PERDAGANGAN ORGAN

Kisah Perdagangan Organ Manusia di Kamboja

CNN Indonesia
Selasa, 28 Okt 2014 15:34 WIB
Untuk satu ginjal, Chhay dibayar lebih dari Rp36 juta, namun bandar organ tubuh malah dapat uang lebih banyak. Diperkirakan banyak kasus yang belum terungkap.
Untuk satu ginjal, Chhay dibayar lebih dari Rp36 juta, namun bandar organ tubuh malah dapat uang lebih banyak. (Getty Images/Jochen Sands)
Phnom Penh, CNN Indonesia -- Goresan sepanjang delapan belas sentimeter menjalar di sisi kiri tubuhnya yang kurus, sebuah penanda upayanya bertaruh nyawa demi menyelamatkan keluarganya dari lilitan utang.

Chhay, 18 tahun, menjual ginjalnya seharga US$3.000 atau lebih dari Rp36 juta ke pasar gelap, menghantarkannya dari ruang kamarnya yang reyot di pinggiran ibukota Kamboja, Phnom Penh, ke sebuah rumah sakit mewah di Thailand.

Perjalanan Chhay yang suram tanpa diketahui aparat dua tahun lalu itu merupakan kasus pertama perdagangan organ tubuh dan penangkapan dua perantara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diperkirakan banyak kasus serupa yang masih belum terungkap.

Chhay, warga etnis minoritas Muslim Cham, mengaku mengaku dirinya dan dua saudara lelakinya dibujuk oleh tetangga mereka untuk menjual ginjal ke orang kaya Kamboja.

Saat itu Chhay tinggal satu rumah dengan sembilan saudaranya.

"Ia mengatakan bahwa kamu itu miskin, kamu tidak memiliki uang. Jika kamu menjual ginjalmu, kamu bisa membayar utangmu," ujar Chhay, dikutip dari Channel News Asia (27/10).

Cerita serupa juga muncul di wilayah perkampungan di India dan Nepal, yang dikenal telah menjadi wilayah utama bagi para penyelundup manusia.

Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, hingga 10 ribu atau sekitar 10 persen pencangkokan organ tubuh di dunia setiap tahun berasal dari perdagangan ilegal.

Kasus ini terungkap berkat laporan korban pada Juni lalu yang kecewa karena perantara mendapatkan uang lebih besar dari mereka, US$10 ribu atau lebih dari Rp122 juta.

"Perdagangan ginjal tidak seperti kejahatan pada umumnya. Jika korban tidak berbicara, kami tidak akan pernah tahu," ujar Prum Sonthor, wakil kepala polisi Phnom Penh.

Kasus pertama

Perdagangan manusia memang telah menjadi masalah besar di Kamboja, memaksa polisi melakukan penyelidikan rutin untuk mencari kaitannya dengan perdagangan seks, kawin paksa atau perbudakan, namun baru kali ini polisi negara ini berurusan dengan perdagangan organ manusia.

"Uang dari perdagangan ini mudah didapat dan besar jumlahnya, membuat kami sangat khawatir," kata Prum.

Keterlibatan pendonor, baik dengan alasan kemiskinan atau dipaksa, membuat mereka tidak melaporkan kejahatan ini sehingga sulit untuk dibongkar.

Agustus lalu, media melaporkan ada dugaan perdagangan organ baru di rumah sakit militer di Phnom Penh. Namun Prum membantahnya dengan mengatakan bahwa saat itu sedang terjadi pelatihan antara dokter Kamboja dan Tiongkok menggunakan donor dan pasien dari Vietnam.

Namun dia belum bisa membuktikan apakah ada pembayaran terkait pelatihan ini.

"Saya menyesal"

Dua tahun lalu, dari pinggir lapangan Chhay melihat anak-anak seumurannya sedang bermain bola. Saat itu Chhay baru saja menjalani operasi yang membuat dirinya merasa lemah, malu dan masih memiliki hutang.

"Saya ingin memberitahukan orang-orang untuk tidak membuang ginjal mereka seperti saya, saya menyesal. Saya tidak bisa bekerja keras lagi, bahkan berjalan saja saya sudah lelah," ujar Chhay.

Pada Juli, ia mulai bekerja di pabrik konveksi.

Belum ada penelitian serius soal dampak transplantasi organ tubuh terhadap pendonor seperti Chhay, namun menurut WHO hal ini bisa menyebabkan depresi dan menurunnya kesehatan karena tidak ditindaklanjuti dengan perawatan lebih lanjut.

Chhay mengaku tidak tahu di mana dan kepada siapa ginjalnya dijual.

Di Thailand, lembaga kesehatan mencoba menyelidiki lebih lanjut terkait perdagangan ini, bersama dengan beberapa rumah sakit di Bangkok.

Penyelidikan menemukan adanya dokumen pedagang perantara yang menghubungkan antara pendonor dan penerima.

"Kami meminta pihak rumah sakit untuk lebih berhati-hati ketika memeriksa dokumen," ujar Somsak Lolekha, presiden dewan kesehatan Thailand. Ia menambahkan organisasinya akan memeriksa kembali regulasi transplantasi di Thailand.

Masalah yang lebih besar

Faktor utama maraknya perdagangan organ ilegal adalah karena adanya lonjakan jumlah pasien yang menunggu pencangkokkan organ, terutama ginjal.

Menurut Palang Merah Pusat Donasi Organ Thailand, ODC, ada sekitar 4.321 orang dalam daftar tunggu yang membutuhkan organ tubuh per Agustus lalu. Donor dari mayat meliputi setengah dari 581 donor ginjar tahun lalu.

Semakin banyaknya organ tubuh ilegal membuat ODC meningkatkan persyaratan pendonor, termasuk mewajibkan rumah sakit memberikan rincian identitas pendonor.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER