Bangkok, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha pada Rabu (29/10) menyanggah kritik soal adanya rekayasa investigasi kepolisian terhadap dua warga Myanmar yang dituduh membunuh dua turis asal Inggris. Menurutnya, tes DNA bisa dilakukan lagi untuk memastikan.
Dua warga Myanmar, pekerja migran Zaw Lin dan Win Zaw Htun yang keduanya berusia 21 tahun, didakwa atas pembunuhan warga Inggris David Miller (24) dan Hannah Witheridge (23), yang tubuhnya ditemukan di pantai di selatan Pulau Koh Tao pada 15 September.
Hasil pemeriksaan post-mortem menunjukkan bahwa
backpackers asal Inggris itu tewas setelah di pukul di kepala dan yang wanita diperkosa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi mengatakan bahwa dua pria Myanmar tersebut mengakui kejahatan mereka dan DNA mereka pun sama dengan sampel yang diambil dari tubuh Witheridge, meskipun hingga saat ini mereka belum hadir di persidangan untuk bersaksi dan mendapat hukuman.
Mereka kemudian menarik pernyataan tersebut dan mengatakan telah disiksa untuk mengaku. Polisi menyangkal pernyataan itu.
"Kami tidak akan menghalangi hak untuk menyelidiki kasus ini. Kami bahkan bisa menguji DNA mereka lagi jika ada kecurigaan bahwa mereka bukanlah pelakunya," kata Prayuth kepada wartawan.
"Jika orang berpikir bahwa tidak ada keadilan dalam kasus ini, kami akan sangat senang untuk mengujinya lagi," lanjut Prayuth.
Komentar Prayuth diutarakan di tengah meningkatnya kekhawatiran diplomatik bahwa dua warga Myanmar mungkin telah disiksa selama interogasi.
Komisi HAM Thailand telah meluncurkan penyelidikan atas dugaan penyiksaan oleh polisi.
Saat ini polisi berada di bawah tekanan untuk menyelesaikan kasus ini dan telah dituduh ceroboh karena baru melakukan penyelidikan beberapa hari setelah serangan itu.
Pembunuhan telah membuat pariwisata Thailand makin terpukul setelah peristiwa kudeta di Thailand. Sebelumnya, pariwisata Thailand menyumbang hampir 10 persen dari produk domestik bruto negara dengan sebutan Gajah Putih ini.