Jakarta, CNN Indonesia -- Sanksi ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba telah merugikan negara itu di sektor perdagangan luar negeri hingga mencapai US$3,9 miliar atau lebih dari Rp49,9 triliun pada setahun terakhir.
Total kerugian Negara Komunis itu akibat embargo AS selama 55 tahun terakhir mencapai US$116,8 miliar atau Rp1,377 triliun, seperti disampaikan pemerintah Kuba jelang laporan tahunan mereka ke PBB, Selasa (9/9).
Laporan ini disampaikan ke PBB setiap tahun untuk mendorong pencabutan embargo ekonomi terhada Kuba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam 22 tahun berturut-turut, Kuba mendapatkan dukungan banyak negara yang diwujudkan dalam resolusi PBB mendesak dicabutnya embargo.
Tahun lalu, 188 negara mendukung resolusi, hanya dua yang menolak, yaitu Amerika Serikat dan Israel.
Walaupun para sekutu Washington turut mengkritik sistem satu partai dan represi terhadap lawan politik pemerintah Kuba, namun Amerika mulai kehilangan dukungan embargo sejak runtuhnya Uni Soviet.
Saat ini hanya AS yang masih menerapkan embargo ekonomi terhadap Kuba.
"Tidak ada dan tidak pernah ada di dunia, pelanggaran dan teror terhadap hak asasi manusia seluruh rakyat kecuali blokade yang dilakukan Amerika Serikat ke Kuba selama 55 tahun," kata Wakil Menteri Luar Negeri Abelardo Moreno.
AS menjatuhkan sanksi pertama pada tahun 1960, dan embargo penuh pada 1961, usai kemenangan Fidel Castro pada pemberontakan di Kuba tahun 1959.
Embargo berupa larangan berdagang dan denda bagi perusahaan dari AS dan negara ketiga yang berbisnis dengan Kuba.
Kerugian AS$3,9 miliar dialami sektor perdagangan internasional Kuba dari April 2013 hingga Juni 2014.
Padahal jika tidak diembargo, menurut laporan Kuba, negara itu bisa mendapatkan keuntungan hingga US$205,8 juta dari penjualan cerutu dan rum.