Jakarta, CNN Indonesia -- Perang antar kartel narkoba dan pemberantasan perdagangan narkotika menjadi salah satu prioritas utama Meksiko yang pertama kali digagas oleh mantan Presiden Felipe Calderon yang berlanjut hingga kini di bawah pemerintahan Enrique Pena Nieto.
Kebijakan kedua pemimpin dalam memberantas kartel memang berbeda, namun korban yang jatuh tetap banyak dengan warga sipil yang terkena getahnya, terutama di salah satu kota paling berbahaya di dunia, Ciudad Juarez.
Ribuan orang tewas setiap bulannya pada insiden terkait kartel narkotika. Catatan Kementerian Dalam Negeri Meksiko, pada Januari 2014 saja korban tewas mencapai 1.366 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Badan Riset Kongres Amerika Serikat, dikutip dari Small Wars Journal, kekerasan di Meksiko diwarnai oleh pemenggalan, pembuangan mayat di jalan atau digantung di jembatan, pembunuhan pejalan kaki secara acak, bom mobil, penyiksaan dan pembantaian wartawan atau pejabat pemerintah.
Diperkirakan korban tewas sudah lebih dari 90.000 orang dari tahun 2007.
Kartel narkotika juga mulai melebarkan sayap mereka ke pemerasan, penculikan, pencurian mobil, penyelundupan manusia, dan bisnis-bisnis haram lainnya.
Angka kematian meningkat pada pemerintahan Felipe Calderon yang menyatakan perang terhadap para kartel saat mulai menjabat tahun 2006.
Pemberantasan kartel menjadi fokus kebijakan domestiknya, salah satunya adalah dengan menurunkan 50 ribu kekuatan militer, terbanyak adalah tahun 2011 sebanyak 90 ribu tentara dan ribuan polisi diturunkan di seluruh negeri untuk menangkapi anggota geng kriminal.
Upaya ini cukup berhasil meredam pembunuhan dengan angka kematian di Ciudad Juarez menurun dan perekonomian kota itu tumbuh 10 persen.
Selama tahun 2012, investasi asing membanjiri Meksiko dengan nilai lebih dari US$55 miliar, lima kali lipat jumlah investasi di periode yang sama di Brasil.
Pada Januari 2014 saja, dilaporkan aparat berhasil menyita 82,5 ton narkoba, bersamaan dengan direbutnya gudang senjata amunisi, kendaraan dan uang tunai dari kartel.
 |
(Getty Images/Spencer Platt) |
Dalam tulisannya di Small Wars Journal akhir tahun lalu, Kolonel Chris Ince, mantan Atase Pertahanan Inggris di Kolombia yang pernah bertugas di Meksiko, mengatakan walau berhasil, namun kebijakan Calderon menciptakan ketakutan di tengah masyarakat, karena tentara juga banyak menewaskan warga sipil.
"Walau kebanyakan tindakannya bisa dibenarnya, namun Calderon gagal menempatkan strategi komunikasi secara efektif untuk menjelaskan alasan kebijakannya. Hasilnya, kekerasan dan pembunuhan memasuki tingkatan baru dan ketidakpuasan publik meningkat," kata Ince.
Penerusnya, Pena Nieto, menyadari kesalahan Calderon ini dan berjanji akan mengubah strategi keamanannya, yaitu mengurangi perang melawan kartel narkoba dan fokus terhadap menurunkan aktivitas kriminalitas, terutama yang berdampak pada warga sipil, seperti pemerasan, penembakan dan penculikan.
Dalam konteks ini, Pena Nieto berjanji mengurangi tingkat kekerasan 50 persen setiap tahunnya.
Salah satu strategi Nieto dalam mengurangi kriminalitas adalah menganggarkan US$9 miliar untuk proyek pengentasan kemiskinan, pembangunan pusat kegiatan pemuda, pelatihan pekerja, dan skema persatuan komunitas.
Namun menurut Ince inisiatif Pineta ini tidak berpengaruh banyak terhadap upaya Meksiko mengurangi kekerasan dan angka kematian.
Selain itu, kemunculan kelompok-kelompok militan di tengah warga yang memerangi kartel memunculkan kekhawatiran baru.
"Pertumbuhan militan yang cepat pada 2013 menciptakan kekuatan ketiga pada kekerasan yang berhubungan dengan kartel. Lebih jauh, militan juga dimanfaatkan oleh kelompok kriminal untuk memerangi rival mereka dan menguasai sebuah wilayah," kata Ince.
Menurut Ince, kedua pemimpin Meksiko -Calderon dan Nieto- memiliki pendekatan yang berbeda soal mengatasi kekerasan.
Calderon mencoba mengurangi kekerasan dengan kekerasan sementara Nieto mengatasinya dengan membenahi dari akar, yaitu kemiskinan.
"Hanya waktu yang bisa membuktikan apakah pendekatan yang berbeda ini akan berhasil," ujar Ince.