Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga non-pemerintah Oxfam menganggap negara-negara Asia seperti Thailand, Vietnam, Indonesia dan Filipina tidak tanggap bencana, menyebabkan banyak warganya tewas dan kerugian finansial yang besar saat musibah melanda.
Dalam laporan yang diterbitkan lembaga asal Inggris itu hari ini (6/11) berjudul "Can't Afford to Wait: Briefing Note" negara-negara di Asia tidak menempatkan tanggap bencana sebagai salah satu program prioritas pemerintah, padahal wilayah ini diprediksi akan terkena dampak perubahan iklim di masa depan.
"Pada tahun 2013, 78 persen orang terbunuh akibat bencana di Asia walau hanya 60 persen bencana global terjadi di sini. Dalam 20 tahun terakhir, Asia menanggung hampir setengah kerugian ekonomi akibat bencana global, mencapai hampir US$53 miliar tiap tahunnya," tulis pernyataan Oxfam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oxfam mengatakan, jika tidak ada perubahan yang dilakukan, empat negara Asia yaitu Filipina, Thailand, Indonesia dan Vietnam akan mengalami kerugian setara hingga 6,7 persen dari GDP per tahun pada 2011, dua kali lipat kerugian rata-rata global, seperti diprediksi oleh Asian Development Bank (ADB).
"Ini adalah gangguan bagi perekonomian di seluruh Asia yang memiliki rata-rata kenaikan GDP 6 persen per tahun sejak 2012," tulis Oxfam.
Oxfam menemukan bahwa program tanggap bencana dan perubahan iklim di Asia punya banyak kekurangan, salah satunya adalah ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan perangkat bagi komunitas lokal untuk menghadapi situasi bencana.
"Saat pemerintah gagal mengimplementasikan kebijakan iklim dengan baik, para imbasnya berdampak pada rakyat miskin. Di Asia, banyak produsen makanan kecil yang hidup sulit. Mereka tidak punya tabungan atau aset untuk melanjutkan hidup usai bencana. Merekalah yang akan kalah dalam perang melawan perubahan iklim," kata Shehai Soneji, Direktur Wilayah Oxfam di Bangladesh.
Contohnya adalah Filipina, setahun setelah topah Haiyan menghantam negara itu, menewaskan lebih dari 6.300 orang.
Banyak keluarga korban Haiyan di Filipina yang saat ini masih berjuang hidup, dengan kemiskinan yang semakin mendalam. "Lebih dari satu juta petani kelapa dan 200 ribu nelayan terkena dampaknya," tulis Oxfam.
Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho membantah jika dikatakan Indonesia tidak perhatian terhadap tanggap bencana.
Dia mengatakan, kecakapan Indonesia dalam bidang ini membuat negara ini jadi salah satu contoh di Asia Tenggara.
"BNPB baru terbentuk secara nasional pada 2008, artinya baru enam tahun. Tetapi capaian Indonesia sangat besar. Indonesia ditunjuk PBB sebagai pusat penanganan bencana dan banyak negara yang datang belajar soal tanggap bencana di negara ini," kata Sutopo kepada CNN Indonesia (6/11).
Di tingkat provinsi dan ktoa, lanjut Sutopo, BNPB juga telah menyalurkan berbagai logistik berupa peralatan tanggap bencana.
Anggaran tanggap bencana dari pemerintah sejak tahun 2008 juga meningkat hingga 2.600 persen.
"Anggaran kita tahun 2008 Rp93 miliar dan saat ini dinaikkan hingga Rp3 triliun, artinya perhatian pemerintah sangat besar dalam hal ini," tegas Sutopo.