Seoul, CNN Indonesia -- Hampir sebulan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tidak terlihat batang hidungnya di depan publik, hal ini lantas memunculkan berbagai spekulasi, termasuk kemungkinan dia telah digulingkan dari tampuk kepemimpinan atau menderita sakit berat.
Dia tidak menampakkan dirinya ke publik sejak 4 September lalu dan telah melewatkan beberapa pertemuan penting dengan pemerintahannya sendiri, bahkan ia juga melewatkan perayaan 17 tahun ayahnya menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Pekerja.
Ada yang mengabarkan bahwa karena menderita obesitas, Kim Jong Un terlihat berjalan pincang di berbagai kesempatan. Media Korea Utara mengatakan Kim sedang dalam kondisi tidak sehat.
Namun, kejadian mengejutkan datang dari Korea Utara baru-baru ini. Dua pemimpin yang berpengaruh setelah Kim, datang mengunjungi Korea Selatan, yang membuat banyak orang bertanya-tanya intrik seperti apa yang sedang disiapkan Korea Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih, kedua pejabat tersebut juga hadir dalam penutupan Asian Games di Incheon dan menyatakan kepada Korea Selatan, bahwa mereka bersedia untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi musim gugur ini.
Meskipun cara ini pernah dilakukan di masa lalu dan tidak berhasil, babak baru atas keinginan rekonsiliasi di semenanjung Korea ini patut diapresiasi.
 Sudah hampir sebulan Kim Jong Un tidak terlihat di depan publik. (REUTERS/KCNA) |
Dimana Kim? Yang menimbulkan pertanyaan sekarang, dimana Kim? dan mengapa Korea Utara melakukan kunjungan ke Korea Selatan di menit-menit akhir?
"Saya tidak berpikir kalau siapapun di luar Pyongyang benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi, fakta jika pemimpin tinggi kedua dan ketiga Korea Utara melakukan kunjungan pada hari yang sama, dan Kim yang tidak muncul ke publik, merupakan hal yang tidak biasa," ujar Michael Green dari Center for Strategic and International Studies, CSIS.
Seorang analis Gordon G. Chang menulis tulisan berjudul "Apakah Kim Jong Un Digulingkan Korea Utara?" di Daily Beast pekan ini.
"Dalam rezim yang paling suram di dunia, hampir semua skenario bisa masuk akal, namun kita bisa memastikan nanti saat 10 Oktober, siapa yang akan memimpin Partai Buruh dalam melakukan perayaannya," tulisnya.
Lebih lanjut, dalam tulisannya Chang juga menyebut jika ini bisa jadi tanda-tanda bahwa Kim Jong Un telah kehilangan kekuatan yang cukup besar, dan perlahan ia akan menjadi pemimpin boneka.
Pekan lalu Korea Utara memberlakukan larangan perjalanan baru untuk keluar atau masuk negara tersebut.
Pada Selasa, Ri Tong il, Duta Besar Korea Utara untuk PBB, menolak menjawab pertanyaan CNN tentang apakah larangan perjalanan tersebut mengindikasikan tentang sesuatu yang lebih besar, seperti ketidakstabilan dalam rezim.
Namun Duta besar tersebut mengatakan bahwa warga negaranya memiliki hak untuk bepergian.
 Menurut seorang pembelot, Kim sudah tidak lagi menjadi sosok dominan di Korut. (REUTERS/Jacky Chen) |
Tentara Tua Seorang Pembelot dari Korea Utara, Jang Jin Sung, yang juga mantan ahli propaganda terkemuka untuk Kim Jong Il, mengatakan jika Kim telah menjadi pemimpin boneka.
"Seorang tentara tua yang mendirikan Departemen Organisasi dan Bimbingan atau EGD adalah pemegang kekuasaan sesungguhnya, karena mereka terikat hanya dengan Kim senior, bukan dengan anaknya," ujar Jang via telepon dari Korea Selatan pekan lalu.
"Kim Jong Un sekarang hanyalah sebagai simbol negara, mungkin terlihat ia sebagai pemimpin tertinggi, namun ia tidak mewarisi semua loyalitas, kepercayaan, relasi dan pengalaman dari ayahnya, dia datang sebagai pendatang baru dan posisinya di dalam sistem tidaklah sama," ujar Jang.
Jang, yang membelot ke Korea Selatan hampir satu dekade lalu, mengatakan ia telah berbicara dengan sumber terpercaya dalam rezim Korut beberapa hari lalu yang mengatakan bahwa EGD sendiri tidak lagi setia kepada pemimpin yang berkuasa.
Baik CNN maupun pejabat intelijen Amerika Serikat belum dapat memastikan apakah klaim Jang bisa dipertanggungjawabkan keakuratannya, namun Ken Gause yang telah mempelajari Korea Utara selama dua dekade untuk CNA Corp, sebuah lembaga penelitian dan analisis untuk pemerintah AS, setuju jika EGD memang memiliki pengaruh yang besar.
Gagasan bahwa Kim digulingkan oleh EGD adalah "teori yang biasa didengar dari personel diplomatik Eropa yang ditempatkan di Korea utara," ujar Victor Cha, seorang profesor di Universitas Georgetown.
"Beberapa bukti seperti gambar, gambar propaganda yang ditunjukan oleh pimimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menunjukan tanda-tanda bahwa EGD mempunyai kontrol yang besar terhadap Kim," ujar Cha.
Jonathan Pollack, ahli Asia Timur di Brookings Institution, menganggap kemungkinan perebutan kekuasaan di Pyongyang tidak mungkin.
Dia mengatakan bahwa manuver tingkat tinggi untuk mempengaruhi Kim adalah skenario yang lebih masuk akal daripada upaya untuk melucuti kekuasannya.
"Ini adalah sistem top-down, dan sistem kerajaan, dimana dinasti Kim yang menjadi pemimpin sah dan berkuasa secara otoritas," ujar Pollack.
 Ketiadaan Kim memunculkan berbagai spekulasi, mulai dari sakit hingga dilengserkan. (REUTERS/KCNA) |
Hanya sakit Teori yang dominan lainnya adalah bahwa Kim hanya sakit, karena semua keluarganya memiliki riwayat diabetes dan obesitas akibat gaya hidup mereka yang mewah, seperti yang diungkapkan banyak analis.
Andrei Lankov, seorang analis di Universitas Kookmin Seoul meragukan Kim berada dalam situasi politik yang buruk.
"Saya yakin Kim masih bertugas mengatur kunjungan luar biasa yang dilakukan pejabat Korut ke Korsel pada Sabtu lalu, dan alasan mereka mendekati Korea Selatan adalah karena faktor ekonomi. Mereka menginginkan perdagangan normal dengan subsidi dari Korea Selatan," Ujar Lankov.
Secara khusus, mereka juga menginginkan pemulihan sanksi perdagangan menyusul penembakan kapal perang Korea Selatan yang menewaskan 46 pelaut pada tahun 2010 silam.
"Namun jika memang ada perebutan kekuasaan di internal pemerintahan Korea Utara, itu akan membuat keamanan nuklir, rudal dan lainnya menjadi labil dan sewaktu-waktu bisa mengancam Korea Selatan dengan serangan militer langsung," ujar Cha
"Intinya apapun yang terjadi di Korea Utara saat ini, dipastikan akan mempengaruhi negara-negara di sekelilingnya dengan cara yang buruk," lanjut Cha.