Bangkok, CNN Indonesia -- Pemerintah militer Thailand berjanji untuk menciptakan perdamaian dalam satu tahun di wilayah selatan yang mayoritas penduduknya muslim.
"Kami berupaya sekuat tenaga. Kami akan mencoba menciptakan perdamaian dalam satu tahun," ujar Menteri Pertahanan Prawit Wongsuwan kepada wartawan.
Prawit Wongsuwan mengeluarkan pernyataan itu meski perundingan damai yang bertujuan menghentikan pemberontakan yang berlangsung selama satu dekade dengan ribuan korban menemui jalan buntu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekerasan sporadis telah menewaskan 5.700 orang di provinsi yang berbatasan dengan Malaysia tempat perlawanan terhadap pemerintah beragama Budha telah berjalan selama beberapa dekade, dan kembali merebak pada Januari 2004.
Kekerasan kembali terjadi pada Jumat (31/10) ketika serangan bom yang menewaskan seorang wanita dan melukai dua orang lainnya terjadi di tiga restoran di provinsi Pattani.
Menteri Pertahanan Thailand mengatakan serangan tersebut dilakukan sebagai balasan atas penangkapan sejumlaht tersangka pemberontak oleh aparat berwenang.
"Serangan itu terjadi karena kami berhasil menangkap beberapa orang termasuk para peimpin kelompok yang terlibat dalam mendorong aksi kekerasan," kata Prawit.
Aksi serangan itu terjadi ketika Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mencoba menampilkan citra efektitas lebih tinggi dalam mengatasi pemberontakan yang berbasis di provinsi Pattani, Yala dan Narathiwat, Thailand Selatan.
Aksi kekerasan sesekali terjadi di provinsi Songkhia, yang menjadi daerah kunjungan wisatawan asal Malaysia.
Provinsi-provinsi tersebut sebelumnya merupakan bagian dari kesultanan Islam Melayu sebelum direbut oleh Thailand pada 1902.
 Pemberontakan di Thailand Selatan telah terjadi selama beberapa dekade. (Reuters/Surapan Boonthanom ) |
Pemerintah Thailand berulang kali mencoba untuk mengatasi kekerasan yang terus gagal, bahkan menyebabkan negara itu dikritik keras seperti tuduhan pelanggaran hak asasi manusia terhadap tersangka militan dan pendukungnya.
Pemerintah Perdana Menteri Yingluck Shinawatra yang disingkirkan oleh kudeta militer secara resmi sepakat memulai perundingan damai dengan satu kelompok militan yang beroperasi di provinsi Thailand Selatan pada 2013.
Kelompok hak asasi manusia dan akademisi menyambut baik perundingan yang terhenti setelah pemerintah Yingluck terlibat dalam krisis politik selama beberapa bulan sebelum Yingluck diperintahkan mundur oleh pengadilan pada 7 Mei lalu.
Militer pun merebut kekuasaan melalui kudeta pada 22 Mei.
Prayuth, yang menjadi pemimpin Thailand setelah kudeta, berjanji untuk melakukan penyelidikan terhadap tuduha pelanggaran hak asasi manusia oleh tentara.
Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan janji itu tidak dipenuhi oleh Perdana Menteri.
Pada Agustus seorang remaja berusia 14 tahun ditembak mati oleh seorang sukarelawan tentara di Narathiwat.
Penyelidikan polisi menemukan bahwa pelaku meletakkan pistol di tangan korban setelah dia tewas agar dia tampak seperti anggota pemberontakan.
"Militer perlu sadar akan realitas bahwa mereka ikut bertanggungjawab untuk meningkatkan situasi di Thailand selatan," ujar Sunai Phasuk, peneliti senior soal Thailand pada Human Rights Watch.
"Mereka harus memulainya dengan mendisiplikan dan mengadili tentara yang melanggar hak asasi manusia."