Beirut, CNN Indonesia -- Perancis akan mulai mengirimkan peralatan militer ke Libanon pada awal 2015 sebagai bagian dari kontrak senilai US$3 miliar untuk membantu negara tersebut melawan militan bersenjata di daerah dekat Suriah.
Situasi dalam negeri Libanon yang sedang mengalami perpecahan semakin diperburuk dengan adanya perang di lintas perbatasan.
Pemerintah Libanon membutuhkan lebih banyak sumber dan perangkat keras yang lebih baik untuk mengatasi ketidakstabilan dan gangguan kelompok separatis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kontrak yang juga merupakan bantuan dari Arab Saudi ini diyakini akan memperkuat kemampuan Libanon untuk melawan ancaman di wilayahnya dari kelompok-kelompok Muslim garis keras dan sayap militan Hizbullah.
Menurut sumber dari Kementerian Pertahanan Perancis, kesepakatan ini melibatkan sekitar 20 perusahaan untuk pengadaan perangkat pertahanan darat, laut dan udara, termasuk kendaraan militer, persenjataan berat, rudal anti-tank, mortir dan senjata lainnya.
"Kami bermaksud memulai pengiriman pada awal 2015, kemudian setiap enam bulan, sampai pada pengiriman helikopter," ujar sumber tersebut. Kesepakatan pengiriman ini akan berlangsung selama 36 bulan ke depan.
Sementara peralatan intelijen dan pengawasan lainnya, termasuk
drone atau pesawat nirawak dan kapal patroli militer ringan, helikopter tempur dan angkut, juga akan dikirimkan ke Libanon.
"Selain pelatihan teknis untuk peralatan, Perancis juga setuju mendukung pelatihan operasional, yang berarti kontrak tidak akan berakhir setelah pengiriman selesai, tetapi akan terus berjalan hingga 10 tahun ke depan," ujar sumber tersebut.
Libanon yang merupakan bekas koloni Perancis khawatir jika militan bersenjata dari Suriah, seperti al-Kaidah, Jabal al-Nusrah dan ISIS, akan memperluas wilayah kekuasaan mereka hingga ke wilayah utara Libanon yang mayoritas Sunni.
Menurut pemerintah Libanon, kelompok bersenjata ini mencoba membuka rute baru antara Suriah dan Libanon saat musim dingin nanti.
Selain itu, Hizbullah juga mengirimkan pejuangnya untuk mendukung pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah.
Arab Saudi yang menyokong bantuan militer sebesar US$1 miliar ke Libanon belum lama ini ikut ambil bagian dalam serangan udara yang dipimpin oleh Amerika Serikat ke daerah kekuasaan ISIS di Irak dan Suriah.
Pemerintah Perancis dan Libanon sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah Riyadh khawatir jika bantuan persenjataan yang dikirimkan akan jatuh ke tangan Hizbullah.
Hal ini yang membuat kesepakatan sempat tertunda, padahal sudah disetujui sejak Desember lalu.
"Kami akan ada di sana selama 10 tahun. Saya sangsi Hizbullah akan merebut tank Caesar jika kami ada di sana. Fakta bahwa kami akan ada di Libanon adalah jaminan bagi pelanggan dan rekan kami," ujar sumber tersebut.