KOLOM

Sistem Tiongkok di Hong Kong Telah Gagal

CNN Indonesia
Senin, 06 Okt 2014 19:59 WIB
Menurut Tobias Basuki, peneliti CSIS, demo di Hong Kong tidak akan berakhir seperti Tiananmen, karena jutaan pasang mata di dunia menyaksikannya.
Situasi di Hong Kong diprediksi tidak akan menular pada Xinjiang maupun Tibet. (Reuters/Carlos Barria)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Tulisan oleh Tobias Basuki, pengamat di departemen Hubungan Internasional dan Politik di Centre for Strategic and International Studies, CSIS, Jakarta.

Adanya desakan dari sebagian besar masyarakat Hong Kong untuk pemilihan pemimpin Hong Kong secara demokratis membuktikan jika kebijakan "satu negara dua sistem" yang diberlakukan Tiongkok sejak dikembalikannya Hong Kong oleh Inggris tahun 1997 telah gagal.

Aksi protes besar oleh masyarakat Hong Kong ini didominasi oleh kalangan pelajar dan mahasiswa, mereka menilai bahwa Tiongkok telah memasung kebebasan mereka bahkan untuk sekedar memilih pemimpin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hong Kong dari awal memang mempunyai sejarah yang berbeda dengan daerah di  Tiongkok daratan lainnya, demokrasi mereka berbeda dengan sistem yang lebih demokratis dan terbuka.

Sistem politik Hong Kong sendiri diatur oleh Hukum Dasar Hong Kong, dimana dalam dokumen konsitusinya, wilayah tersebut mendapat otonomi tingkat tinggi dalam semua aspek kecuali hubungan luar negeri dan pertahanan militer.

Apa yang ditunjukan oleh para demonstran sejak dua minggu lalu, telah menarik perhatian internasional dan dianggap sebagai contoh demonstrasi yang aman dan damai, walau terjadi gesekan kecil antara demonstran dengan polisi, namun secara umum, demonstrasi tersebut cukup efektif menyuarakan keinginan mereka tanpa ada kekerasan yang berdampak serius.

Aksi Protes ini sendiri sebenarnya kembali mengingatkan Tiongkok daratan dengan protes di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989.

Pada tragedi berdarah tersebut, pihak Tiongkok membantai lebih dari ratusan masyarakat yang terlibat dalam unjuk rasa.

Namun, demonstrasi di Hongkong diramalkan akan sangat berbeda dengan Tiananmen, selain karena banyaknya sorotan internasional, di sisi lain Beijing sedang berusaha mencegah aksi tersebut menjadi efek domino dan menular ke wilayah lainnya yang menuntut kebebasan di Tiongkok, seperti Xinjiang dan Tibet.

Namun sejatinya, baik Tibet dan Xinjiang memiliki kondisi yang berbeda dengan Hong Kong, dimana cengkeraman Tiongkok Daratan terhadap kedua daerah itu masih sangat besar, terlebih akses informasi di kedua daerah tersebut sangat terbatas.

Untuk Tibet sendiri, dukungan dunia juga sudah terlihat menipis semenjak tahun 1980, terlebih dari segi aksi, kedua wilayah tersebut memiliki bentuk perlawan yang berbeda terhadap Tiongkok daratan.

Begitu juga dengan Taiwan, kebijakan Beijing jika tetap bersikukuh dan tetap represif, justru memperkuat kelompok di Taiwan yang menentang reunifikasi.

Adalah hal yang logis bahwa semakin pemerintah Tiongkok menyimpang dari komitmen otonomi Hong Kong, maka hal tersebut akan semakin mendorong sentimen warga Taiwan ke arah pergerakan prokemerdekaan.

Taiwan sendiri telah menjadi entitas politik dengan identitas politik dan ideologi yang berbeda bila dibandingkan dengan Hong Kong.

Tetapi, meski demikian, keterkaitan antara keduanya tidak dapat dipungkiri. Kebijakan terhadap Hong Kong, bisa menjadi bumerang bagi Beijing terkait dengan masalah Taiwan.

Di sisi lain, Baik Hong Kong dan Tiongkok daratan memiliki ketakukan tersendiri atas dampak dari aksi demo tersebut.

Di satu sisi masyarakat Hong Kong menginginkan kehidupan bisnis mereka tetap berjalan dan tidak terganggu oleh aksi demonstrasi, di sisi lain Partai Komunis China tidak menginginkan gerakan apa pun yang menantang otoritas Beijing, terutama menghindari meluasnya kampanye pro-demokrasi hingga ke Tiongkok.

Para pemimpin Tiongkok khawatir gerakan demokrasi di Hong Kong akan menjadi dasar tuntutan serupa di wilayah lain, menyebabkan perpecahan negara.

Ke depan, jika demonstrasi ini konsisten untuk tetap menyuarakan aspirasi mereka dan tetap tingginya ekspos dari media internasional, bisa jadi akan membuat Beijing melunak dan mencari kesepakatan yang win-win solution.

Meskipun untuk melepas Hong Kong secara penuh itu tidak akan mungkin dilakukan, namun mereka pasti akan melunak terhadap tuntutan di beberapa poin sepanjang tidak mengurangi cengkraman mereka di pulau dengan ratusan pencakar langit tersebut.

Kesepahaman yang dilakukan hari ini antara Beijing dengan pihak demonstran diharapkan bisa mencapai kesepakatan agar aksi ini tidak berlanjut ke tahap yang lebih ekstrem.

Meskipun pada hari ini banyak dari demonstran yang telah meninggalkan jalanan dan mulai bekerja seperti biasa, disinilah peran dari penggagas aksi Joshua Wong dan kelompoknya untuk tetap bisa memobilisasi masyarakat secara jangka panjang hingga tuntutan mereka bisa dikabulkan.

Wong harus menggunakan strategi yang tepat untuk berdiplomasi dengan pemerintah, sekaligus mempertahankan massanya untuk tetap berunjuk rasa.
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER