Jakarta, CNN Indonesia -- “Emang kalau ibadah di mana, Nji?”
“Di kosan, tapi pernah gak dibolehin sm ibu kos-nya”
“Oh iya, Universitas Padjadjaran tidak punya tempat ibadah selain Masjid Raya Unpad ya...”
Saung di Fikom (Fakultas Ilmu Komunikasi) saat itu terasa lembab akibat hujan. Cerita-cerita mengalir begitu saja dari mulut orang-orang yang berada di sana. Satu cerita keluar dari Panji, perantau dari Bali yang juga pemeluk Agama Hindu. Susahnya beribadah di Jatinangor, khususnya di Unpad merupakan kegelisahan yang ia rasakan saat itu, maklum kampus kami hanya menyediakan tempat ibadah untuk pemeluk Agama Islam.
Hari Minggu Mahasiswa Unpad ternyata sama saja dengan mahasiswa lainnya, mungkin ada yang berbeda. Setiap hari minggu biasanya pemeluk Agama Kristen akan menjalankan Ibadah Minggu di gereja. Ketika menjadi Mahasiswa Unpad di awal bulan menjalani ibadah di gereja pada hari Minggu merupakan sebuah keharusan, namun, ketika sudah akhir bulan Mahasiswa Unpad harus memutar otak agar dapat tetap beribadah tanpa mengorbankan uang makan yang harus terpakai untuk ongkos ke Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) letak gereja terdekat yang ada di kawasan Unpad Jatinangor.
Salah satu Mahasiswa Unpad yang tidak ingin disebutkan namanya, juga pemeluk Agama Kristen mengisahkan pada saat hari Minggu di akhir bulan tiba, hatinya ingin sekali pergi ke IPDN untuk melaksanakan Ibadah Minggu. Namun, keuangannya tidak mendukung karena membutuhkan ongkos untuk pulang dan pergi.
Tidak hanya ongkos, untuk uang persembahan juga harus dipersiapkan, memang bukan kewajiban tetapi rasa tidak enak terus menyelimuti hatinya apabila tidak memberikan uang persembahan, hal-hal itu yang menyebabkan dirinya beberapa kali tidak menjalankan Ibadah Minggu.
Fasilitas ibadah di Unpad hanya menunjang untuk mahasiswa yang beragama Islam yaitu Bale Aweuhan (Masjid Raya Universitas Padjadjaran). Sedangkan untuk pemeluk agama lain biasanya dilakukan di fakultas masing-masing atau tempat umum yang dipinjam seperti di Ruang Rapat GOR Jati dan Sekre Bersama. Karena tempat yang dipinjam merupakan tempat umum sehingga proses peminjamannya sulit dilakukan.
“Perizinan sangat rumit, beberapa kali mengulang format perizinan, rektorat minta (format) A sudah kami bikin A, saat diajukan mereka minta dengan format B. Kami ubah formatnya menjadi format B, saat diajukan mereka minta C, saat kami ganti jadi C rektorat minta ke A lagi, keadaan ini berjalan selama satu bulan,” ujar Joshua Liberty Filio ketua Komunitas Mahasiswa Kristen Unpad (KMKU).
Kebijakan baru dari rektorat dan kepengurusan dari Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) masih baru sehingga masih beradaptasi yang menyebabkan KMKU kesulitan dalam peminjaman tempat untuk beribadah. “Masih awal kepengurusan sehingga masih beradaptasi, sempat ada perubahan kebijakan terkait peminjaman tempat. Awalnya ditujukan kepada pak Reza Direktur Pendidikan dan Kemahasiswaan, namun, karena beliau sibuk dan sulit dihubungi, tujuan surat diganti kepada sekretarisnya, hal tersebut yang menyebabkan format harus diganti karena beda ditujukkannya,” ujar Jamaludin Kepala Departemen Advokasi Pelayanan Mahasiswa BEM Kema Unpad. Ia juga menambahkan bahwa pihak rektorat tidak mempersulit masalah peminjaman tempat selama tempatnya kosong dan sesuai dengan prosedur.
Setali tiga uang dengan KMKU. Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) juga merasakan hal yang sama. Kesulitan beribadah di Unpad Jatinangor. Upacara rutin seperti Hari Raya Purnama dan Bulan Mati yang dilaksanakan 15 hari sekali sering kali terkendala karena tidak ada tempat beribadah di Unpad. IPDN lagi-lagi menjadi solusi para pemeluk Agama Hindu untuk beribadah atau ke Pura yang ada di Bandung jika upacara.
Mahasiswa pemeluk Agama Hindu juga mendapatkan kesulitan saat ingin mencari alat-alat beribadah. Canang, Bunga, Dupa dan peralatan lainnya yang menunjang untuk beribadah sulit didapatkan.
Unpad memang belum meresmikan organisasi yang berbasis keagamaan, sehingga KMKU dan KMHD masih merupakan sebuah komunitas. Untuk menjadi organisasi yang diakui komunitas harus memenuhi tiga kriteria yaitu prestasi, anggota, dan pengakuan dari organisasi lain, lalu setelah itu melalui sidang istimewa. Setelah resmi baru dapat menuntut hak dan kewajiban yang akan didapatkan.
“Kalau memang tidak ada tempat beribadah setidaknya berikan ruang atau sekre tempat berkumpul Mahasiswa yang beragama Hindu,” ujar I Wayan Aris Ketua KMHD.