Jakarta, CNN Indonesia -- “Ikutilah kata hatimu"
"Temukan dirimu sendiri”
“Jadilah versi terbaik dari dirimu”
"Yakinlah dengan kemampuanmu”
Kita semua sering mendengar ungkapan-ungkapan singkat itu. Orang lain selalu berusaha mendorong kita agar hidup secara utuh sesuai dengan harapan, keinginan, nilai, atau passion kita sendiri. Namun, untuk memutuskan apa yang akan kita lakukan seringkali masih merasa sangat sulit, sehingga kita menantang diri untuk mencoba berbagai hal.
Pertama-tama, kita sadari terlebih dahulu apakah kita lebih condong terhadap “hati” atau “kebenaran”? Dan apakah keduanya benar-benar kita miliki?
Emma M. Seppälä Ph.D, dosen yang terbiasa menemui mahasiswa berprestasi tinggi di Yale dan Stanford, menemukan bahwa budaya benar-benar membentuk apa yang dianggap seseorang sebagai “kebenaran."
Mahasiswa yang berprestasi tinggi meyakini pandangan bahwa "Saya adalah apa yang saya lakukan.” Mereka berfokus pada value dan produktivitas mereka.
Alhasil, kesejahteraan (
well-being) mereka sepenuhnya bergantung pada apa yang mereka dapatkan. Contohnya berupa penghargaan dan pencapaian tujuan mereka seperti berhasil mendirikan perusahaan-start up, mendapatkan kesempatan magang yang bagus, atau menerima posisi kepemimpinan yang didambakan.
Hingga sebagian besar mereka menyimpulkan bahwa: Kamu akan menjadi manusia yang berharga, jika dan hanya jika kamu sukses, berkuasa, atau kaya atau telah mencapai status tertentu.
Sementara menurut Emma, hal tersebut kurang tepat. Ia menulis sebuah buku berjudul
The Happiness Track. Ini dilatarbelakangi oleh kesalahpahaman orang-orang mengenai teori kesuksesan.
Mereka memahami kesuksesan sebagai sesuatu yang terkait dengan pencapaian dan penghargaan, padahal keduanya tidak mengarah pada kebahagiaan jangka panjang. Pemahaman ini mengarahkan seseorang pada pencarian kesuksesan seumur hidup. Sehingga, mereka selalu merasa lapar terus dengan dunia.
Berbagai penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa prestasi, penghargaan, kehormatan, dan harta yang melimpah hanya membawa kepuasan dalam hidup. Kepuasan hidup itu berbeda dengan pemenuhan kebahagiaan jangka panjang.
Kita semua berusaha untuk menjadi sukses, atau ahli dalam sebuah pekerjaan. Tapi satu hal yang tidak kita pikirkan adalah bagaimana menjadi luar biasa. Lalu bagaimana agar bisa menjadi orang yang luar biasa?
Suatu hari, Emma menantang gagasan “kesuksesan” di kelasnya. Ia bertanya pada mahasiswa di kelasnya, “Apa kualitas orang sukses yang paling kamu kenal?” Jawaban yang muncul dalam pikiran mereka adalah mencintai (loving), peduli (caring), dan hadir utuh (present).
Ia kemudian bertanya, “Apakah mereka yang kamu anggap sebagai orang-orang yang luar biasa, orang yang murah hati, baik hati, penyayang, dan totalitas, menurut kalian tadi berdampak dalam hidup kamu?” Seketika kelas pun jadi hening tak bisa menjawab.
Muncul sebuah pertanyaan untuk kamu juga nih: Apakah mereka yang sukses dan luar biasa di mata kamu termasuk orang-orang yang juga membawa dampak nyata bagi kehidupanmu?
Ya, kita mungkin sering mengagungkan prestasi artis atau idola kita. Tapi ketika ditanya apakah mereka membawa dampak pada hidup kita, jawabannya adalah tidak.
Penelitian yang dilakukan Emma menyebutkan bahwa seseorang hanya akan mendapatkan sukacita yang bersifat sementara dari semua kesenangan yang dicari dalam hidup, termasuk dari bahagia dengan kehidupan kaya. Banyak artis yang kaya, tapi tidak bahagia. Sebagaimana kita tahu bahwa ada perbedaan antara senang dengan bahagia.
Pemenuhan kebahagiaan jangka panjang kita berasal dari bagaimana kita bisa menjalani kehidupan yang bertujuan, bermakna, belas kasih, dan tolong menolong.
The long-lasting fulfillment we seek comes from living a life of purpose, of meaning, of compassion, and of altruism. It comes from being there for others, helping where we can, loving one another despite our differences, and making others smile. (Emma)
Berdasar pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa menjadi orang luar biasa itu ternyata sangat erat dengan bagaimana kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Orang-orang yang luar biasa adalah orang yang paling berhasil memberi pengaruh pada seluruh hidup kita, dan kita diberkati bisa menjumpai mereka.
Mereka ada di saat kita jatuh. Mereka mencintai kita saat kita tidak mencintai diri sendiri. Mereka peduli bila tidak ada orang lain yang melakukannya. Mereka menunjukkan kedalaman empati sehingga mengilhami kita untuk menjadi orang yang lebih baik. Mereka tertawa secara bijaksana dan membawa kedamaian. Mereka berbagi kebaikan yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Lalu, apakah kita tidak perlu mengikuti ambisi, impian dan rencana karier kita?
Mengapa tidak, hal-hal itu juga bisa membawa pada kepuasan dan makna hidup. Asal tetap ingat tentang konsep kebahagiaan terdalam kita, yakni ketika kita bisa memberi dampak positif bagi orang lain.
Hidup adalah mempersiapkan kematian dan kehidupan yang baik adalah ketika kita telah berbagi banyak cinta selama hidup. Dan itulah aspirasi utama dalam hidup, yakni menjadi orang yang luar biasa bagi orang lain.
Tulisan ini diawali dengan munculnya artikel ini di Twitter lalu aku baca dan aku suka. Ternyata setelah baca, suka dengan bagian: mereka mencintai dirimu ketika kamu tidak mencintai dirimu. Berat..berat. Hehehe.
Dan setelah aku ketik dan terjemahkan, baru mudeng kalau ini ternyata sangat psikologi positif dan cocok kalau dikaji dengan hadis di atas. Dari menulis ini aku jadi belajar banyak hal: susah juga mengartikan tulisan yang awalnya bahasa inggris menjadi bahasa Indonesia, apalagi untuk menjadi tulisan yang mudeng bagi orang awam non psikologi.
Semoga ini bermanfaat.
Referensi : https://www.psychologytoday.com/blog/feeling-it/201712/the-key-becoming-the-most-wonderful-version-yourself
(ded/ded)