Donetsk, CNN Indonesia -- Sebelum pertempuran pecah di Ukraina Timur, Irina adalah seorang bandar di sebuah kasino yang tidak pernah bermimpi untuk mengangkat senjata.
Namun kini, Irina tengah berjudi dengan hidupnya.
Menggunakan nama sandi "Gaika" yang berarti karakter kartun yang diterjemahkan sebagai Gadget, Irina bergabung bersama pasukan unit artileri pro-Rusia untuk melawan pasukan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika rumah Anda dihancurkan, semua yang Anda sayang seperti teman, pekerjaan... Ini tentang prinsip, perempuan yang pergi ke medan pertempuran adalah perempuan Rusia sejati," ujar Irina, sedikit terbata ketika menjelaskan alasan ia turun ke medan perang.
Irina tak menampik bahwa ia tengah menjalani pengalaman hidup yang sulit, namun ia tidak pernah menyesal.
"Howitser, kendaran besar lalu lalang, dan kebisingan adalah yang paling saya ingat. Saya mencoba membuang kenangan buruk dan mencoba fokus pada pikiran positif bahwa perang telah membawa kami satu sama lain menjadi lebih dekat," ujar Irina.
Unit tempat Irina bergabung berbasis di luar kota kelahirannya, Donetsk, daerah di timur Ukraina yang menjadi markas utama kubu pemberontak, yang disebut Oplot, yang terdiri dari enam perempuan termasuk dirinya, tiga tim medis, seorang tentara dan spesialis pengintaian.
"Meski awalnya ragu, kini saya lebih percaya kepada para wanita untuk maju ke medan perang, karena wanita sebagian besar tidak minum (minuman berakhol), sedangkan pria selalu minum seusai misi," ujar Yesaul, Komandan Irina.
Pejuang wanita berasal dari semua lapisan masyarakat. Nama yang tercantum dalam baju mereka hanya berupa nama depan, untuk mengantisipasi serangan balasan kepada para tentara ini.
"Ketakutan selalu ada, tapi saya lebih takut jika hanya duduk di rumah dan mendengar peluru berterbangan," ujar Irina.
Namun, walaupun meninggalkan rumahnya dalam waktu yang lama, Irina tidak meninggalkan semua kesenangan yang ia dapat di rumah.
"Perang tetaplah perang, namun entah kenapa aku berpikir untuk perlu memakai make-up," ujar Irina, sambil menunjukan seperangkat kotak kosmetiknya.
Konflik yang Berliku PanjangDisisi lain bagian Ukraina, masih terdapat beberapa perempuan yang berjuang sama seperti Irina.
Sekitar 10 wanita bergabung dalam 150 skuat di batalyon Shakhtarsk yang berjuang bersama pemerintah dan mempunyai basis di hutan oak, sekitar 40 km dari kota Dnipropetrovsk, dan 250 km dari Donetsk.
Ketakutan selalu ada, tapi saya lebih takut jika hanya duduk di rumah dan mendengar peluru berterbangan.Irina |
Unit mereka sekarang telah pulih dari pertempuran besar di akhir Agustus, disekitar kota Ilovaysk, dimana pasukan pemerintah terkepung dan mengalami kerugian besar.
Seorang perawat berusia 20 tahun, bernama Maria, yang ikut pada pertempuran tersebut menyebutkan kalau sekitar 30 batalyon tewas dan terluka dalam serangan tersebut.
"Laki-laki dan perempuan, hidup, makan dan berjuang bersama-sama, dan saya hanya membawa pistol dan tas medis, sehingga bisa membantu korban yang terluka," ujar Maria.
Lain lagi dengan Alyona, 21 tahun yang bergabung setelah ikut aksi protes anti-pemerintah di ibukota, Kiev.
"Awalnya saya bergabung dengan Garda Nasional, namun aku menginginkan hal lebih, yaitu bertarung, dan gencatan senjata ini hanya sementara, aku akan bertarung hingga akhir," ujar Alyona.
Pejuang perempuan dikedua belah pihak yang bertikai, mengaku kalau perlakuan yang mereka dapat dari orang-orang di sekitar mereka sama, meskipun terkadang dalam masalah hukuman, mereka lebih ringan, dan mereka menyatakan hanya memiliki sedikit rasa hormat bagi pria yang belum mau mengangkat senjata.
"Jika seorang pria telah datang untuk melawan, maka barulah dia disebut pria sejati, mereka yang sekarang hanya duduk-duduk di kota dan menghabiskan waktu dengan bir, harus memakai rok," ujar perjuang pemberontak Irina atau biasa disebut Geika.
Dikedua sisi, para pejuang masing-masing mengharapkan konflik yang panjang, meskipun gencatan sencata telah rapuh di beberapa tempat.
Seorang pemberontak berambut merah yang sering dipanggil Alla, mengharapakan agar dapat berjuang untuk waktu yang lama.
"Begitu banyak orang, anak-anak dan perempuan yang tewas dari pihak kami, sekarang, saya tidak ingin lagi adanya gencatan senjata," ujar Alla.
Alla sendiri telah bergabung dengan pemberontak saparatis sejak awal, dimana ia memulainya sebagai juru masak, dan memulai latihan menembaknya dengan menembak bebek disungai, sampai akhirnya sekarang ia mahir menggunakan senapan serbu.
"Mungkin aku akan membunuh banyak dari kelompok mereka, tapi jika seseorang datang, maka aku akan mendapatkannya," ujar Alla.