Aleppo, CNN Indonesia -- Para komandan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS, menurut penyidik PBB sudah layak diadili karena kejahatan perang, termasuk melakukan pembunuhan massal, pemenggalan, rajam dan eksekusi terhadap warga sipil.
Penyidik PBB mengumpulkan laporannya berdasarkan wawancara dengan 300 pria, wanita dan anak-anak yang berhasil kabur dari cengkeraman ISIS di wilayah perbatasan Irak dan Suriah, termasuk di Aleppo.
Penyidik PBB mendesak para pemimpin dunia untuk menyeret para komandan ISIS ke Mahkamah Pidana Internasional karena kejahatan perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam melakukan pembunuhan massal terhadap tentara dan warga sipil yang tertangkap setelah serangan militer, anggota ISIS melanggar hukum kemanusiaan internasional dan melakukan kejahatan perang," ujar laporan PBB, dikutip Reuters, Jumat (14/11).
Menurut para saksi juga, ISIS memiliki polisi khusus yang bertugas menjaga kota dari pelanggaran-pelanggaran hukum Islam dengan menerapkan hukuman berat bagi pelakunya, di antaranya adalah potong tangan, rajam dan eksekusi mati.
"ISIS memenggal, menembak mati dan merajam pria, wanita dan anak-anak di ruang publik di kota dan desa sepanjang timurlaut Suriah. Bagian tubuh korban lelaki biasanya dipajang di tempat umum sebagai peringatan bagi mereka yang enggan bergabung dengan tentara ISIS," tulis laporan PBB.
Eksekusi mati tercatat terjadi di Aleppo, Raqqa, Idlib, Al-Hassakeh dan provinsi Deir Al-Zor.
"Para saksi menyaksikan tubuh-tubuh yang masih berdarah tergantung di kayu salib dan kepala-kepala ditancapkan di pagar-pagar taman," lanjut PBB.
Puluhan ribu tentara ISIS berasal dari negara-negara Barat yang kebanyakan adalah para pemuda. Tentara asing ini juga banyak yang menempati posisi penting di angkatan bersenjata ISIS.
Laporan PBB juga menyebutkan, sejak Amerika Serikat dan pasukan koalisinya melancarkan serangan udara ke Suriah, anggota ISIS mulai berbaur dengan warga sipil dan tinggal di rumah-rumah serta pertanian mereka.
Akibatnya, puluhan warga sipil ikut menjadi korban serangan AS.
Lembaga Syrian Observatory for Human Rights menyebutkan sejak AS melancarkan serangan 23 September lalu, sudah 865 orang tewas, 50 di antaranya warga sipil.