal Indonesia merdeka.

Para pendatang itu di muka publik, baik masyarakat menengah awam maupun di pemerintahan, tetap berpakaian santun, mempengaruhi gaya hidup, fesyen Raja-raja pada masa itu. Masih bisa dilihat antara lain pada tata cara berpakaian Kesultanan Mataraman di Yogya, Kesultanan Deli, hingga susastra tutur, Malin Kundang, diduga merantau hingga ke daratan Eropa.

Bangsa pendatang itu awalnya sebagai Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau V.O.C). Pada masa perkembangan tujuannya berubah rupa menjadi perwakilan Negara Hindia Belanda, menjajah negeri tercinta ini. Sedih ya.

Pengaruh fesyen bangsa pendatang itu antara lain, mengenakan rok panjang berenda-renda dan topi fantasi bagi wanitanya. Lelakinya memakai jas warna pastel berdasi kupu-kupu atau berdasi panjang. Contoh lebih modern lagi bisa dilihat pada film “Tiga Dara” Sutradara Usmar Ismail produksi Perfini. Sangat terasa akulturasi budaya di dalamnya.

Pada masa itu pengruh Barat-Eropa sangat kental, khususnya masyarakat kelas menengah. Mereka amat menjaga kesantunan dalam hal gaya hidup, fesyen maupun busana keseharian. Bahkan peduli pada etiket di meja makan, juga dalam hal etiket undangan minum teh.

Tiga Dara film anak bangsa dengan fasilitas terbatas pada masanya, di tengah berkembangnya akulturasi budaya hingga mempengaruhi gaya rambut pribumi dan indo-bangsawan. Berpengaruh pula pada kesenian tonil Dardanela hingga kelompok itu berkelana ke Eropa dan Amerika. Tetap memperkenalkan langgam khasanah tradisi Indonesia dalam setiap pentasnya.

Kini tepatnya, ada penggayaan akibat perkembangan akulturasi budaya lebih modern, baik fesyen maupun seni unggul disegala lini sektor, film, drama, musik dan lainnya. Sejauh hal itu di ranah estetis kesadaran Moral Indonesia Menuju Globalisasi. Rasanya oke banget.

Artinya ayo! Bersama berkewajiban memiliki kesadaran sensor personal, mengacu pada mazhab kesantunan milik Indonesia. Semisal lagi, ada Seni Busana Kebaya, Seni Busana Burkini, Seni Busana Hijab, telah populer mendunia sampai ke New York Fashion Week by the Indonesian designer Anniesa Hasibuan.

Juga Seni Tari Tradisi Klasik, dan Modern. Seni Musik Keroncong, Modern Musik, hingga “Rischa Indira yang Cinta Indonesia” pada dua artikel Kak Fitri Chaeroni (05/10 dan 06/10) di CNN Indonesia Student ini. Bangga banget deh jadi Indonesia.

Kak Rischa Indira Sabrina siswi kelas 12, SMAN 8 Jakarta. Kini tengah menjalani program pertukaran pelajar di Rusia. Tepatnya di Private School of Saint Olga, berada di kota Kostroma. Dengan jarak tempuh 4 hingga 5 jam perjalanan menuju Moskow-Rusia.

Kak Rischa? Dia amat mencintai Indonesia. Apa sih yang dibawa Kak Rischa ke Rusia? Kultural edukasi-Pertukaran Pelajar. Ngapain sih Kak Fitri Nulis artikel tentang Kak Rischa? Karena sama perasaan cintanya pada Indonesia terkasih seperti Kak Rischa. Seperti kita juga kan?

Apa sih ‘Goal’ yang akan di capai Kak Fitri dan Kak Rischa? Menjaga Moral Indonesia Menuju Globalisasi untuk dunia, agar tetap bening dan transparan, di antara sekian banyak pelajar Indonesia tengah mengejar cita-cita berprestasi di negeri tercinta ini. Salam Indonesia Unit. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER