CNN Indonesia -- Apapun hasil dari referendum Skotlandia bentuk wilayah negara-negara Eropa mulai berubah dan semangat separatisme akan bergaung di seluruh penjuru Eropa.
Jika warga Skotlandia menolak merdeka, mereka akan mendapatkan kekuasan yang besar seperti yang telah dijanjikan pemerintah Inggris, dan tentu saja akan membuat Wales dan Irlandia Utara meminta hak yang sama.
Jika warga Skotlandia memilih berpisah dari kerajaan Britania Raya setelah 307 tahun bergabung, semangat kemerdekaan akan menginspirasi wilayah otonomi Catalonia yang menuntut kemerdekaan dari Spanyol, dan daerah Flanders yang ingin merdeka dari Belgia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pekan lalu, ratusan ribu warga Catalonia melakukan aksi demonstrasi di Barcelona mendesak Raja Spanyol untuk mengadakan referendum.
Aksi warga Catalonia itu akan menginspirasi warga Basque yang telah menerima otonomi daerah dari pemerintah Spanyol melakukan hal serupa.
Paska Perang Dingin dan runtuhnya Tembok Berlin, batas wilayah atau teritori negara-negara di Eropa telah berubah. Negara baru bermuncula, mulai dari aksi berdarah di wilayah Balkan maupun perpisahan damai di wilayah Baltik.
Jika kita kembali melihat keadaan Spanyol pada akhir dekade 1970 setelah rezim Jenderal Francisco Franco berakhir, daerah-daerah penting yang telah mendapat otonomi daerah dan menjadi lebih kuat dibandingkan dengan pemerintah pusat.
Globalisasi dan integrasi Uni Eropa mempunyai peran penting dalam memperkuat pembentukan kekuasan daerah yang terlepas dari pemerintah pusat.
Hampir sebagian besar negara di Eropa kini berbagi mata uang, paspor, pasar, komoditas dan standar yang dianut bersama.
Kaum Nasionalis Eropa sulit menerima bahwa partai politik di Inggris, Perancis, Austria dan Belanda yang menyuarakan kemerdekaan dan pemisahan diri dari Uni Eropa mendapat dukungan yang besar tahun ini.
Inggris, yang sebelumnya dikenal sebagai penguasa laut kini harus berunding dengan Uni Eropa terkait kebebasan penangkapan ikan di wilayah laut mereka.
"Uni Eropa telah berkembang menjadi sekumpulan negara yang dapat mengintervensi negara lain, bahkan untuk masalah sepele seperti bir dan sosis sekalipun," tulis diplomat Inggris Robert Cooper dalam bukunya
The Breaking Nations pada tahun 2003.
Teritori kekuasaan negara Eropa menjadi semakin cair, dan rakyat Eropa mendesak penerapan demokrasi di sejumlah lembaga Uni Eropa.
Komite Daerah, lembaga regional yang dibentuk oleh Uni Eropa pada tahun 1990-an agar pejabat lokal dapat menyuarakan aspirasi mereka kini hanya seperti lembaga yang gagal.
"Masalah regional tak akan menjadi perhatian Uni Eropa," kata salah satu pejabat daerah sebuah daerah otonomi yang tak mau disebutkan namanya.
Sejumlah provinsi di Jerman harus membangun kantor perwakilan di ibukota Uni Eropa, Brussels, agar permasalahan mereka mendapat perhatian Uni Eropa.
Tuntutan kemerdekaan dari Skotlandia maupun Catalonia dipicu dari keinginan mendapatkan kursi di Parlemen Uni Eropa, tanpa harus diwakili oleh pejabat dari London atau Madrid.
Krisis ekonomi yang dimulai tahun 2008 membuat jenjang antara masyarakat kaya dan miskin semakin melebar, begitu juga dengan hubungan pemerintah pusat dan daerah.
Keadaan ini memicu semangat kemerdekaan, khususnya di daerah Flanders, Belgia, yang mayoritas penduduknya berbahasa Belanda dan daerah Wallonia, Belgia yang mayoritas penduduknya berbahasa Perancis.
Masyarakat kaya dari kota besar Jerman, seperi Bavaria dan Hessen, tak lagi mau mensubsidi pajak masyarakat miskin di daerah terpencil.
Warga di daerah makmur di utara Italia telah menerapkan sistem fiskal federal untuk mengurangi kewajiban mereka membayar pajak untuk membantu daerah terpencil di daerah selatan Mazzogiorno.
Tokoh nasionalis Skotlandia, Alex Salmond, mempergunakan momentum referendum ini untuk mengkampanyekan kemerdekan, dan mengolok para pejabat London yang berkampanye hingga ke Skotlandia agar warga Skotlandia memilih tetap bergabung bersama Inggris.
"Jika saya tahu mereka akan datang ke sini, saya akan tangung ongkos bus mereka," kata Salmond setengah mengejek pejabat Inggris.
Kemerdekaan Skotlandia juga telah memicu sejumlah partai nasional, seperti The UK Independence Party, atau UKIP, Partai Nasional Percancis, Partai Kemerdekaan Austria dan Belanda untuk mengkampanyekan kemandirian dari Uni Eropa dan membentuk batas wilayah baru untuk mengurangi alur imigrasi dan kegiatan impor murah.
Nicholas Levrant, ahli hukum internasional dari Studi Global di Universitas Jenewa menyatakan maraknya semangat kemerdekaan di beberapa daerah di Eropa dapat memicu pembentukan pemerintahan sendiri di masing-masing blok Uni Eropa.
"Maraknya semangat negara baru akan mendesak Uni Eropa untuk berubah, dari hanya enam negara, lalu 28 negara, dan akan hancur jika Eropa terpecah menjadi 100 negara," kata Levrant.
Paul Taylor adalah kolumnis di 'The International New York Times'.