Bangkok, CNN Indonesia -- Sepekan setelah mengaku, dua pekerja migran Myanmar telah menarik pengakuan mereka dalam kasus pembunuhan dua turis asal Inggris di pulau Koh Tao.
Setelah dikunjungi oleh seorang pengacara konsulat, Zaw Lin dan Win Zaw Htun mengatakan pengakuan mereka dibuat di bawah tekanan.
Sebelumnya, kedua orang tersebut mengaku telah membunuh David Miller dan memperkosa serta membunuh Hannah Witheridge.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka ditahan polisi sejak 1 Oktober dan membuat pengakuan tak lama setelah itu. Pembunuhan itu sendiri terjadi pada 15 September lalu.
Jasad kedua turis Inggris tersebut ditemukan setengah telanjang dengan luka berat di bagian kepala mereka. Sebuah cangkul berlumuran darah juga ditemukan di dekat lokasi.
Aung Myo Thant, sang pengacara dari kedutaan Myanmar, mengunjungi kedua pekerja tersebut dan kemudian mengatakan salah satu dari mereka mengaku melakukan pembunuhan tersebut setelah dipukuli polisi dan diancam akan disetrum.
Kepolisian Thailand dan kedutaan Myanmar di Bangkok tidak mengangkat telepon dari CNN.
Bantah Penyiksaan
Penarikan pengakuan tersebut terjadi sehari setelah kepala kepolisian Thailand membantah institusinya telah melakukan penyiksaan, menurut laporan Bangkok Post.
Koran Thailand tersebut mengutip Myo Thant, mengatakan “mereka memberitahu saya malam itu mereka berada di pantai minum-minum dan bernyanyi."
“Mereka mengatakan mereka tidak melakukan (pembunuhan), dan kepolisian Thailand (dengan penerjemah Myanmar-Thai mereka) memukul mereka sampai mereka mengaku melakukan sesuatu yang tidak mereka lakukan. Mereka memohon pada pemerintah Myanmar untuk turut mengusut kasus tersebut dan temukan kebenarannya. Mereka terlihat dalam tekanan. Tubuh mereka terlihat memar-memar. Saya telah melaporkan semua yang saya lihat kepada pemerintah saya," tambah Myo Thant.
Amnesty International mengimbau kepolisian Thailand melakukan investigasi lengkap yang bersifat independen terhadap laporan yang mengatakan polisi telah menggunakan kekerasan dalam usahanya memperoleh informasi dari para pekerja migran Myanmar terkait penyelidikan mereka.
Dugaan adanya penyiksaan harus diselidiki secara independen dan bukan oleh kepolisian Thailand, ujar Direktur Program Asia Pasifik Amnesty International Richard Bennett kepada CNN.
Ia juga mengatakan adanya pertanyaan atas absennya pengacara bagi pekerja-pekerja tersebut sebelum mereka membuat pengakuan. Ini ditambah fakta bahwa para tersangka adalah pekerja migran yang membuat mereka lebih rentan.
Bennett juga mengatakan Thailand memiliki rekam jejak panjang tentang penganiayaan.
“Tidak dihukumnya para pelaku penganiayaan juga sebuah masalah. Jika hasil penyelidikan nanti menunjukkan adanya penganiayaan, mereka yang terlibat harus bertanggung jawab,” kata Bennett.
Komisioner Polisi Jenderal Somyot Poompanmuang sebelumnya berkata pada CNN, DNA dari sperma yang ditemukan di Witheridge cocok dengan sampel yang telah diambil dari kedua pekerja tersebut.
“Hasil dari tes DNA (kedua tersangka) sudah keluar dan hasil tersebut cocok dengan DNA yang ditemukan di korban wanita,” ujarnya.
Namun, Bennett mengingatkan pentingnya mengikuti prosedur agar keadilan dapat dipenuhi dengan benar.
“Kami tidak mengambil posisi atas kesalahan mereka,” ujarnya. “Ini adalah sebuah tindak kriminal yang menyeramkan, dan melibatkan sebuah pasangan muda berkewarganegaraan Inggris jadi ada tekanan yang sangat besar untuk menemukan pelakunya namun (penyiksaan) tidak boleh dijadikan alasan untuk mempercepat investigasi.”