Jakarta, CNN Indonesia -- Korupsi semakin merajalela. Dalam kurun waktu satu tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu saja disibukkan oleh Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Nama KPK sangat melejit naik akhir-akhir ini terutama akibat OTT Korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik atau E-KTP. Tidak hanya itu, OTT terhadap berbagai kepala daerah juga banyak dilakukan akhir-akhir ini.
Namun, hasil OTT yang dilakukan KPK tidak membuat jera kepada yang lain. Pasalnya, para koruptor ini masih bertambah dari tahun ke tahun. Padahal, para pelaku ini diseret ke pengadilan dan dimasukkan ke dalam penjara.
Akan tetapi, masih saja ada yang ingin berbuat dan makin meluas. Tidak hanya di pusat saja, tapi di daerah pun juga. Sepertinya, hukuman yang diberikan hakim kepada para koruptor tidak memberi efek jera dan menakutkan bagi calon-calon koruptor lainnya.
Segala cara dilakukan dalam memberantas korupsi ini tapi hasilnya belum ada yang maksimal. Memang upaya untuk memberantas korupsi sama sekali bukan pekerjaan yang mudah. Tidak hanya pemerintah dan penegak hukum saja yang melakukan upayanya tapi masyarakat seluruh Indonesia juga harus ikut dalam memberantas masalah yang tidak kunjung selesai ini.
Seperti hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Indeks Perilaku Anti Korupsi Indonesia 2017 meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2017, sebesar 3,71 dari skala 0-5 yang artinya bahwa Indonesia cenderung sudah antikorupsi.
Hanya saja hasil tersebut menunjukkan semakin tinggi pendidikan maka akan semakin antikorupsi. Berarti, untuk pendidikan yang masih rendah seperti anak-anak sekolah ini memang harus diberikan pendidikan antikorupsi serta budaya antikorupsi.
Meskipun begitu, hasil tersebut patut diapresiasi karena dari tahun ke tahun indeksnya semakin tinggi. Hanya saja, nilai itu masih sulit dikatakan bahwa masyarakat sudah sangat antikorupsi, maka hasil tersebut tidak membuat kita menjadi acuh dalam pemberantasan korupsi skala kecil. Kita tetap harus memberantas terutama terhadap kebiasaan masyarakat yang melakukan perilaku penyuapan, pemerasan dan nepotisme.
Untuk itu, masyarakat pun harus ikut serta dalam memberantas korupsi. Masyarakat bisa memulai dengan membiasakan budaya antikorupsi dalam keluarga dan lingkungan luar. Mengapa? Dalam keseharian masyarakat pun masih banyak perilaku-perilaku yang menunjukkan korupsi.
Seperti, memberikan suap kepada guru agar nilai bagus, mengambil uang orang tua tanpa memberitahu, menyontek atau meniru ide orang lain, mengerjakan tugas orang lain dengan dibayar atau joki tugas di lingkungan kampus, membayar jasa dalam mempercepat pengurusan SIM atau STNK, menyuap polisi ketika ditilang, dan masih banyak lagi.
Semua perilaku tersebut jauh dari nilai integritas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh masyarakat agar dapat memberantas korupsi.
Perilaku koruptif tersebut yang banyak dianggap wajar saja oleh masyarakat sebaiknya disadarkan bahwa itu adalah salah satu dari perilaku yang akan menjadikan kita seorang koruptor. Relatif masyarakat melakukan perilaku koruptif seperti membayar untuk mempercepat layanannya tersebut akibat masyarakat berpikiran bahwa “ribet” dalam mengurus hal-hal seperti maka mencari jalan yang mempermudahnya. Tanpa disadari, perilaku seperti itu tidak hanya berdampak kepada masyarakatnya tapi kepada jasa tersebut.
Orang yang dibayar tersebut tidak lain pasti adalah orang dalam atau yang bekerja di lingkungan tersebut maka perbuatannya juga dinilai perilaku koruptif karena menerima suap dari pihak luar.
Peran keluarga dan guru juga penting dalam memberikan pendidikan antikorupsi untuk anak-anak. Hanya saja, dalam hasil BPS IPAK tersebut menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang maka semakin permisif terhadap korupsi.
Berbeda dengan generasi muda yang masih menentang keras korupsi. Sepertinya, generasi muda ini adalah mahasiswa. Peran mahasiswa juga diperlukan dalam memberantas korupsi ini. Mahasiswa sebagai agen perubahan harus berperan aktif dalam memberikan pendidikan antikorupsi serta cerminan perilaku yang antikorupsi untuk dapat dicontoh oleh masyarakat.
Tidak hanya itu, sepertinya pemerintah pun juga harus memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat agar masyarakat tidak melakukan penyuapan atau perilaku koruptif lainnya. Berdasarkan pengalaman masyarakat yang “ribet” dalam melakukan pengurusan dokumen-dokumen tersebut yang menumbuhkan korupsi skala kecil.
Pentingnya pelayanan masyarakat yang bagus dan mudah ini akan mengurangi permisif terhadap praktik korupsi dan para koruptor skala kecil ini akan hilang. Sehingga, untuk pemberantasan skala besar pun masyarakat dapat berperan banyak. Jika, dalam skala kecil saja masyarakat masih melakukan korupsi, bagaimana bisa untuk membantu pemerintah dalam memberantas korupsi skala besar?
Untuk itu, seluruh rakyat Indonesia baik pemerintah dan masyarakat sama-sama bekerja sama dalam memberantas korupsi baik dalam skala kecil dan besar ini baik dalam memberikan pendidikan dan budaya perilaku anti korupsi serta memudahkan layanan publik yang memicu adanya praktik korupsi yang muncul. Pemberantasan ini bisa dimulai dari skala kecil dimulai dari anak-anak dan generasi penerus bangsa, agar bangsa Indonesia kedepannya para koruptor tidak merajalela dan dapat lenyap.
(ded/ded)