Ibu, Pahlawan Kami

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 09 Jan 2018 13:07 WIB
Nilai semester adikku untuk pelajaran IPS buruk. Penyebabnya adalah Ibu. Lho, mengapa?
Ilustrasi (Foto: marvelmozhko / Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Akhirnya waktu itu telah tiba. Bagi seluruh siswa waktu seperti ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Sebab hasil pembelajaran selama satu semester akan diumumkan melalui pembagian rapor.

Begitu juga dengan Keenan, adik kecilku yang dewasa. Hari ini rapornya harus diambil, agar kami semua tahu bagaimana hasil pembelajarannya di sekolah. Tapi ada yang berbeda pengambilan rapor hari ini dengan biasanya. Semenjak Ibu tiada akulah yang bertugas menggantikannya. Termasuk dalam hal pengambilan rapor ini.

Setelah menunggu sekian lama akhirnya nama adikku dipanggil. Pertanda bahwa sekarang giliranku untuk melihat rapor adikku sekaligus mendengarkan bagaimana perkembangannya selama satu semester di sekolah.

Satu demi satu lembaran mata pelajaran kami bahas, dan alhamdulillah nilainya cukup memuaskan. Gurunya bilang kalau adikku masuk ke dalam peringkat 3 besar di kelasnya.

Prestasi yang membanggakan melihat adikku menembus peringkat 3 besar di kelasnya. Tiba-tiba pembahasan kami berubah menjadi lebih serius ketika masuk pada mata pelajaran yang terakhir, mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Nilai Ujian Akhir Semesternya cukup buruk, tidak lebih dari 60.

Sontak aku terkejut tidak memercayainya. Karena aku tahu betul kalau adikku ini pintar sekali dalam ilmu pengetahuan sosial. Bagaimana tidak aku pernah mengujinya dengan menyebutkan satu-satu nama ibu kota di dunia ini dan ia mampu menjawabnya. Bahkan ia mampu menguraikan dengan runut sejarah para tokoh nasional negeri ini. Makanya aku sangat yakin kalau ia seharusnya mampu mendapatkan nilai terbaik pada pelajaran ini.

Karena heran aku meminta untuk melihat hasil ujiannya. Beberapa menit kemudian Ibu Santi selaku wali kelasnya membawakan hasil ujiannya padaku. Kusimak perlahan-lahan pertanyaan yang diberikan hingga jawaban yang adikku tuliskan. Dan ternyata memang benar. Cukup banyak jawaban adikku yang tidak sesuai dengan jawaban semestinya.

Dari 10 soal adikku hanya menjawab 6 pertanyaan dengan benar. Selebihnya jawaban ia salah. Sebanyak dua pertanyaan ia jawab dengan jawaban yang sama. Pertanyaannya kurang lebih seperti ini:
“No. 7 Siapa saja orang-orang yang dapat dikatakan pahlawan?
Jawaban: Ibu
No. 8 Setiap tanggal berapa hari pahlawan diperingati?
Jawaban: Tanggal lahir Ibuku
No. 9 Sebutkan 5 pahlawan nasional yang kamu ketahui!
Jawaban: Ibu
No. 10 Mengapa kamu memilih 5 nama pahlawan nasional di atas? Jelaskan alasannya!
Jawaban: Karena Ibu pahlawanku, yang mengajari aku berbicara sejak kecil, yang tidak lelah menuntun aku agar bisa berjalan, yang mengajariku membaca dan menghitung, yang selalu menyediakan bekal siangku. Ibu juga selalu memberikan saat aku menginginkan sesuatu. Dan ibu yang menjadi pelindung saat aku dimusuhi teman-temanku”.

Saat melihat jawabannya aku bukan menyesali. Rasa bangga dan sedih yang justru datang menghampiri saat itu. Memang 3 bulan yang lalu Ibu telah meninggalkan kami terlebih dahulu. Kanker yang diderita membunuhnya secara tiba-tiba. Kebiasaan-kebiasaan kami juga banyak yang berubah setelah kepergian Ibu. Salah satunya adalah canda tawa bersama.

Aku meyakini jawaban adikku memberi tanda kalau sosok Ibu sangat membekas, bahkan tidak akan pernah tergantikan. Aku teringat betul saat malam itu aku pulang ke rumah dan tersisa seporsi nasi. Aku melihat Ibu sedang mengambil makan untuk dimakannya.

Saat aku tiba menghampiri, nasi yang ingin disuapnya batal ia makan. Justru ia menanyakan apakah aku sudah makan. Karena aku menjawab belum saat itu juga Ibu mengalihkan makanannya kepadaku. Dan mengatakan “kalau makanan ini sengaja ia ambilkan untuk aku”.

Aku bangga dengan Ibu, aku cinta dengan Ibu, ia memang menjadi pahlawan kami. Ketangguhannya membesarkan kami adalah perjuangan yang begitu mulia. Hingga melahirkan aku dan adikku sebagai orang yang selalu ia cita-citakan untuk merawat Negeri ini.

Kenangan bersama Ibu telah tersimpan dalam ingatan. Aku selalu berdoa agar amnesia tidak menjadi penyakitku kapanpun itu. Agar mampu mengingat kenangan indah kami bersama. Sekarang hanya selembar foto yang mampu menjadi obat rindu kami pada Ibu. Yang selalu dapat melihat senyumannya yang begitu manis.

Doa untukmu selalu terpanjatkan di setiap salat kami, Ibu. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER