Jakarta, CNN Indonesia -- Dua tahun lalu, Menteri Pertahanan Amerika Serikat kala itu Leon Panetta memperingatkan bahaya serangan siber karena lebih merugikan ketimbang aksi terorisme.
Dalam laporan di situs Defense News, Panetta mengatakan bahwa ancaman serangan "Pearl Harbor-siber" semakin nyata dalam beberapa tahun belakangan dan akan semakin meningkat di tahun depan.
"Serangan siber oleh negara atau kelompok ekstremis bisa sama merusaknya seperti serangan 9/11," kata Panetta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam survei yang dikeluarkan oleh Defence News, 45 persen dari 325 pemimpin industri di AS mengatakan bahwa perang siber sangat berbahaya bagi Amerika. Mereka juga meminta Komando Siber AS yang dibentuk Pentagon tahun 2010 diperkuat.
"Dunia maya menjadi medan perang yang sama seperti operasi militer di darat, laut, udara dan angkasa," kata Wakil Menteri Pertahanan AS kala itu, William Lynn, seperti yang dikutip Al Jazeera.
Menurut perusahaan penyedia layanan teknologi Akamai Technologies, seperti dilansir Forbes, pada kuartal terakhir 2013 serangan siber meningkat 75 persen, dan peretas dari Tiongkok mengambil porsi sebanyak 43 persen dari serangan tersebut.
Menurut laporan CSIS yang dikutip TIME Juli lalu, serangan siber telah merugikan perusahaan di Amerika hingga US$30 miliar, hanya karena kehilangan kekayaan intelektual saja, belum termasuk ongkos perbaikan dan pemulihan informasi yang rusak atau hilang.
Menurut FBI, 3.000 perusahaan AS telah diretas pada 2013 oleh penjahat siber yang diduga diupah Tiongkok.
AS sendiri adalah negara yang kerap melakukan serangan siber.
Pada tahun 2009 dan 2010, Badan Keamanan Nasional AS, NSA, dilaporkan mengirim virus ke jaringan instalasi program nuklir Iran.
NSA juga telah menyadap email dan percakapan dari seluruh dunia, termasuk para kepala negara, seperti tercantum dalam dokumen rahasia yang dibocorkan Edward Snowden.
Menurut situs NATO Review, serangan peretas diduga bermula pada tahun 1988 saat Robert Tapan Morris menciptakan program worm yang dikenal dengan nama Morris worm.
Program merusak ini masuk ke sebagian besar komputer di AS dan melemahkan Unix System noun 1 serta mampu menggandakan diri, membuat komputer jadi lambat hingga akhirnya mati total.
Morris adalah orang pertama yang didakwa atas peretasan di bawah undang-undang penipuan dan penyalahgunaan komputer.
Sebagai informasi, saat ini Morris adalah professor di Massachusetts Institute of Technology, MIT.
Di masa depan, serangan akan lebih berbahaya, misalnya mematikan aliran listrik yang selanjutnya disusul dengan serangan militer atau teroris, ini yang ditakutkan oleh ahli keamanan internet Eugene Kaspersky.
"Ini bukan perang siber lagi, tapi terorisme siber dan saya takut ini hanya awal dari sebuah permainan. Saya khawatir ini akan jadi akhir dunia," kata Kaspersky.