Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo akan menjabarkan pandangannya mengenai konektivitas dan investasi infrastruktur dalam Konferensi Tingkat Tinggi Forum Ekonomi Asia-Pacific, APEC di Beijing.
Presiden baru Indonesia ini akan menjadi salah satu pembicara utama dalam acara makan siang pada 11 November yang diadakan di sela-sela pertemuan APEC
"Masalah konektivitas dan infrastruktur adalah sesuatu yang dikemukakan Indonesia sejak tahun lalu dan disepakati ini akan terus dibawa ke depan," ujar Arto Suryodipuro, direktur kerja sama intra kaasan Asia Pasifik dan Afrika di Kementerian Luar Negeri, pada Rabu (5/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan Tinggi APEC pada 10-11 November ini akan dihadiri oleh 21 pemimpin ekonomi negara Asia Pasifik.
Presiden Jokowi juga akan melanjutkan gagasan mengenai kelautan, seperti yang sudah pernah digagas dalam forum-forum dalam negeri.
"Jadi kalau dalam APEC yang menangani isu perhubungan,Indonesia akan fokus pada perhubungan kelautan. Yang menangani pariwisata, fokus pada pariwisata kelautan," ujar Arto memberikan contoh.
Menurut Arto, APEC menjadi ajang penting untuk mengembangkan visi pemerintah Indonesia di bidang kelautan dan juga mengukuhkan gagasan ini di kancah internasional.
"Dua hal penting. Pertama adalah bagaimana APEC dapat bermanfaat untuk pembangunan kita di dalam, kalau sejalan akan memudahkan Indonesia. Kedua, APEC adalah forum yang tepat untuk membahas persoalan kelautan secara kooperatif," ujar Arto.
 Pertemuan Tinggi APEC pada 10-11 November ini akan dihadiri oleh 21 pemimpin ekonomi negara Asia Pasifik.(Reuters/Kim Kyung-Hoon) |
Selain pertemuan resmi ini, Presiden Joko Widodo dijadwalkan untuk mengikuti pertemuan sela seperti CEO Summit.
"Diperkirakan atau lazimnya itu 1.500-an CEO yang ikut dalam CEO Summit. Di sini Presiden akan menyiapkan visi ekonomi Indonesia lima tahun ke depan dalam membangun negara," ujar Arto.
Sejak pertama kali diselenggarakan di Canberra tahun 1989, KTT APEC yang saat ini diikuti oleh 22 negara anggota, bertujuan untuk mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara anggota di Asia Pasifik.
APEC menghasilkan "Deklarasi Bogor" pada KTT 1994 di Bogor yang bertujuan untuk menurunkan bea cuka hingga nol dan lima persen di lingkungan Asia Pasifik untuk negara maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya tahun 2020.
Penyelenggaraan KTT APEC tahun 1997 di di Vancouver, Kanada, pernah menuai kontroversi ketika kepolisian setempat menggunakan bubuk merica untuk meredakan aksi para pengunjuk rasa yang memprotes kehadiran mantan presiden Soeharto yang menjabat kala itu.
Pada tahun 2003, kepala organisasi Jemaah Islamiyah Riduan Isamuddin alias Hambali berencana melancarkan serangan pada KTT APEC di Bangkok, Thailand. Hambali ditangkap di kota Ayutthaya oleh kepolisian setempat sebelum ia dapat melaksanakan serangan itu.
KKT APEC tahun 2013 yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain memperkuat agenda Bogor Goals, memperkuat ketahanan pangan, memfungsikan perdagangan multilateral lain seperti East Asia Summit dan G-20, serta meningkatkan intra-APEC untuk infrastruktur, konektivitas institusi dan sumber daya manusia.