Satu dari serangkaian rencana pengetatan keamanan untuk memerangi kelompok militan Islam disetujui oleh parlemen Australia pada Rabu (1/10).
Namun, rencana keamanan tersebut banyak dikritik.
Di bawah undang-undang yang disahkan dengan dukungan dari oposisi utama, Partai Buruh, siapa pun yang membocorkan informasi tentang operasi intelijen khusus Australia, akan dipenjara sselama sepuluh tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undang-undang tersebut juga melarang penyalinan, penyimpanan dan perekaman dokumen intelijen.
Para kritikus berpendapat aturan tersebut dibuat untuk mencegah pembocoran dokumen intelejen, seperti yang dilakukan mantan anggota National Security Agency, Edward Snowden.
Committee to Protect Journalists (CPJ) mengaku khawatir akan undang-undang tersebut karena wartawan bisa dipenjara karena memberitakan masalah keamanan nasional.
"Rancangan undang-undang keamanan nasional dan rancangan undang-undang lainnya menimbulkan keprihatinan serius tentang arah pemerintahan Australia sedang dituju," kata juru bicara CPJ, Bob Dietz dalam sebuah pernyataan.
"Kami mendesak anggota parlemen untuk melakukan perlindungan lebih kepada wartawan dan whistleblower," tambah Dietz.
Undang-undang anti-teror tersebut adalah yang pertama dari serangkaian hukum kontroversial di Australia, seperti larangan bagi warga negara Australia untuk melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah yang nantinya ditentukan oleh pemerintah.
Australia semakin khawatir karena semakin banyak warganya yang berangkat ke Irak dan Suriah untuk berjuang bersama kelompok Islam radikal.
Polisi Australia telah menggagalkan rencana kelompok ISIS bulan lalu yang akan memenggal kepala warga negara Australia.