DEMO HONG KONG

Revolusi Payung Mengancam Tiongkok

CNN Indonesia
Selasa, 30 Sep 2014 00:44 WIB
Aksi demontrasi Hong Kong terus berlanjut. Aksi demontrasi ini adalah tantangan politik terbesar bagi Tiongkok sejak insiden Lapangan Tiananmen 25 tahun lalu.
Seorang wanita berbaring di jalanan untuk memblokir jalan menuju Distrik Finansial Pusat di depan kantor pemerintah Hong Kong pada 29 September 2014. (Reuters/Carlos Barria)
Hong Kong, CNN Indonesia -- Pengunjuk rasa demokrasi Hong Kong tidak mengindahkan serangan gas air mata dan tongkat polisi untuk tetap berdiam di pusat finansial global ini.

Aksi demonstrasi ini adalah yang tantangan politik terbesar bagi Tiongkok sejak insiden Lapangan Tiananmen 25 tahun lalu.

Pemerintah Komunis di Beijing dengan tegas mengatakan tidak akan mentolerir pembangkangan, dan memperingatkan agar asing tidak campur tangan sementara aksi para pengunjuk rasa ini memasuki malam keempat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Hong Kong adalah Hong Kong milik Tiongkok,” ujar Hua Chunying, juru bicara kementrian luar negeri Tiongkok, dalam jumpa pers di Beijing.

Kerusuhan terburuk di Hong Kong sejak Tiongkok mengambil alih kendali atas bekas koloni Inggris pada 1997 ini membuat asap putih tebal terlihat di antara gedung-gedung kantor dan mal sebelum polisi anti huru-hara tiba-tiba menarik diri pada saat jam makan siang Senin (29/9).

Puluhan ribu orang yang sebagian besar adalah pelajar menuntut demokrasi penuh dan mendesak pemimpin Hong Kong Leung Chun-ying mundur.

Tiongkok memerintah Hong Kong di bawah kebijakan “satu negara, dua sistem’ yang hanya sedikit menerapkan demokrasi di wilayah ini.

Ketika polisi anti huru-hara ditarik pada Senin, para pengunjuk rasa tidur di tepi jalan atau di bawah payung, yang menjadi simbol dari aksi yang disebut “Revolusi Payung.” Selain itu, payung juga digunakan untuk melindungi diri dari semprotan merica polisi.

Penyelenggara aksi mengatakan hingga 80 ribu orang memenuhi jalan-jalan setelah protes dimulai pada Jumat malam.

Protes yang tidak memiliki satu pemimpin ini diikuti oleh mahasiswa yang sebagian besar canggih dalam teknologi dan tumbuh dengan kebebasan yang tidak pernah dirasakan oleh warga di Tiongkok daratan.

Dan gerakan ini merupakan ancaman terbesar bagi kepemimpinan Partai Komunis di Beijing sejak pembubaran protes pro demokrasi mahasiswa di Lapangan Tiananmen yang berdarah pada 1989.

Upaya membubarkan aksi protes yang terlalu keras akan menurunkan kepercayaan di Hong Kong yang sangat dipengaruhi oleh pasar, sementara tidak memberi reaksi yang cukup tegas akan bisa menumbuhkan pembangkang di Tiongkok daratan.

Aksi protes diperkirakan akan meningkat pada 1 Oktober, yang merupakan hari libur nasional Tiongkok, dan warga Makau berencana melakukan aksi protes.

Para pegiat pro demokrasi di negara lain juga berencana melakukan aksi protes yang akan semakin membuat Beijing malu.

Aksi pembangkangan seperti ini tidak akan pernah dibiarkan di Tiongkok Daratan dimana kalimat “Occupy Central” diblok di Weibo, Twitter versi Tiongkok.

Aksi protes ini tidak menjadi pemberitaan besar ti Tiongkok daratan sehingga pemerintah tidak terlalu mendapat kecaman.

Para pengunjuk rasa menuntut agar ada pencalonan terbuka bagi kandidat pemimpin Hong Kong dalam pemilu 2017.

Pada 31 Agustus lalu parlemen Tiongkok mendukung satu kerangka kerja yang memastikan bahwa hanya kandidat pro Beijing yang bisa berlaga dalam pemilu itu.

Keprihatinan Internasional

Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk Hong Kong dan Makau mengeluarkan pernyataan tidak akan berpartisipasi dalam berbagai bentuk kegiatan dengan perkembangan domestik Hongkok. “…tetap akan menghormati aturan hukum yang berlaku di Hong Kong.” demikian pernyataan tertulis KJRI Hong Kong yang diterima CNN Indonesia.

KJRI juga menghimbau warga Indonesia yang tinggal di Hong Kong untuk berhati-hati dan tidak berpartisipasi dalam pergerakan massa yang menjadi isu dalam negeri Hong Kong dan Republik Rakyat Tiongkok.

Tayangan televisi mengenai kerusuhan di Hong Kong membuat banyak pihak di luar negeri prihatin, terutama Taiwan yang menerapkan demokrasi penuh tetapi dianggap sebagai propinsi yang memisahkan diri sehingga harus bersatu kembali.

Presiden Taiwan Ma Ying-jeou mengatakan Beijing harus “mendengar dengan baik tuntutan warga Hong Kong.”

Inggris juga mengatakan prihatin dengan situasi di Hong Kong dan meminta agar hak melakukan protes tetap dilindungi.

Konsulat Amerika Serikat di wilayah itu mengeluarkan pernyataan yang meminta semua pihak untuk “menahan diri dari tindakan yang akan meningkatkan ketegangan.”

Sementara pemerintah Tiongkok melalui juru bicara kementrian luar negerinya mengatakan telah mendengar pernyataan dari negara-negara lain itu. “Kami berharap negara-negara itu berhati-hati dalam menanggapi situasi ini dan tidak mengirim pertanda yang salah,” ujar Hua Chungying

“Kami dengan keras menentang negara asing yang mempergunakan metode apapun untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri Tiongkok. Kami menentang keras negara manapun yang mencoba mendukung kegiatan ilegal seperti ‘Occupy Central.”

“Kami sangat yakin dengan kemakmuran dan stabilitas jangka panjang di Hongkok, karena ini sejalan dengan kepentingan seluruh rakyat Tiongkok, wilayah dan dunia,” tambahnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER