Mengenang Bintang Serba Bisa Nike Ardilla

CNN Indonesia
Jumat, 09 Jun 2017 14:44 WIB
Di era 1990-an Nike Ardilla adalah bintang remaja serba bisa. Tapi umurnya tak panjang dan rumahnya kini jadi museum.
Museum Nike Ardilla (Dok. Museum Nike Ardilla/Panoramio)
Bandung, CNN Indonesia -- Tidak ada keramaian, apalagi antrian panjang untuk masuk ke bangunan di salah satu sudut Kota Bandung ini. Ketika saya datang, saya malah disambut dengan sebuah mobil keluaran lama berwarna putih. Tak disangka, bangunan berlantai dua dengan cat berwarna kuning ini merupakan salah satu museum di Kota Bandung. Museum ini bernama Museum Nike Ardilla.

Awalnya saya sempat kebingungan karena tidak adanya papan informasi di bangunan tersebut. Padahal, saya sudah memakai aplikasi Google Maps untuk memandu saya ke bangunan ini. Akhirnya, saya memutuskan untuk memasuki bangunan bercat kuning karena terlihat agak samar tulisan “Museum Nike Ardilla”.

Ternyata dugaan saya benar, bangunan tersebut merupakan museum yang saya cari-cari. Hal ini pun diperkuat dengan adanya tulisan “Museum Nike Ardilla” dan sebuah foto Nike Ardilla di depannya. Karena suasananya begitu tenang dan sepi, saya memutuskan untuk menanyakan cara masuk ke warga yang sedang berbincang-bincang di samping museum.

Salah satu warga mengatakan kepada saya untuk menunggu beberapa menit. Tak lama kemudian, datanglah seorang wanita yang menanyakan kembali apakah ingin berkunjung ke dalam museum.

Wanita bernama Bela ini merupakan keponakan dari Nike Ardilla. Dengan memakai baju hitam dan celana pendek, Bela mempersilakan saya untuk melihat-lihat koleksi dalam museum ini. Tak lupa, Bela langsung memutarkan lagu-lagu milik mendiang Nike.

Museum ini sendiri memiliki beragam koleksi, di antaranya kaset-kaset mendiang Nike sampai koleksi sepatu pun ada. Ketika saya memperhatikan sekeliling, sebuah patung kepala mendiang Nike terpampang jelas di tengah-tengah ruangan. ”Patung ini merupakan pemberian dari fans,” ujar Bela untuk menjawab rasa penasaran saya.

Berbeda dengan museum yang lain, Museum Nike Ardilla memiliki sisi keunikannya sendiri. Museum ini dapat menjadi sarana penggemar yang mengidolai Nike Ardilla untuk semakin dekat dan mengenal sosok Nike Ardilla di masa hidupnya. Museum ini pun cocok untuk penikmat musik di tanah air karena Nike merupakan salah satu penyanyi ternama pada masanya.

Museum ini juga memiliki koleksi yang tidak ada hubungannya dengan musik. Misalnya saja pintu mobil yang dipakai oleh mendiang Nike ketika mau pulang ke rumah saat peristiwa kelabu. Lalu, ada pula pakaian-pakaian yang pernah dipakai mendiang Nike semasa hidupnya. Pakaian-pakaian tersebut ada yang pernah dipakai untuk keperluan pemotretan hingga pembuatan video klip lagunya. Bahkan, ada salah satu pakaian yang sempat dipakai oleh mendiang Nike sebelum meninggalkan industri musik tanah air.

Sudah puas di aula museum, saya pun diajak masuk ke dalam kamar oleh Bela. Menurutnya, kamar tersebut merupakan replika kamar mendiang Nike dengan beberapa barang asli bukan sekedar replika.

Memasuki kamar Nike Ardilla, saya pun langsung disuguhi banyaknya boneka binatang dan lukisan-lukisan Marilyn Monroe. Bela menjelaskan bahwa dahulu Nike mengidolai Marilyn sehingga banyak sekali lukisan hingga kaset Marilyn di museum. Kamar Nike sendiri memiliki warna dominan abu-abu dan dilengkapi foto-foto dirinya.

Ketika saya berada di dalam kamar mendiang Nike, Bela menjelaskan makna banyaknya pintu yang ada di dalam kamar. Misalnya saja pintu yang berada dekat jendela merupakan pintu yang terkoneksi langsung ke halaman rumah Nike Ardilla pada saat itu. Ada juga pintu yang mengarahkan ke saung dan kolam kecil. Namun, pintu-pintu tersebut hanya replika kamar mendiang Nike pada saat dahulu. Apalagi kamar tersebut kini diletakkan di lantai dua, jadi tidak bisa benar-benar mirip dengan kamar aslinya.

Masih diiringi lagu Nike, saya pun kembali mengamati foto-foto yang terpampang di aula museum. Di dekat pintu kamar tadi, saya melihat kliping sebuah berita yang mengatakan bahwa Nike sudah dilamar. Lalu, menoleh sedikit ke kiri saya melihat kumpulan foto Nike ketika melakukan pemotretan di luar negeri. Hal ini semakin menarik karena baju pemotretan tersebut dipajang di dinding museum.

Saya pun penasaran mengenai pengunjung museum ini. Menurut Bela, kebanyakan pengunjung museum adalah penggemar Nike atau masyarakat yang sedang mengerjakan tugas. Terkait jumlah pengunjung, saya membuka buku tamu untuk melihat siapa saja dan berapa orang yang mengunjungi museum. Akhirnya, saya mendapatkan informasi bahwa jumlah pengunjung dapat dihitung dengan jari dan sebagian besar memang penggemar Nike.

Selepas dari museum, saya bertemu dengan Raden Alan Yudi. Alan, sapaan akrabnya merupakan kakak kedua dari mendiang Nike sekaligus pengurus Museum Nike Ardilla. Dia mengakui bahwa pengunjung museum tidak seramai saat pertama kali museum itu dibuka. Namun, menurutnya ada dua hari yang pengunjung museum akan lebih ramai dari biasanya. Dua hari tersebut yakni hari kelahiran dan hari meninggalnya Nike.

Alan juga menambahkan berdirinya museum ini karena adanya dua faktor. Faktor pertama yaitu penggemar Nike yang menginginkan adanya tempat untuk mengenang idolanya. Faktor kedua adalah keinginan Nike yang ingin mempunyai rumah bertingkat dua dan berada di komplek perumahan. “Karena faktor tersebutlah museum ini berdiri,” tutur Alan yang saat itu memakai baju hitam dan celana pendek.

Terkait masa depan museum ini, Alan mengatakan selama masih ada yang mengunjungi maka museum tersebut akan tetap ada. Entah jumlah pengunjungnya tidak seramai dahulu. Namun, dia memiliki cara agar museum tersebut lebih terasa baru. “Kami setiap empat atau enam bulan sekali pasti mengubah display museum,” tuturnya dengan senyuman ramah.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER