KEBEBASAN MEDIA

Pembungkaman Pers di Myanmar

CNN Indonesia
Jumat, 07 Nov 2014 18:03 WIB
Selama ini pemberitaan media di Myanmar selalu dikendalikan oleh pemerintah pusat. Kasus Par Gyi membuat dunia mendesak pencabutan kontrol atas media di sana.
Departemen Perizinan Media Myanmar meninjau dan menyensor semua isu dalam berita lokal sebelum diterbitkan. (REUTERS/Soe Zeya Tun)
Jakarta, CNN Indonesia -- Berkat desakan dari dunia internasional, Myanmar bersedia melakukan investigasi kematian wartawan lepas Par Gyi, yang tewas setelah ia meliput bentrokan yang terjadi antara militer Myanmar dan pemberontak etnis Karen.

Kasus yang menimpa Par Gyi menambah keraguan atas komitmen pemerintah Myanmar dalam reformasi negara itu.

Hingga kini, kebebasan pers di Myanmar merupakan salah satu yang terburuk di dunia, meskipun telah ada transisi dari pemerintahan junta militer ke kekuasaan sipil dan sumpah Presiden Thein Sein untuk mengadopsi pendekatan yang lebih liberal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Departemen Perizinan Media meninjau dan menyensor semua isu dalam berita lokal sebelum diterbitkan.

Kritik terhadap pemerintah dan militer dilarang untuk diterbitkan, meskipun sensor memperbolehkan berita mengenai pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan beberapa topik politik dan ekonomi.

Media asing mengisi kesenjangan pemberitaan mengenai negara tersebut, namun harganya sangat mahal. Setidaknya menjelang akhir 2014, lima wartawan yang untuk media asing telah dipenjarakan di Myanmar.

Sebelum kasus Par Gyi yang diduga terbunuh setelah disiksa oleh pihak militer, tiga wartawan lain telah tewas di Myanmar, menurut data dari Comittee to Protected Journalist (CPJ).

Kenji Nagai, yang bekerja untuk kantor berita Jepang APF News, dibunuh oleh tentara Myanmar ketika meliput protes pada tahun 2007. Pada tahun 1999, U Hla Han dan U Tha Win, keduanya karyawan media cetak Myanmar, Kyemon, diduga disiksa sampai mati oleh agen militer.

Kenji Nagai

Nagai, 50, dibunuh oleh tentara Myanmar yang sedang menghalau demonstrasi anti-pemerintah di Yangon, kata seorang pejabat Jepang dalam wawancara di televisi pemerintah.

Nagai tampaknya memang ditargetkan oleh tentara Myanmar, menurut rekaman video yang ditampilkan oleh Fuji News Network Jepang.

Rekaman itu menunjukkan Nagai yang sedang mengambil gambar di dekat sekelompok demonstran sebelum didorong ke tanah dan ditembak dari jarak dekat. Kedutaan Besar Jepang di Myanmar membenarkan pembunuhan itu dan mengatakan bahwa jalur peluru melalui tubuh Nagai tidak sama dengan klaim pemerintah Myanmar yang mengatakan Nagai tewas akibat tembakan nyasar.

Nagai masuk ke Myanmar tiga hari sebelum ia terbunuh.

Menurut Asosiasi Media Myanmar dan sumber berita asing di Myanmar, pemerintah militer memutus hampir semua layanan ponsel di Yangon pada 27 September sejak pukul 3 sore, bertepatan dengan waktu ketika pasukan keamanan berhadapan dan menembaki demonstran biksu di Pagoda Sule di pusat kota Yangon.

Menurut pemerintah, sepuluh orang tewas dalam tindakan kekerasan pada 27 September tersebut. Namun sumber-sumber diplomatik yang dikutip media, jumlah korban tewas lebih tinggi.

Pasukan terlihat membersihkan demonstran dari jalanan dan memerintahkan demonstran untuk pergi dalam waktu 10 menit sebelum mereka melepaskan tembakan.

U Hla Han U Tha Win

U Hla Han dan U Tha Win, adalah wartawan surat kabar Kyemon (The Mirror), milik negara Myanmar, yang diduga disiksa sampai mati oleh agen intelijen militer, menurut laporan dari Democratic Voice Oslo yang berbasis di Myanmar, DVB.

DVB mengatakan bahwa 27 karyawan koran itu dibawa untuk diinterogasi tak lama setelah edisi surat kabar dengan gambar kepala intelijen militer Khin Nyunt terbit dengan judul 'Kecoak Terbaik di Dunia' pada tanggal 25 September 1999. U Hla Han meninggal pada tanggal 27 September dan U Tha Win meninggal pada tanggal 2 Oktober.

Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke kantor berita AFP, pemerintah junta militer membantah telah mengeksekusi staf Kyemon. "Kami tidak percaya itu kejahatan yang disengaja. Tidak ada yang ditahan atau didakwa," kata pernyataan itu.

Pemerintah junta memang mengkonfirmasi bahwa U Tha Win telah meninggal, tapi dengan alasan bahwa ia yang seorang pecandu alkohol yang meninggal di rumah sakit pada 30 September setelah koma selama beberapa hari. Pemerintah juga mengatakan bahwa U Hla Han telah pensiun dari Kyemon sejak 10 tahun sebelumnya.

Pada tahun 2001, sumber-sumber di Yangon mengatakan kepada CPJ bahwa U Hla Han dan U Tha Win memang dihukum karena judul pemberitaan Kyemon dan meninggal dalam tahanan pemerintah.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER