Ketidakbebasan berdemokrasi yang terjadi di Hong Kong terjadi karena kewenangan Pemerintah Tiongkok sebagai pemerintah pusat. Tiongkok mendesak Hong Kong untuk berfokus pada perkembangan ekonomi dengan cara membatasi kekuatan politiknya dengan imbalann stabilitas yang dibutuhkan oleh Hong Kong. Sebaliknya Hong Kong harus memberikan kontribusi maksimal dalam ekonomi.
Saya setuju bahwa pemerintah pusat memang berhak untuk mengatur bagaimana demokrasi di semua wilayahnya.
Hong Kong sudah semakin berkembang. Jika dibanding dengan wilayah Tiongkok Daratan, pembangunan wilayah ini berorientasi pada New York dan kota-kota lain di negara Barat, bukan Beijing. Secara geografis, Hong Kong yang dibawahi Tiongkok berada di pusat dunia. Oleh karena itu, di Tiongkok kini ada “dua matahari”, yaitu Beijing dan Hong Kong. Sehingga timbul ketakutan Tiongkok kehilangan kendali terhadap Hong Kong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan sejarah pula, keruntuhan Tiongkok kerap datang dari laut. Negara Barat dan Jepang dulu memasuki Tiongkok lewat jalur maritim. Sehingga wajar jika pemerintah Tiongkok ingin membatasi ruang gerak Hong Kong karena trauma terhadap celah di batasan-batasan laut.
Tapi transisi regulasi sangat memerlukan sosialisasi. Terlebih lagi regulasi dalam hal demokrasi yang melibatkan hajat hidup orang banyak.
Namun, sosialisasi yang disertai ketegasan juga tidak mungkin bisa dilakukan, apalagi jika mayoritas penduduk negaranya adalah pebisnis yang dinamis dan terbiasa menghargai kebebasan berpendapat, seperti yang terjadi sekarang di Hongong.
Penolakan akan regulasi baru yang terjadi di Hong Kong bisa jadi bumerang bagi Pemerintah Tiongkok. Sebagai pemerintah pusat harusnya mereka dapat menerima aspirasi masyarakat Hong Kong terlebih dahulu, karena selama ini telah diberlakukan sistem 'one country two system'.
Jika penolakan masih terjadi dan Pemerintah Tiongkok tidak dapat menerima aspirasi, nantinya aka nada masing-masing pihak yang mencari versi demokrasi idealnya sendiri. Demonstrasi yang terjadi akan merusak citra Hong Kong. Bagaimanapun juga Hong Kong membutuhkan stabilitas keamanan dan finansial, yang bisa mereka dapatkan dari Pemerintah Tiongkok.
Perlu dialog berkelanjutan antara Pemerintah Tiongkok, Pemerintah Hong Kong dan perwakilan masyarat agar regulasi baru dapat dipahami dan berjalan lancar. Dengan begitu, akan ada sebuah titik di mana kebebasan dan tanggung jawab bertemu.
Kedua negara harus berhati-hati menghadapi krisis demokrasi ini.
Walau Hong Kong adalah wilayah yang penting untuk Tiongkok, perlu dicatat bahwa Tiongkok mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk membalikan keadaan. Jika Hong Kong terus menerus menolak regulasi, Tiongkok bisa dengan mudah menjadikan Beijing sebagai menjadi pusat perekonomian yang baru.
Pemerintah Tiongkok pun harus berhati-hati karena ada kemungkinan Hong Kong bisa menjadi seperti Ukraina, negara Eropa Timur yang bergabung dengan NATO kemudian berbalik melawan induknya.
Demonstrasi yang terjadi memang akan merusak citra Hong Kong. Namun, masyarakat Hong Kong adalah masyarakat yang sadar akan pentingnya stabilitas keamanan dan finansial. Karena itu, krisis di Hong Kong mungkin tidak akan bertahan lama.
--
Teuku Rezasyah adalah pengamat hubungan internasional, Direktur Indonesian Center for Democracy, Diplomacy and Defense