Beijing, CNN Indonesia -- Dua preman menikam polisi wanita sampai tewas di wilayah Xinjiang, Tiongkok, pada Jumat (10/10).
Televisi Berita Tiongkok, CCTV, pada Senin (15/10) memberitakan bahwa dilihat dari namanya, polwan tersebut berasal dari Uighur, daerah pemukiman minoritas Muslim yang menginginkan otonomi di Xinjiang.
Para penyerang menggunakan bersepeda motor dan membawa senjata tajam saat menyerang polwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekan sang polwan mengatakan kalau temannya yang telah tewas sedang mengandung dua bulan.
Pembatasan pemberitaan di Xinjiang, di mana para separatis Islam Tiongkok sedang berusaha mendirikan negara Turkestan Timur, membuat verfikasi soal rincian insiden penusukan polwan sangat sulit dilakukan.
Serangan terhadap polwan terjadi setelah pembunuhan pemimpin Uighur pada Juli lalu.
Wilayah Xianjiang memang kerap diwarnai oleh kekerasan kelompok Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) yang menginginkan otonomi dari Tiongkok.
Dalam dua tahun terakhir, ratusan orang telah tewas, menjadi korban konflik antar suku Uighur dan mayoritas etnis Han Tiongkok.
Konflik antar suku Uighur-Han terjadi karena selama ini masyarakat di Uighur merasa para imigran dari Han merebut lahan kerja mereka.
Sementara itu, pemerintah menuduh militan ETIM juga melakukan serangan di bagian lain Tiongkok.
Meskipun disangkal oleh pemerintah, anggota kelompok Uighur dan aktivis hak asasi manusia yang diasingkan mengatakan bahwa kebijakan respresif para pemerintah di Asia Tengah, Afghanistan, Pakistan, India, telah memicu berbagai kerusuhan yang terjadi.
Pada bulan September, media pemerintah Tiongkok memberitakan bahwa polisi telah menembak mati 40 perusuh, beberapa di antaranya berusaha untuk meledakkan diri, setelah terjadi ledakan di Luntai County.
Bulan Juli, hampir 100 orang tewas dalam kerusuhan di Shace County, Xinjiang selatan.
Pemerintah menyalahkan kelompok Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) sebagai biang keladi dua kerusuhan tersebut.
ETIM dikatakan memiliki hubungan dengan Al-Qaidah, tetapi para pengamat keamanan Tiongkok meragukan kemampuan kelompok ETIM.
Banyak yang curiga bahwa pemerintah sebenarnya menuduh kelompok ETIM sebagai dalih untuk menetapkan kebijakan represif di Uighur, termasuk pembatasan kebebasan beragama dan berpakaian.