Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 40 orang meninggal dunia dalam serangkaian ledakan yang terjadi di kota Xinjiang, Tiongkok, yang diduga dilakukan oleh kelompok separatis Muslim Uighur.
Diberitakan AFP yang mengutip media regional Xinjiang, Tianshan, Kamis (25/9), serangan di distrik Luntai pada Minggu (21/9) itu juga menewaskan 2 warga sipil dan empat polisi.
Sebanyak 54 warga sipil terluka, terdiri dari 32 warga Uighur dan 22 warga etnis Han.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya media Tiongkok mengatakan hanya dua orang yang tewas. Pemerintah Partai Komunis Tiongkok menutup rapat-rapat akses ke lokasi serangan dan informasi soal insiden tersebut sulit diverifikasi.
Menurut Tianshan, dua pelaku penyerangan berhasil tertangkap, sementara pelaku utama yang diketahui bernama Mamat Tursun ditembak mati.
Sebanya 40 korban tewas, lanjut artikel di Tianshan, adalah para "perusuh" yang kemungkinan meninggal akibat meledakkan diri atau ditembak mati polisi.
Menurut laporan polisi yang dikutip dari Xinhua, Mamat Tursun adalah pemimpin serangan tersebut dan telah bergabung dengan kelompok ekstremis sejak tahun 2003 serta giat menyerukan warga Uighur bergabung dalam organisasi radikal yang dipimpinnya.
Serangan ini terjadi beberapa hari sebelum pengadilan Tiongkok menjatuhi hukuman seumur hidup untuk cendekiawan Uighur Ilham Tohti karena dinilai memicu separatisme dalam situs internet Selasa lalu.
Amerika Serikat, Uni Eropa dan banyak kelompok HAM mendesak Tiongkok segera membebaskan pria 44 tahun itu yang menurut mereka adalah cara Beijing membungkam suara demokrasi rakyat Uighur yang moderat dan berpotensi menutup jalan dialog serta rawan memicu kekerasan.
Dalam setahun terakhir, kekerasan antara aparat dan warga Uighur di Xinjiang telah menewaskan lebih dari 200 orang yang memaksa Beijing melakukan penyisiran kelompok separatis di wilayah otonomi tersebut.
Di antara serangan kelompok radikal yang paling mengejutkan adalah ledakan di Urumqi yang menewaskan 30 orang dan aksi penikaman di stasiun kereta kota Kunming Maret lalu yang membuat 29 orang terbunuh.
Beijing menuding kelompok teroris dari Xinjiang mencoba mengacau untuk menuntut kemerdekaan dari Tiongkok, sementara organisasi HAM mengatakan bahwa pengekangan beragama oleh Partai Komunis terhadap masyarakat Uighur yang telah memicu kekerasan ini.
Mahkamah Tinggi Tiongkok Minggu lalu membuat panduan untuk pengadilan kasus terorisme, termasuk di dalamnya larangan pembagian pamflet dan materi tertulis lainnya soal ekstermisme agama.
Panduan tersebut juga menuliskan soal perkataan-perkataan larangan yang bisa membuat seseorang dipenjara, termasuk kata "pengkhianat agama" dan "munafik".
Saat ini, wilayah Xinjiang yang kaya sumber daya dihuni sekitar 10 juta Muslim Uighur.