Resensi Buku: Galeri Kehidupan

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 03 Jan 2017 16:10 WIB
Rasanya lebih mirip seperti mendengar seorang teman curhat tentang hatinya yang luka dan patah.
Ilustrasi (Foto: Ramdlon/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Judul: Garis Waktu
Penulis: Fiersa Besari
Penerbit: MediaKita
Tebal halaman: 210 halaman
Cetakan pertama: 2016
ISBN: 9789797945251
Harga: Rp50.000

Kisah berawal dari sebuah perjumpaan yang sederhana pada April. Aku yang telah menganggap Kau istimewa. Ada sesuatu yang tumbuh secara diam-diam dari Aku untuk Kau sejak intens berbincang dan saling mengirim pesan sederhana setiap harinya. Lalu, pada akhirnya Aku yang telah di atas awan karena menganggap bahwa Aku telah istimewa bagi Kau jatuh secara terluka karena kau mengistimewakan orang lain. Aku menerima dan mengalah. Sejak saat itu, aku berpura-pura tidak apa-apa dan memberikan senyum palsum untuk Kau. Ini memang salahku yang terlalu takut akan reaksi jika Aku menyatakan perasaan terhadap Kau. Mau bagaimana lagi, aku harus berpura-pura dan hanya bisa menunggu adanya harapan untuk Aku memiliki Kau.

Setelah menunggu lama, akhirnya Aku memiliki Kau. Betapa bahagia tak terkira masa itu. Akan tetapi, kita berdua ditantang oleh jarak yang memisahkan kita sejenak. Aku dan Kau harus bersabar meskipun keadaan tidak mudah. Aku akan menjaga perasaan dan rasa ini untuk Kau saja. Tunggu aku akan segera pulang. Sekitar delapan bulan sudah kita berjauhan, inilah saatnya Aku pulang untuk menemui Kau kembali. Sekembalinya Aku di sana, Aku melihat ada yang tak beres dengan Kita. Ada sesuatu yang Kau sembunyikan dari Aku. Ya, kata manis Kau yang menyatakan bahwa dirimu tidak akan berbohong padaku akhirnya rusak oleh sikap Kau. Aku yang tidak tau harus menyikapi seperti apa. Tak terbayangkan bahwa seseorang yang kupeluk erat menusuk diriku dan perasaanku.

Pergilah ! Pada akhirnya Garis Waktu mendewasakan kita berdua dengan jalan yang terpisah. Bahagiamu juga Bahagiaku.

***

Garis Waktu adalah kumpulan cerita atau rangkuman tulisan yang dibuat oleh Fiersa Besari. Fiersa Besari (atau akrab disapa Bung) adalah seorang musisi independen asal Bandung. Ia memulai eksistensinya di dunia musik pada tahun 2012 dengan meluncurkan album berjudul “11:11” lalu kembali membuat album pada tahun 2013 yang berjudul Tempat Aku Pulang dan album Konspirasi Alam Semesta pada tahun 2015 . Bung mencintai tulis menulis sejak setalah ia berkelana berkeliling Indonesia selama tujuh bulan untuk mencari jati diri. Sekarang, ia menjadi salah satu founder dari komunitas yang sedang terkenal yaitu Komunitas Pecandu Buku.

Garis Waktu, adalah sebuah surat yang ditulis oleh tokoh “aku” untuk sosok “kamu”. Kisah dimulai dengan perkenalan “aku” dan “kamu” dan ditutup dengan akhir kisah “aku” dan “kamu”. Dalam buku ini, pembaca akan disuguhi sebuah kontemplasi panjang dari sosok “aku”. Ia dengan semua pemikiran mendalamnya. Semua luapan isi kepala dan hatinya tentang banyak hal, terutama tentang “kamu” yang ada di hidupnya. Buku ini merupakan sebuah kumpulan dokumentasi, catatan, atau sebuah kisah nostalgia penulis. Dalam buku ini, Kisah nostalgia si penulis di mana perankan oleh tokoh “Aku” yang berbesar hati dan berlapang dada untuk mengikhlaskan sesuatu yang bukan untuk kita selamanya.

Jangan berharap menemukan dialog panjang seperti dalam cerpen atau novel, tapi buku ini diisi oleh narasi dari sosok “aku”. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada cerita yang disampaikan. Kisah percintaan “aku” dan “kamu” di dalam buku ini manis untuk diikuti. Meski pada akhirnya akan ada hati yang luka dan patah. Namun bukankah itu risiko jatuh cinta? Melihat sampul depan Garis Waktu karya Fiersa Besari ini, saya dibuat jatuh suka karena konsepnya yang simpel tapi ngena di hati. Belum lagi tagline yang tertera di sampul, “Sebuah perjalanan menghapus luka”. Ini karena saya selalu percaya bahwa luka, kesedihan, patah hati dan emosi semacam itu selalu mampu memberi “rasa” dalam sebuah karya.

Sebenarnya buku ini buku apa? Dibilang novel, jelas tidak. Dibilang antologi puisi, tidak juga. Dibilang non fiksi, apalagi. Menurut saya, ini bentuk dari prosa lirik, benar? Prosa liris adalah karangan berbentuk prosa yang berisi curahan perasaan seperti puisi. Ciri-cirinya, yaitu ikatan kalimatnya ikatan prosa, terdapat irama yang selaras dengan perasaan yang terkandung di dalamnya, bersifas liris; curahan perasaan, tidak terdapat sajak di dalamnya, kalau ada sajak hanya secara kebetulan saja, tidak untuk membawakan cerita, tetapi berisi lukisan perasaan tertentu yang dikandung pengarang, karangan disusun paragraf demi paragraf seperti prosa biasa, prosa lirik terdapat dalam kesusastraan baru. Bentuk prosa liris sendiri bukan sesuatu yang baru. Sudah ada sejak sebelum saya lahir. Sudah ada juga di buku pelajaran bahasa Indonesia sejak SD.

Secara keseluruhan, keunggulan Garis Waktu adalah tulisan yang rapi dengan diksi yang pas dan sarat makna. Hanya saja secara emosi, saya belum memiliki ikatan apapun dengan sosok “aku” sebagai narator dalam tulisan ini. Saya tahu dia patah hati, tapi saya tidak ikut merasakan sakitnya dan tidak cukup peduli untuk memaksa diri merasakan sakitnya. Rasanya lebih mirip seperti mendengar seorang teman curhat tentang hatinya yang luka dan patah. Hal ini juga yang membuat saya lebih suka menyebut karya ini sebagai prosa. Bukan novel apalagi roman meski ia tetap menyampaikan cerita.

Desain sampulnya sangat ciamik dan ringa, buku ini enak dilihat dan mudah dibawa ke mana-mana. Oh iya, untuk yang gemar memposting quote di sosial media, hampir seluruh kalimat dalam buku ini quotable. Tinggal culik satu dua yang mewakili isi hati. Belum lagi adanya gambar hitam putih yang mengawali setiap chapter dalam buku ini. Kadang gambarnya terlalu gelap, kadang terlalu blur, namun bisa jadi itu untuk memperkuat pesan tentang emosi yang ingin disampaikan penulis kepada pembacanya.

“Beberapa orang tinggal dalam hidupmu agar kau menghargai kenangan. Beberapa orang tinggal dalam kenangan agar kau menghargai hidupmu” (Halaman 203). Kalimat tersebut sangat menyentuh saya dan membuat saya tersadar akan beberapa hal. Salah satunya adalah mengenai kegiatan menulis. Saat ini, orang-orang menuangkan pemikirannya adalah di beragam sosial media yang ada. Padahal, tiap potongan-potongan kalimat yang ada di sosial media bisa kita kumpulkan dan dirangkai menjadi suatu pemikiran yang besar. Ya, seperti buku Garis Waktu ini merupakan kumpulan pemikiran dan perasaan Bung Fiersa yang pernah ia bagi melalui sosial medianya.

Kekurangan dari buku ini menurutku hampir tidak ada. Hal tersebut karena pembaca ikut tenggelam oleh kata per kata dalam setiap bahasan dalam buku ini. Awalnya, saya pikir buku dengan tebal sekitar 200 halaman ini akan membuat saya cepat bosan. Akan tetapi, saya salah besar. Saya bahkan susah untuk menghentikan sejenak membacanya. Tidak butuh waktu lama, saya menggunakan waktu sebanyak tiga jam untuk membaca buku ini. Akan tetapi, ada kekurangan menurutku pada buku ini yaitu daftar isi. Entah karena saya yang sudah kebiasaan membaca buku yang ada daftar isinya agak bertanya-tanya dengan buku ini. Padahal, daftar isi sangat membantu untuk pembaca untuk melihat bahasan-bahasan yang ada dalam buku ini.

Buku ini telah menjadi populer khususnya di kalangan remaja. Hal tersebut terbukti dari daftar buku Best Seller di beberapa toko-toko buku. Buku ini sekilas picisan, tapi setelah membacanya buku ini banyak menyiratkan makna pendewasaan. Bagaimana kita dihadapkan dengan situasi untuk berdiri dan merangkak maju kembali setelah melewati masa-masa terluka, kehilangan, terpukul, terkhianati, dan tertinggal sendiri.

(ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER