Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia dengan segala kekayaannya, terbentang dari Sabang sampai Marauke, suku yang beragam, segala seni, tari, musik, upacara adat dan budaya lainnya yang beragam menjadi warna dan identitas bagi setiap daerah-daerah Indonesia.
Sesuai dengan sumpah pemuda yang telah dikumandangkan pada 27-28 Oktober 1928 saat Kongres Pemuda yang diadakan di Jakarta, bahasa Indonesia menjadi poin penting bagi identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Poin ketiga Sumpah pemuda ini, tertulis "Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia." Hingga saat ini bahasa Indonesia menjadi identitas bagi bangsa kita.
Penetapan bulan Oktober menjadi Bulan Bahasa merupakan suatu isyarat bahwa betapa besarnya perhatian pemerintah terhadap bahasa Indonesia agar kita sebagai warga negara benar-benar menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. (Sambutan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga: 1990). Diselenggarakannya Bulan Bahasa dan Sastra bertujuan meningkatkan intensitas pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa erat hubungannya dengan keberadaan sastra Indonesia. Bagaimana tidak, sastra yang berkembang di Indonesia menjadi salah satu tumpuan bagi bahasa Indonesia untuk mampu berdiri tegak dan menyatu dalam diri masyarakat Indonesia. Melalui karya sastra baik cerpen, puisi, drama, teater dan kegiatan adat yang sesungguhnya mempraktekkan kegiatan sastra.
Contoh kegiatan adat yang mempraktikkan sastra ialah upacara adat pernikahan Betawi, mereka akan melangsungkan pesta adat dimulai dengan berbalas-balasan pantun. Di mana pantun merupakan bagian dari sastra Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa yang digunakan sebagai alat komunikasi selalu mengalami perkembangan. Berawal dari sastrawan angkatan pujangga lama, angkatan sastra melayu lama, angkatan balai pustaka, angkatan pujangga baru, angkatan ’45, angkatan 59-an, angkatan 66-70-an, dasawarsa 80-an dan angkatan reformasi.
Perkembangan sastra Indonesia yang sangat terpengaruh bagi keberadaan sastra adalah angkatan sastra melayu lama. Saat itu bermunculan syair, hikayat, dan terjemahan novel barat. Setiap kemunculan angkatan sastra sebenarnya menunjukkan ciri khas mereka dan mengalami sebuah perubahan-perubahan serta selalu menghasilkan sebuah karya sastra. Akan tetapi, angkatan yang paling berpengaruh bagi sastra Indonesia adalah angkatan sastra melayu.
Sastra Melayu hadir sebagai ikon Indonesia memalui budaya daerah yang dimiliki Indonesia. Kemudian sastra mengalami perkembangan menjadi sastra Indonesia, setiap karya yang dihasilkan menggunkan bahasa Indonesia. Dengan demikian, keberadaan satrawan Melayu semakin ditinggalkan. Perkembangan ini bertujuan untuk melekatkan identitas Indonesia tersebut pada diri satra itu sendiri baik sastrawannya atau pun karya yang dihasilkan.
Kemungkinan terbesar dengan adanya perdagangan bebas dan menyebarnya penggunaan bahasa asing semakin matang di kalangan masyarakat Indonesia maka sastrawan lambat laun akan meninggalkan bahasa Indonesia dan berimigrasi menggunakan bahasa Inggris.
Bukan suatu hal yang tidak mungkin karena bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi maka sulit baginya untuk menghindari kontak dengan bahasa lain. Justru bahasa daerah dan bahasa asing tersebut dapat memperkaya bahasa Indonesia terutama dari segi pemberdaharaan kata (Badudu, 1979:7). Sungguh pun bahasa Indonesia diperkaya oleh bahasa lain, tetapi tidak sampai pada segi struktur bahasa. Karena itu bahasa Indonesia tetap dapat menunjukkan jati dirinya (Warsiman, 2007:1-2).
Saat ini banyak orang tua yang mulai mengenalkan bahasa asing pada anak mereka. Di mana hal tersebut memicu sang anak tidak paham bahkan tidak mengenal bahasa Indonesia. Padahal generasi muda saat ini adalah generasi yang akan melanjutkan sastra Indonesia.
Sangat disayangkan jika mereka yang tinggal di Indonesia mengaku seorang sastrawan dari Indonesia, tetapi tidak menghasilkan ide serta pemikirannya dengan menggunakan bahasa Indonesia. Karena pengaruh yang diberikan oleh orang tua menyebabkan sang anak merasa bangga jika menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-harinya di tengah masyarakat dan kebalikannya mereka akan merasa canggung jika harus menggunakan bahasa Indonesia. Bukan sepenuhnya salah orang tua mendidik anaknya, tetapi mereka harus tetap memberi asupan bahasa ibu, yakni bahasa Indonesia.
Indonesia dengan segala kekayaannya patut dikenal oleh negera lain karena Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan yang luar biasa. Kebudayaan sastra sebagai identitas dalam mengenalkan bahasa Indonesia haruslah terus dijaga dan dilestrikan. Bulan bahasa saat ini seharusnya menjadi sebuah cara dalam mengapresiasi sastra guna mempertahankan sastra tersebut.
Masa depan sastra berada di tangan pemuda Indonesia sebagaimana Indonesia berada di tangan para pemuda. Sudah selayaknya sastra adalah hal yang ditumbuhkan dalam diri para pemuda agar mereka memiliki kesadaran diri untuk mengembangkan sastra bukan hanya mengenal, tetapi berusaha untuk menghasilkan sebuah karya.
Tak ada salahnya menggunakan bahasa Indonesia di tengah perkembangan perdagangan bebas, toh orang luar negeri saja masih banyak yang ingin belajar dan bisa mengunakan bahasa Indonesia. Kita boleh banyak tahu bahkan mahir bahasa asing, tetapi sangat disayangkan jika kita melupakan identitas diri kita. Orang lain akan mengetahui kita dari bahasa yang kita gunakan. Dengan menggunakan bahasa daerah kita dapat dengan mudah mengetahui seseorang itu berasal dari mana. Demikian halnya bahasa Indonesia.
Banyaknya orang Indonesia mengganggap sastra adalah hal yang mudah dan tidak perlu pendidikan khusus membuat sastra semakin ditinggalkan. Mereka hanya sekadar tahu luarnya saja, tetapi kedalaman sari sastra menjadi suatu fenomena yang tidak akan mereka harapkan masuk dalam diri.
Padahal, orang-orang yang berada dekat dengan sastra akan mengetahui bagaimana sulitnya memahami bahkan menghasilkan sebuah karya. Mereka yang terlatih saja terkadang mendapatkan rintangan dalam menghasilkan karya. Apalagi mereka yang tidak mengenal baik sastra. Hanya bisa berkata mudah tanpa usaha menghasilkan sebah karya. Sesungguhnya cukup sulit mempelajari sastra dan banyak hal yang perlu dipelajari dalam sastra.
(ded/ded)