Tindakan keras pemerintah Tiongkok terhadap demonstran pro-demokrasi di Hongkong membuat warga Taiwan takut akan kembali ke masa-masa sebelum Taiwan merdeka dari Pemerintah Tiongkok.
Taiwan mendirikan pemerintahan sendiri sejak Kelompok Nasionalis Tiongkok melarikan diri setelah dikalahkan oleh Kelompok Komunis Tiongkok dalam sebuah perang saudara pada tahun 1949.
Taiwan yang memiliki luas 36 ribu km persegi selama beberapa dekade kerap dijadikan garis depan saat Perang Dingin berlangsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dalam beberapa tahun terakhir, pulau yang pemerintahannya didukung Amerika Serikat ini dijadikan kawasan perdagangan komersil.
Kini pemerintah Taiwan sedang gencar melindungi kawasan mereka dari pengaruh Tiongkok.
Minggu lalu, di Taipei berlangsung aksi protes anti-Tiongkok oleh seorang pemimpin mahasiswa Taiwan yang memprotes kerja sama perdagangan dengan Tiongkok.
Seorang pejabat oposisi di Taiwan menekan pemerintah Taiwan agar mempertimbangkan kembali untuk mengizinkan kapal Tiongkok yang bersandar di pelabuhan Taiwan dan melakukan penelitian soal energi terbarukan.
"Warga Taiwan tidak akan melakukan perundingan ekonomi dan politik dengan Tiongkok," kata pemimpin aksi protes di Taipei, Chen Weiting.
Mendukung Pro-Demokrasi Hong Kong
Sekitar 100 orang berkumpul dan menunjukkan dukungan untuk Hong Kong dengan melambaikan spanduk hitam dan putih bertuliskan "Memprotes Kekerasan Polisi Hong Kong".
Protes Hong Kong terjadi setelah Taiwan mengumumkan ada indikasi pelanggaran keamanan yang dilakukan oleh produsen telepon selular Tiongkok, Xiaomi Inc.
"Kami mendukung Hong Kong yang sedang melawan Partai Komunis," kata pengunjuk rasa Cho Yu-Hsieh, 18.
Alexander C. Huang, ketua Council on Strategic & Wargaming Studies (CSWS) di Taipei mengatakan tindakan keras Tiongkok di di Hong Kong akan menambah kewaspadaan Taiwan.
"Akan ada lebih banyak orang Taiwan yang percaya bahwa Tiongkok tidak bisa dipercaya," kata Huang.
Mengakui namun tidak tunduk
Presiden Tiongkok, Xi Jinping dalam pertemuan pekan lalu dengan sekelompok politisi Taiwan yang mendukung penyatuan wilayah, menyatakan berulang kali bahwa sikap Tiongkok mengenai penyatuan wilayah ialah tegas dan tak tergoyahkan.
Xi menggambarkan status politik wilayah yang terpisahkan oleh selat, seperti Tiongkok dan Hong Kong, sebagai satu negara dengan dua sistem.
Tapi status yang diterapkan ke Hong Kong setelah dikembalikan dari kekuasaan Inggris pada tahun 1997, telah lama ditolak oleh Taiwan dan presidennya, Ma Ying-jeou.
"Kami tidak menerima status satu negara dengan dua sistem. Taiwan adalah negara yang berdaulat," kata Ma dalam sebuah wawancara yang dikutip Reuters.
Ma, yang menjabat pada tahun 2008 dan telah melihat perkembangan hubungan kedua negara, menegaskan bahwa Taiwan mengakui keberadaan Tiongkok namun Taiwan tetap akan melakukan aturan sendiri.
Ma mengatakan bahwa warga Taiwan saat ini sangat memperhatikan aksi protes di Hong Kong.
Politisi di Taiwan menyatakan bahwa kemerdekaan bisa mempengaruhi perekonomian negara.
"Banyak yang dipertaruhkan bagi perekonomian Taiwan saat meredeka," kata Ketty Chen, anggota senior oposisi Partai Demokrasi Progresif.
Selama dua dekade terakhir, investasi senilai TWD$ 140 miliar telah mengalir dari Taiwan ke Tiongkok.
Ratusan pabrik di Tiongkok yang dimiliki oleh perusahaan Taiwan melakukan ekspor ke berbagai belahan dunia.
Tapi anggota parlemen dari Partai Demokrasi Progresif, Kuan Bi-ling mengatakan selain hubungan ekonomi, Taiwan saat ini sedang waspada dengan Tiongkok.
"Mereka berpikir jika Hong Kong ditaklukan Tiongkok, Taiwan akan menyusul," kata Kuan.