Jakarta, CNN Indonesia -- Jang Chun, tidak pernah menyangka akan kembali bertemu dengan saudara yang ditinggalkannya saat berusia 8 tahun, ketika Perang Korea meletus antara Korea Utara dan Korea Selatan di tahun 1950.
Baru empat tahun lalu, dia mendapat surat dan beberapa lembar foto, sebagai bukti bahwa saudaranya masih hidup dan berkeluarga di Korea Utara.
Pertemuan saudara kandung yang terpisah akibat perang ini pada reuni 21 Februari lalu sangat mengharukan, dipenuhi isak tangis dan tawa bahagia pria dan wanita yang kini sudah menjadi kakek dan nenek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap kali kereta melintas, saya memikirkanmu. Saya merindukanmu, kakak," kata Jang Keum Soon, adik Jang Chun sambil terisak.
Reuni pada Februari lalu adalah yang pertama digelar sejak November 2010. Acara ini awalnya akan diselenggarakan pada September, namun tiba-tiba dibatalkan oleh Pyongyang.
Acara yang berlangsung selama tiga hari itu diselenggarakan di sebuah hotel di Pegunungan Berlian, Korea Utara, dihadiri 88 orang dari Korea Utara dan 83 orang dari Korea Selatan.
Di antara mereka ada yang datang menggunakan ambulans, seperti seorang nenek berusia 96 tahun yang sudah pikun.
Korea Utara dan Korea Selatan terbagi dua saat Perang Korea pecah tahun 1950 dan berakhir dengan gencatan senjata pada 1953. Saat itu, jutaan orang terpisah dari keluarganya dan tinggal di salah satu Korea.
Reuni menjadi hal yang mendesakReuni ini diharapkan akan jadi pembahasan utama dalam perundingan kedua Korea yang diprediksi akan terjadi dalam waktu dekat, menyusul kesepakatan untuk berdialog yang tercapai hari Minggu lalu.
Acara ini penting dan mendesak, karena menurut juru bicara Kementerian Persatuan Korea, Lim Byeong-cheol, warga yang terpisah kini usianya sudah semakin tua, bisa jadi mereka meninggal dunia sebelum sempat bertemu keluarga mereka.
"Kami katakan bahwa isu keluarga yang terpisah ini adalah yang paling mendesak dan penting, jadi saya kira kita perlu mengangkat masalah ini," kata juru bicara Kementerian Persatuan Korea, Lim Byeong-cheol, dikutip Reuters.
Sejak berakhirnya Perang Korea tahun 1953, kedua negara tidak memperbolehkan warganya untuk berkirim surat, menelepon atau bahkan mengirim email, menjadikan reuni satu-satunya ajang temu-kangen mereka.
Keputusan reuni baru tercipta pada tahun 1985 dan semakin dimatangkan pelaksanaannya pada kepemimpinan Kim Dae-jung di Korsel.
Reuni sempat dibatalkan setelah hubungan kedua negara memburuk pada 2010.
Sejauh ini ada total 22 ribu orang dari dua Korea yang berpartisipasi dalam reuni ini, sekitar 71 ribu warga Korea Selatan -yang setengahnya berusia 80 tahun ke atas- masih ada di daftar tunggu untuk bertemu kerabat mereka di Korut.
Pemilihan peserta reuni di Korsel dilakukan dengan cara lotere, tidak diketahui cara apa yang dilakukan di Korut.
Setiap tahunnya, 3.800 orang dalam daftar tunggu meninggal dunia karena usia tua sebelum sempat memenuhi impian mereka bertemu keluarga yang telah lama terpisah.
Jika tidak jadi dilaksanakan, kekecewaan sudah pasti akan dialami para peserta reuni.
Seperti Jang, yang kecewa sekali saat reuni dibatalkan pada September tahun lalu. Dia bahkan sampai harus menjalani rawat jalan karena kesehatannya memburuk setelah mendengar pembatalan tersebut.
"Seperti dipukul di belakang kepala. Saya sampai harus minum obat dan diberi penenang," kata dia kala itu.