Jakarta, CNN Indonesia -- Peristiwa tewasnya lebih dari 500 orang di laut Mediterania adalah salah satu insiden terburuk dalam upaya manusia mencari penghidupan dan keamanan yang lebih baik.
Dua orang warga Gaza, Palestina, yang selamat mengatakan bahwa kapal mereka yang berlayar dari Mesir menuju Malta ditenggelamkan oleh pemilik kapal karena para pengungsi menolak dipindahkan ke kapal lain.
Setelah itu, muncul kabar tenggelam satu kapal lain di pantai Libya, saat hendak berlayar menuju Italia, menewaskan 160 pencari suaka asal Afrika, hanya 36 yang selamat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua peristiwa memilukan ini adalah risiko yang dihadapi manusia yang memutuskan meninggalkan negara mereka untuk mencari suaka di negara lain.
Menurut harian The Telegraph, kebanyakan mereka adalah warga yang ingin menghindari perang di Irak dan Suriah, kemiskinan dan kerusuhan di wilayah Tanduk Afrika dan Afrika Barat, kekacauan di Libya atau represi di Iran.
Mereka harus membayar ongkos yang tidak murah, hingga puluhan juta rupiah, untuk naik ke kapal reyot untuk sampai negara tujuan, walau harus mempertaruhkan nyawa.
Italia sendiri telah menyelamatkan lebih dari 100 ribu imigran gelap sejak Oktober tahun lalu setelah peluncuran program Mare Nostrum atau Laut Kami untuk mengintersepsi dan menyelamatkan para migran yang mencoba menuju pulau Lampedusa dan Sisilia, daratan terdekat dari Afrika Utara.
Pada 3 Oktober tahun lalu 360 pencari suaka tewas saat kapal mereka tenggelam di Pulau Lampedusa.
Sejak tahun 1988, lebih dari 20 ribu anak dan orang dewasa tewas saat mencoba mencapai Eropa melalui jalur laut, seperti disampaikan dalam data Fortress Europe.
"Demi ribuan poundsterling untuk sekali melintas, para penyelundup manusia menempatkan para imigran ini di kapal yang penuh sesak dan menyebabkan kematian langsung dan tidak langsung pada ribuan orang," ujar IOM.
Per Juni tahun ini sekitar 42.000 imigran ilegal mencoba melintasi Mediterania menuju Italia. Mereka dari Mesir, Libya, Sudan, Eritrea dan Suriah -- baik wanita, pria dan anak-anak.
Yunani juga jadi tujuan favorit. Tahun lalu 15 ribu migran ilegal tiba di negara itu sebagai tujuan pertama sebelum menuju negara-negara Eropa lainnya.
Menurut pemerintah Italia yang dikutip harian Sidney Morning Herald, SMH, saat ini sekitar 800 ribu orang tinggal di sepanjang pantai Afrika, menunggu kesempatan melintas ke Eropa.
Kasus AustraliaMasalah yang sama juga dialami oleh Australia.
SMH mencatat, antara 2009-2013 ada 51.637 imigran ilegal datang menuju Australia menggunakan kapal. Puncaknya adalah 2013 yang mencapai 20.587 imigran ilegal. Tidak jarang puluhan dari mereka mengalami nasib yang sama, tewas akibat kapal yang tenggelam.
Untuk menuju Pulau Christmas, para imigran gelap melintasi laut melalui Indonesia dan lewat penghubung di Cisarua, Puncak, mereka kemudian berlayar dari pantai Pacitan atau Tulungagung, Jawa Timur.
Upaya Australia mengatasi imigran gelap cukup keras, salah satunya adalah mendorong kembali para imigran kembali ke pulau Jawa di dalam sekoci tertutup, sebuah praktik yang dikecam pemerintah Indonesia.
Mereka nekat memilih cara ini karena jika menggunakan jalur resmi melalui Badan Pengungsi PBB, UNHCR, dibutuhkan waktu bertahun-tahun sampai aplikasi mereka disetujui dan ditempatkan di negara lain. Selama menunggu, mereka tidak boleh bekerja dan anak-anak tidak bisa sekolah.
Akhirnya, jalan satu-satunya adalah masuk secara gelap dan mengajukan permohonan suaka di negara tujuan.
Menurut Konvensi Pengungsi PBB para pengungsi memiliki hak memasuki sebuah negara untuk mencari suaka, terlepas dari cara yang mereka gunakan, apakah dengan dokumen perjalanan yang sah atau tidak.
Bahkan menurut konvensi tersebut satu negara dinyatakan bertindak melanggar hukum jika memberi cap "pendatang gelap" kepada mereka yang datang untuk mencari suaka.
Sebagai penandatangan konvensi ini Australia wajib memperbolehkan para pencari suaka masuk, bukan didorong kembali ke Indonesia.
"Australia dan hukum internasional membuat peraturan ini karena tidak selalu aman atau dapat dilakukan oleh pencari suaka untuk memperoleh dokumen perjalanan melalui jalur resmi. Pengungsi adalah, berdasarkan definisinya, orang yang lari dari hukuman dan pada banyak kasus lari dari pemerintah mereka sendiri," tulis lembaga Refugee Council of Australia.