Jakarta, CNN Indonesia -- Mungkin tak banyak yang tahu bahwa tanggal 20 Desember diperingati sebagai Hari Kesetiakawanan Nasional (HKSN). HKSN telah diperingati tiap tahunnya sejak 1948. Peringatan HKSN sebagai bentuk memeringati usaha para masyarakat Yogyakarta saat memukul balik para tentara Belanda ketika melakukan agresi militer.
Kementerian Sosial tahun ini mengusung “Kesetiakawanan Sosial Nasional Perekat Keberagaman” sebagai tema HKSN 2017. Pemilihan tema ini bisa dipahami mengingat belakangan masyarakat Indonesia telah terbagi menjadi dua kubu. Dikotomi ini disebabkan oleh berbagai isu. Perbedaan pandangan politik menjadi sumbangsih utama perpecahan ini.
Kontestasi politik nampaknya belum akan berhenti dalam waktu dekat. Pilkada serentak nampaknya akan jadi ajang pemanasan sebelum bergulirnya pemilu 2019. Polarisasi selalu terjadi, terutama semenjak pemilu 2014. Saat itu masyarakat terbagi menjadi “bani taplak” dan “bani serbet”. Pasca pemilu kondisi tak jua membaik, terlebih lagi saat pemilihan Gubernur Jakarta berlangsung. Sentimen agama dan rasial bahkan mewarnai pertarungan politik tersebut.
Dampaknya ternyata tak lagi sekedar perbedaan pendapat, jauh lebih dari itu. Perundungan, persekusi, saling ejek bahkan hingga memutus hubungan pertemanan. Tentu ini bukanlah hal yang baik. Semboyan bangsa ini tengah diuji. Benarkah bahwa kita yang berbeda-beda ini tetap satu? Apakah kesetiakawanan kita bisa goyah atau bahkan roboh hanya karena perbedaan? Tentu kita harus optimis dan menunjukan bahwa semboyan tersebut tak cuma isapan jempol belaka.
HKSN tahun ini bisa dijadikan sebagai kesempatan memperbaiki hubungan yang telah retak atau setidaknya menjaga hubungan tersebut. Kesetiakawanan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan sosial. Sebagai mahkluk sosial, kita tak mungkin bisa selamanya hidup sendirian. Akan ada kalanya kita membutuhkan bantuan seorang teman. Oleh karena itu jangan sampai saat kita membutuhkan pertolongan, bantuan tersebut hilang hanya karena perbedaan pandangan politik.
Tentu malu rasanya bila melihat ke belakang para pendahulu kita bisa bersatu dan berjuang bersama demi Indonesia. Tak peduli beda agama, suku, dan ras, mereka semua berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Sudah sepantasnya kita kembalikan marwah Indonesia sebagai bangsa yang toleran dan saling menghargai. Bukankah setiap agama mengutamakan perdamaian dalam ajarannya? Lalu mengapa kita sebagai penganutnya justru saling serang hanya karena beda agama.
Masalah sosial seperti ini tentu tak akan pernah selesai bila kita hanya berharap pada pemerintah untuk menyelesaikannya. Perlu ada kesadaran dari masyarakat untuk mau kembali memupuk keharmonisan dalam hidup. Tak lagi mengedepankan kepentingan pribadi apalagi kepentingan kelompok. Masalah kepercayaan tak perlulah diumbar-umbar di muka umum. Pun dengan pandangan politik, cukup dijadikan sebagai obrolan di warung kopi. Tak perlu dijadikan sebagai bahan saling serang dengan kawan yang beda pandangan.
HKSN diperingati sebagai upaya dalam melakukan revitalisasi nilai-nilai kesetiakawanan sosial, nilai-nilai solidaritas sosial, nilai-nilai kepedulian sosial. Hal ini sejalan dengan nilai gotong royong yang ada di masyarakat mulai tergerus dengan nilai individualis. Pemerintah sendiri belum memberikan dampak nyata melalui HKSN tiap tahunnya. Perayaan tersebut sebatas seremonial tahunan yang digelar di berbagai daerah.
Dalam mempererat nilai kesetiakawanan memang perlu dilakukan sejak dini. Sebelum para anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang individualis. Maka perlu rasanya ada perubahan dalam sistem pembelajaran saat ini.
Pelajaran seharusnya sudah tak lagi melulu soal teori dan ilmu pasti. Para siswa diberi tugas berupa masalah sosial yang penyelesainnya memerlukan proses sosialisasi dan kerja sama. Sehingga siswa sejak dini akan terbiasa menghadapi permasalahan dan mencari penyelesaian melalui diskusi, kerja sama hingga akhirnya menemukan solusi.
Ketika berada pada masa kanak-kanak tentu mereka belum terpengaruhi soal politik, agama dan segala pertimbangan lainnya. Anak-anak ini masih polos sehingga penyelesaian perdebatan dalam diskusi tidak akan rumit. Sebatas mencari penyelesaian yang dapat menjawab pertanyaan dan memuaskan semuanya.
Bila dipupuk sejak dini, kebiasaan ini tentu akan menjadikan mereka sebagai pribadi yang mengedepankan selesainya masalah tanpa perpecahan. Tak perlu ada pertikaian akibat pandangan politik, agama mapun ras. Semuanya semata berdasarkan keputusan bersama yang telah disepakati dan memuaskan.
Oleh karena itu pemerintah sebaiknya perlu melakukan perubahan secara sistematis dan struktural dalam merayakan HKSN. Sehingga tidak hanya sebatas ritus yang dilakukan tiap tahun melalui seremonial belaka. Dengan demikian perayaan HKSN akan jauh lebih bermakna dan bermanfaat bagi Indonesia.
Ucapan dan contoh akan sulit dijadikan sebagai pedoman bila para pelaku ini belum memiliki kebiasaan untuk mengedepankan nilai kesetiakawanan. Oleh karena itu, perlu penanaman nilai kesetiakawanan sejak dini.
Sementara kita sebagai orang dewasa tentunya sudah tak perlu lagi mempertanyakan pentingnya nilai kesetiakawanan. Kita telah melalui berbagai kenangan, pengalaman, suka, duka dan kesulitan bersama kawan kita. Kita pasti sudah tahu betul pentingnya kawan dalam kehidupan kita.
Oleh karena itu janganlah kita mencampur adukan masalah politik dalam pertemanan. Tak lucu bila sebuah pertemanan yang terjalin telah lama hancur hanya karena beda pandangan poltik. Sebagai sosok yang telah matang secara pengalaman, seharusnya kita mampu memaknai HKSN secara lebih berarti.
Dengan demikian, HKSN akan benar-benar menjadi sebuah perayaan yang manis dan bermakna ketika masyrakatnya paham dan menghargai betul kesetiakawanan. Hari ini bisa diperingati secara lebih intim antar kawan dalam merayakan ikatan pertemanannya. Atau menjadi celah bagi orang lain untuk memperat hubungan dengan kawan yang belum terlalu dekat dengannya. Selamat Hari Kesetiakawanan Nasional! Rayakan bersama para sahabatmu!
(ded/ded)