KONFLIK TIMUR TENGAH

Konflik Gaza Suburkan Sikap Anti-Yahudi

CNN Indonesia
Kamis, 11 Sep 2014 12:48 WIB
Di beberapa negara, sentimen anti-semit berkembang hingga ratusan persen, menyusul serangan Israel ke Gaza yang menewaskan lebih dari 2.000 orang bulan lalu.
Menurut pengamat, jumlah kasus anti-Yahudi terlalu dibesar-besarkan.
Jakarta, CNN Indonesia -- Senin pekan ini PBB menjadi tuan rumah sebuah sesi seminar anti-semit, terkait kasus anti-Yahudi yang meningkat hingga ratusan persen di Eropa menyusul penyerangan Israel ke Gaza selama 50 hari yang menewaskan lebih dari 2.000 orang, 400 di antaranya anak-anak.

Seminar yang diadakan di markas PBB New York itu diselenggarakan oleh Perwakilan Tetap Palau untuk PBB dan dihadiri 500 orang dari kelompok pegiat perdamaian dunia, umat Yahudi dan para pemuka agama.

Dalam konferensi itu dibicarakan soal mengatasi perilaku anti-semit yang terus meningkat, terutama di benua Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut data World Zionist Organization, pada bulan Juli ketika pengeboman Israel ke Gaza dimulai , sentimen anti Yahudi meningkat hingga 130 persen di Amerika, 436 persen di Eropa, 600 persen di Afrika Selatan dan melonjak 1.200 persen di Amerika Selatan, dibandingkan dengan angka Juli 2013.

Menurut Perwakilan Israel untuk PBB, Ron Prosor, angka ini bahkan lebih besar ketimbang sentimen anti-Yahudi yang terjadi pada Perang Dunia II.

"Dimana kemarahan kalian? Dimana kecaman dunia? Diamnya masyarakat saat ini sama seperti diamnya mereka di tahun 1930an dan kita semua punya kewajiban untuk berdiri dan melawan," kata Prosor berbicara dalam seminar PBB yang bertajuk, "Anti-Semit Global: Ancaman bagi Perdamaian dan Keamanan Internasional" itu, yang dikutip dari algemeiner.com.

Aksi protes anti-semit juga digelar di banyak negara, termasuk negara-negara Eropa yang merupakan tempat tinggal jutaan umat Yahudi. Salah satunya di Prancis yang berakhir ricuh.

Umat Yahudi sampai harus dikawal polisi setelah terpojok di sebuah bangunan pada Juli lalu. Kecaman Perdana Menteri Prancis Manuel Valls terhadap kasus itu tiada guna, buktinya kasus serupa terjadi lagi dua minggu kemudian.

Saat itu, 400 demonstran merusak sinangog dan toko-toko warga Yahudi di Sarcelles, utara Paris, sembari berteriak "Kematian untuk Yahudi" atau "Kembalikan mereka ke kamar gas."

Majalah Newsweek dalam artikel 29 Juli menuliskan bahwa tindakan anti-semit ini yang lantas membuat banyak Yahudi di Eropa hengkang.

Menurut survei Badan HAM Fundamental pada November 2013, sebanyak 29 persen Yahudi di Uni Eropa berimigrasi karena mereka merasa tidak aman. Sebanyak 79 persen responden m engatakan bahwa sentimen anti-Yahudi semakin parah dalam lima tahun terakhir, terutama di Prancis, Hungaria dan Belgia.

Namun pandangan lain disampaikan oleh Akiva Eldar, seorang kolumnis dan penulis buku di laman Al-Monitor. Menurut dia, angka peningkatan anti-semit di Eropa terlalu dilebih-lebihkan.

"Kasus terbanyak dalam satu negara, 116, terjadi di Prancis, tempat tinggal komunitas Yahudi terbesar di Eropa, sekitar 600.000 orang tinggal. Namun jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan fenomena anti-semit di awal abad ke-21 dan Nazi tahun 1930an atau operasi progrom di Rusia," tulis Eldar.

Menurut dia, gelombang kebencian yang lebih parah dialami oleh umat Muslim dunia, terutama di negara-negara Eropa yang pemerintahnya menerapkan kebijakan anti-Islam, salah satunya Prancis yang melarang penggunaan burqa dan atribut keagamaan lainnya.

Seperti diketahui, gerakan sayap kanan - baik organisasi massa dan partai politik - mulai berkembang pesat di Eropa.

"Kelompok sayap kanan radikal di Prancis, Jerman, Austria dan negara-negara Skandinavia, menunggangi gelombang kebencian dan ketakutan terhadap berkembangnya komunitas Muslim, lebih parah ketimbang gelombang anti-semit terhadap komunitas Yahudi yang kecil," lanjut Eldar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER