KOLOM

Pengakuan Bankir Inggris di Hong Kong

CNN Indonesia
Senin, 10 Nov 2014 16:59 WIB
Seorang bankir asal Inggris yang bekerja di Hong Kong menceritakan kisah kehidupan malam di distrik Wan Chai, tempat dia menjadi pencandu kokain.
Bisnis protistusi, kokain dan minum keras, dapat dengan mudah ditemukan di distrik Wan Chai, Hong Kong. (Reuters/Tyrone Siu)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Hong Kong, CNN Indonesia -- Penulis adalah seorang bankir Inggris yang bekerja selama beberapa tahun di Hong Kong, sebelum menjadi pencandu narkoba. Saat ini, Bankir yang tak mau disebutkan namanya itu sedang dalam pengobatan untuk mengatasi kecanduannya dan tidak lagi tinggal di Hong Kong. Tulisan adalah pengalaman pribadinya.

Ketika pertama kali saya berkunjung ke distrik Wan Chai, Hong Kong, saya tak percaya dengan apa yang saya lihat: begitu banyak bar dan tempat prostitusi yang secara terbuka mencoba menarik pengunjung untuk singgah.

Pekan pertama saya di Hong Kong, saya sudah ditawarkan kokain, namun saya tidak menerimanya saat itu. Ketika kemudian saya mau mencari kokain, mudah sekali untuk mendapatkannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama saya bekerja di Hong Kong, saya mengenal sekitar 100 warga negara asing berusia 20 hingga 50 tahun, 30 orang diantaranya merupakan pemakai kokain. Sebagian besar dari mereka bekerja di bidang perbankan.

Saya kenal dengan orang-orang yang bekerja di bidang perbankan di London, Chicago dan Sydney dan mereka semua mendapat tekanan pekerjaan yang sama seperti di Hong Kong.

Bahkan, hampir semua bankir yang saya kenal di kota-kota tersebut adalah pencandu narkoba. Sehingga, ada dua kemungkinan mengapa narkoba marak digunakan, yaitu faktor kemudahan mendapatkan obat-obatan terlarang dan faktor banyaknya orang yang menggunakan narkoba. Kedua faktor tersebut dapat terlihat di Hong Kong.

Ketika saya membaca berita pembunuhan di Wan Chai yang diduga dilakukan oleh bankir Inggris, reaksi pertama saya adalah, "Semoga pelakunya bukan orang yang saya kenal", karena kemungkinan itu terbuka lebar.

Saya kenal dengan beberapa orang yang dapat membuat kekacauan serupa di Hong Kong dan sekarang baru saya sadari seberapa besar perubahan yang saya alami sejak tinggal di Hong Kong: hampir tidak manusiawi.

Mudahnya mendapatkan kokain

Saya biasanya mendapat obat-obatan terlarang melalui seorang pengedar yang dapat dihubungi melalui pesan teks atau telepon sejak pukul 4 sore.

Sekitar sejam setelahnya, salah satu asisten pengedar telah sampai di depan kantor saya menggunakan mobil.

Saya hanya tinggal mengatakan kepada orang-orang kantor bahwa saya ingin turun ke bawah untuk membeli rokok.

Kemudian saya masuk ke dalam mobilnya dan dia akan membawa saya berjalan-jalan menjauhi kantor.

Setengah menit kemudian, saya sudah mendapatkan kokain dan memberikannya sejumlah uang.

Pengedar saya beroperasi di empat hingga lima lokasi transaksi pembelian narkoba, dan semuanya tidak jauh dari area perkantoran.

Jika pengedar saya sedang sibuk atau tidak menjawab telepon saya berarti dia tengah melayani pembeli lain. Namun, hal tersebut jarang terjadi. Selama saya membeli dari pengedar ini, hanya sekali pesanan saya tidak terpenuhi.

Selain membeli dari pengedar, saya juga bisa mendapatkan kokain hanya dengan datang ke sebuah bar di Wan Chai. Hampir seluruh bar di area tersebut menjual kokain.

Mudah sekali menemukan pengguna kokain di dalam bar di Wan Chai. Perhatikan saja orang yang pergi ke toilet setiap 20 menit, dan ketika keluar dari toilet, hidung mereka masih terdapat remah bubuk kokain.

Mereka cenderung melontarkan perkataan kasar dan tidak akan mengakui bahwa mereka baru saja menyedot kokain. Namun, para pengguna kokain biasanya sudah saling kenal, meskipun hanya tahu nama depan saja.

Satu gram kokain dihargai sekitar US$90 hingga US$130. Pada awalnya saya hanya membeli satu kali dalam sebulan. Setelah beberapa tahun menjadi pemakai, saya bahkan membeli empat paket kokain dalam seminggu.

Saya biasanya hanya menggunakan satu gram kokain dalam satu malam. Namun, lambat laun, saya cukup sering menggunakannya.

Saya biasa menggunakan kokain di dalam bar di Wan Chai yang buka hingga pukul 9 pagi. Ketika bar itu tutup, saya dapat menyebrang jalan dan masuk ke bar yang buka mulai pukul 9 pagi.

Bar yang buka hingga pukul 9 pagi bukan jenis bar di mana gadis-gadis cantik berdiri di depannya, melainkan jenis bar yang berisi para pekerja seks yang membujuk saya untuk membelikan mereka minuman yang mahal.

Tak lama berselang, ajakan minum pun berubah menjadi ajakan tidur bersama di sebuah hotel.

Saya selalu menolak ajakan mereka, karena saya lebih tertarik menenggak bir.

Tidak ada yang benar-benar khawatir

Jika saya tidak memakai kokain hingga teler dan hanya minum-minum hingga pukul 3 pagi, saya dapat bekerja sebagaimana mestinya pada pagi hari.

Saya pernah harus izin tidak masuk kantor selama tiga hari dan meminta pegawai lainnya menggantikan saya.

Pada umumnya, tidak pernah ada satu pun orang yang benar-benar khawatir kepada para pengguna kokain seperti kami.

Di kantor saya, ada tiga pria yang biasanya absen tanpa cuti resmi untuk "menghilang" selama tiga atau empat hari. Tentu saja, para istri mereka akan khawatir dan menghubungi semua orang.

Orang akan mencoba menghimbau mereka, namun kemudian sadar bahwa, "para suami mereka dalam kondisi baik-baik saja di sebuah bar, dan sedang teler karena kokain. Mereka akan kembali dalam beberapa hari dengan perasaan menyesal dan berjanji untuk tidak akan melakukannya lagi. Perasaan menyesal itu hanya bertahan selama seminggu."

Jika saya berada di Wan Chai, saya tahu saya tidak akan mendapatkan masalah yang berurusan dengan hukum.

Saya bisa pergi ke toilet, kamar kecil dan memakai kokain di pinggiran sempit di belakang toilet. Para pengguna kokain bahkan tidak menutup hidung mereka ketika sedang memakai kokain.

Saya kenal dengan pria yang suka menenggak minuman keras. Saya juga kenal dengan pria yang suka memakai obat-obatan terlarang atau yang suka menghabiskan waktu dengan wanita. Kelompok terkahir biasanya jarang dapat ditemui, karena mereka sedang bersama wanita di suatu tempat.

Hong Kong telah membuat saya hancur sebagai seorang manusia. Kapanpun saya mengingkan wanita bar, kokain dan minum keras, saya dapat menemukannya di Wan Chai.

Bebasnya kehidupan malam di Wan Chai bahkan tidak saya dapat di kota-kota besar di negara lain.

Ketika saya pergi ke kota lain, rasanya seperti "mengapa mereka tidak memiliki tempat yang buka sepanjang malam. Sangat sulit untuk mendapatkan kokain sekarang."

Jika saya tidak keluar dari Hong Kong, mungkin saya sudah tewas.

Meninggalkan Hong Kong adalah keputusan tepat yang telah menyelamatkan hidup saya.

(sumber: CNN)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER