PERDAGANGAN MANUSIA

Korban Perdagangan Manusia di Thailand

CNN Indonesia
Rabu, 15 Okt 2014 09:59 WIB
Konflik di Bangladesh dan Rohingya membuat korban perdagangan manusia dari dua wilayah itu meningkat. Dijanjikan ke Malaysia, mereka terdampar di Thailand
Korban perdagangan manusia meningkat dari Rohingya karena konflik internal di Myanmar (Reuters/Junaidi Hanafiah)
Bangkok, CNN Indonesia -- Polisi Thailand menemukan sebuah perahu berisi 79 korban perdagangan manusia yang berasal dari Bangladesh di Provinsi Phang Nga, sebelah utara Phuket, salah satu destinasi terkenal di Thailand, Senin, (13/10).

Ketika ditemukan, sebagian besar korban tengah berada dalam kondisi sakit dan kelelahan.

Penemuan ini menambah total korban perdangan manusia menjadi 130 orang yang ditemukan oleh pihak otoritas Thailand dalam beberapa pekan ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, pada Sabtu (11/10), kelompok pertama ditemukan di sebuah perkebunan karet di Kabupaten Pa Takua yang terdiri dari 38 orang Bangladesh dan 15 Rohingya, kaum minoritas muslim asal Myanmar.

Selain itu, 79 orang korban lain ditemukan pada Senin (6/10), dan hingga kini masih diamankan di kantor pemerintahan setempat.

Saat ini para korban telah dipindahkan ke tempat penampungan sementara di Provinsi Ranong.

Otoritas Thailand tengah menyelidiki kasus ini dan mempertimbangkan pemulangan korban ke negara asalnya.

"Kasus penculikan sering terjadi belakangan ini, yang mungkin melibatkan sindikat penculikan," ujar Chris Lewa, Arakan Project yang bekerja di kantor migrasi Teluk Bengal.

Lewa menyatakan kelompok penculik di Bangladesh menculik pria dan anak-anak dengan cara memberikan janji pekerjaan palsu. Para korban kemudian dijual mereka ke Thailand dan Malaysia.

Setelah diculik, para korban tidak langsung dijual, melainkan ditahan berbulan-bulan disebuah kamp di tengah hutan sampat ada kerabat mereka yang membayar tebusan, yang berkisar ribuan dolar.

Pihak Reuters belum bisa mewawancarai para korban perdagangan manusia tersebut sejak pertama kali polisi menemukan mereka.

Salah seorang petugas berwenang yang mewawancari para korban menyatakan bahwa mereka telah ditipu dan dipaksa untuk menaiki kapal menuju Thailand. Sementara sebagian korban asal Bangladesh secara sukarela untuk mencari pekerjaan di luar negeri.

Terkait kasus ini, pihak Bangladesh sendiri belum bersedia untuk berkomentar.

Perdagangan manusia masih berkembang

Penemuan korban perdagangan manusia di dalam perahu bersama dengan penahanan puluhan Rohingya bulan lalu menunjukan kalau penyelundupan manusia masih berkembang di Thailand.

Thailand menempati peringkat terbawah kategori negara dengan kasus perdagangan terburuk di dunia, menurut Departemen Luar Negeri AS.

Panglima militer yang sekarang menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, sempat berjanji untuk mencegah perdagangan manusia.

Namun hingga saat ini belum ada tindakan nyata yang dilakukan oleh pemimpin kudeta militer tersebut.

Korban dari Rohingya dan Bangladesh meningkat

Konflik antara entnis Rakhine Budha dan Rohingya pada 2012 yang mengakibatkan 140 ribu Rohingya kehilangan tempat tinggal.

Etnis Rohingya hidup dalam kondisi memprihatinkan, kehilangan akses untuk pekerjaan, pendidikan dan kesehatan.

Banyak dari mereka akhirnya yang menggunakan jasa calo untuk mengangkut mereka dengan kapal yang terdapat di lepas pantai negara Bangladesh.

Para korban berfikir mereka akan dibawa ke Malaysia, namun ternyata dihadang di Thailand dan ditahan di kamp-kamp untuk memperoleh tebusan.

Rute inilah yang sekarang dipakai oleh penduduk Bangladesh untuk meninggalkan negara mereka dan mencari pekerjaan di negara lain.

Pada bulan januari lalu, dua kali serangan polisi Thailand menyebabkan dibebaskannya 636 orang yang sepertiganya adalah Bangladesh.

Makanan dan air terbatas

"Sekarang ada begitu banyak kapal calo yang sebelumnya berbisnis angkutan, malah berbalik menjadi bisnis penculikan. Selalu ada 5-8 kapal yang menunggu di Teluk Benggala, dan para calo putus asa untuk mengisi kapal tersebut," ujar Lewa, dari Arakan Project.

Pelayaran dari Teluk Bengal ke Thailand membutuhkan waktu selama lima hari.

Namun, banyak orang-orang yang ditahan terlebih dahulu sebelum berlayar, dengan kondisi kekurangan air dan makanan.

"Banyak yang tertipu, mereka berpikir mereka bisa mendapat pekerjaan, beberapa dipaksa dan bahkan diancam," ujar Churin Kwanthong, Kepala Kantor Phang Nga di Kementrian Pembangunan Sosial dan Keamanan Manusia.

"Empat anggota kelompok kedua dari total 72 orang, dirawat di rumah sakit," kata Manit Phianthong, Kepala Distrik Takua Pa, daerah Phang Nga di mana mereka ditemukan.

Beberapa tampak seolah-olah mereka tidak makan selama berhari-hari dan ada tanda-tanda perlakuan kekerasan di tubuh mereka.

"Mereka melepas baju mereka untuk menunjukkan tanda dipukuli dan diikat," katanya.

"Sebuah kelompok yang beranggotakan tujuh orang juga ditemukan hari Senin di distrik yang sama," ujar Manit menambahkan.

Ketiga kelompok tiba di Thailand pada kapal yang membawa sekitar 200 orang, kata Manit.

Pihak berwenang sedang menjelajahi pulau-pulau terdekat membawa penumpang yang tersisa, termasuk perempuan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER