Ibu. Sosok Perempuan Paling Setia

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Rabu, 27 Des 2017 06:26 WIB
Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.
Ilustrasi (Foto: Thinkstock/Ivanko_Brnjakovic)
Jakarta, CNN Indonesia -- “Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.”

Tentu tidak asing lagi dengan kalimat tersebut, kita dengan spontan membacanya sambil bernyanyi. Ungkapan di atas tampaknya memang tepat untuk menggambarkan sosok seorang ibu. Kasihnya tidak bisa digantikan walau dengan semua yang ada di bumi dan langit dan di antara keduanya.

Kasih ibu abadi sepanjang masa, meski beliau telah tiada. Beliau telah mengandung kita selama sembilan bulan, melahirkan kita dengan susah payah di antara hidup dan matinya, dan membesarkan kita dengan penuh kesabaran.

Tiada ucapan terimakasih yang bisa membalas perjuangannya melainkan hanya dengan bakti, taat, dan patuh kita padanya. Peran Ibu sebagai pendidik pertama bagi generasi muda belumlah sebanding dengan peran lain yang abstrak, yaitu kasih sayang.

Kasih sayang ini diwujudkan ibu dengan mengandung selama 9 bulan dan melahirkan anaknya dengan mempertaruhkan nyawa demi si buah hati yang telah dikandungnya.

Tersirat di dalam lagu yang diciptakan SM Mochtar tersebut, sangat melekat di telinga masyarakat Indonesia. Pada awalnya lagu tersebut memiliki makna yang sangat dalam bukan hanya sekadar senandung biasa.

Lirik tersebut menggambarkan bahwa kasih sayang seorang ibu tak terhitung oleh waktu dan kasih sayang tersebut berlangsung hingga akhir hayatnya. Selain itu, digambarkan pula bahwa kasih sayang yang diberikan oleh seorang tidak mengharapkan imbalan/balasan dari anak-anaknya. Seorang ibu memberikan kasih sayang tersebut tanpa pamrih.

Hari ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember diputuskan pada Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Bahkan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dalam Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.

Setiap tanggal 22 Desember, masyarakat Indonesia menunjukan bukti kasih sayang kepada ibundanya masing-masing dengan cara dan gaya sendiri bagaimana melimpahkan cintanya kepada ibu, berupa kartu ucapan, hadiah, bunga, dan lain sebagainya. Meskipun bisa kapan saja merayakan hari ibu bahkan setiap hari, tetapi tanggal 22 Desember punya daya tarik sendiri untuk merayakan hari ibu.

Zaman semakin maju, perayaan 22 Desember kalah menarik dengan perayaan ulang tahun pacar atau teman ataupun perayaan anniversary pacaran. Perayaan anniversary dengan pacar rela merogoh kocek dalam-dalam agar perayaannya terlihat meriah dan bergengsi tinggi untuk dipublikasikan di media sosial atau kesenangan belaka.

Lain halnya dengan perayaan hari Ibu, ucapan yang malu-malu ataupun ragu untuk merayakannya. Bahkan mereka tidak mengingat bahwa di bulan ke-12 ada perayaan yang sangat sakral dan penting untuk dirayakan, tetapi mereka seakan-akan tidak menghiraukan dan melupakan begitu saja.

Tetapi anak zaman sekarang pada umumnya lebih mementingkan dan mengkhususkan acara ulang tahun pacarnya yang belum tentu wanita tersebut menyayangi atau setia. Merayakan sangat meriah, mungkin lebih meriah dan dari pada merayakan hari ibu.

Lantas apa yang membuat anak zaman sekarang begitu? Mungkin seiring waktu dan berkembangnya teknologi dan perayaan hari ibu sedikit tersisihkan. Bukankah kita harus menghargai jasa seorang ibu yang sangat berharga bagi kita karena dia ada kita pun ada di dunia ini? Dan kita harus ingat ibu adalah wanita yang sangat setia menyayangi kita, dan selama-lamanya wanita yang tidak akan menyakiti kita.

Sudah saatnya kita membalas kebaikan beliau dengan memberikan kebanggaan baginya. Untuk menghormati ibu tidak hanya diperlukan satu hari saja, atau di saat perayaan hari ibu saja melainkan kita harus menghormati, dan ditaati perintahnya setiap saat dan setiap hari untuk kita bisa membuat bangga akan ibu kita. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER