VIRUS EBOLA

Tak Digaji, Dokter Menyerah Tangani Ebola

CNN Indonesia
Rabu, 03 Sep 2014 15:52 WIB
Bertaruh nyawa, dokter dan tenaga medis yang menangani penyakit Ebola di Liberia tidak mendapatkan gaji selama dua bulan. Mereka pun memutuskan untuk mundur.
Monrovia, CNN Indonesia --

Dua dokter di Pusat Kesehatan John F. Kennedy (JFK), Liberia, meninggalkan fasilitas penannganan penyakit Ebola tersebut karena tidak mendapatkan gaji selama dua bulan, pada Selasa (2/9).

Aksi pengunduran diri mereka menyusul aksi demo para petugas kesehatan di Rumah Sakit Connaught di Sierra Leone, pada Senin (1/9).

"Sudah ada petugas kesehatan dan dokter di JFK yang meninggal. Mantri kesehatan merawat pasien Ebola dengan perut lapar karena tidak digaji," kata George Williams, Sekjen Asosiasi Pekerja Kesehatan Liberia, seperti dikuti Reuters.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

William menyatakan bahwa lebih dari 120 tenaga medis yang menanggani Ebola meninggal karena terjangkit virus ini, atau sepersepuluh dari total kematian akibat Ebola di Liberia, Sierra Leone, dan Guinea.

WHO telah mengupayakan bantuan tenaga medis dan obat-obatan ke berbagai negara yang terjangkit, namun hingga saat ini masih minim.

Kisah tragis penanganan Ebola juga terjadi di Monrovia, ibukota Liberia, ketika seorang laki-laki yang diduga adalah pasien Ebola yang menolak dibawa ke klinik dan melarikan diri ke tempat pembelanjaan setempat.

Orang itu kemudian ditangkap oleh empat personil kesehatan yang mengenakan baju pelindung berwarna kuning dan dibawa menggunakan mobil, setelah sempat membuat panik warga yang sedang berbelanja.

Harapan Hidup Masih Ada

Di lain kesempatan, Kent Brantly, dokter berkewarganegaraan Amerika Serikat yang sempat terjangkit virus Ebola mengaku bersyukur bisa sembuh meskipun sempat putus asa saat dia terjangkit virus mematikan itu.

"Saya tidak bisa bernafas dan tidak ada alat bantuan pernafasan untuk membantu saya,” kata Brantly yang sembuh dari Ebola setelah diobati dengan obat eksperimental Zmapp, sebagaimana dikutip NBC News.

Saat di Liberia, para dokter yang merawatnya tidak menyangka dia mampu bertahan hidup. Meski para dokter tak menyampaikan kondisi kesehatannya dengan detail, Brantly merasa sangat dekat dengan ajal karena dia kesulitan bernafas dan menggigil dengan parah.

"Walaupun saat ini terlihat sehat, saya masih merasa sangat lemas dan harus memulihkan diri," tuturnya. .

Brantly awalnya ke Liberia hanya untuk melakukan misis kesehatan. Dia kemudian menjabat sebagai direktur Pusat Penanganan Terkonsolidasi Kasus Ebola Samaritan's Purse, sebuah organisasi amal Kristen evangelis, sejak penyakit mematikan ini mulai mewabah

WHO mencatat, Ebola telah menyebabkan 1.552 orang meninggal dan sekitar 20.000 orang dinyatakan terjangkit virus ini.

Pemerintah Liberia menyediakan tim kordinator penanganan Ebola yang bertugas menangani pemakaman, karena virus ini dapat menyebar lewat kontak dengan darah atau cairan yang keluar dari tubuh orang-orang terjangkit Ebola dan bahkan dari jenazah.

"Awalnya sulit untuk masyarakat untuk melaporkan kematian, dan mereka lebih memilih untuk mengusir kami," kata Alpha Tamba, koordinator tim penanggulangan Ebola

Obat Ebola, ZMapp yang hingga saat ini belum masih dalam tahap percobaan, dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Mapp Biopharmaceutical Inc. yang berlokasi di San Diego.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER