Juba, CNN Indonesia -- Sudan Selatan memberi peringatan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Selasa (25/11) mengenai upaya penghentian kekerasan di negara termuda di dunia ini melalui sanksi.
Menurut duta besar PBB untuk Sudan Selatan, Francis Deng, pemberlakuan sanksi ini tidak membuat posisi negaranya untuk bekerja sama tetapi malah semakin memicu konfrontasi.
Diawali dengan pertempuran yang meletus pada Desember lalu di Sudan Selatan setelah beberapa bulan terjadi ketegangan politik antara Presiden Salva Kiir dan wakilnya yang dipecat Riek Machar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konflik ini membuka kembali perselisihan antaretnis, yaitu antara etnis Dinka yang mendukung Kiir melawan etnis Nuer yang mendukung Machar.
Amerika Serikat menyampaikan kepada 15 anggota Dewan Keamanan PBB tiga minggu lalu untuk menyusun rancangan resolusi yang akan memberikan sanksi internasional terhadap negara yang memerdekakan diri dari Sudan pada 2011 lalu tersebut.
Namun, para diplomat mengatakan anggota dewan belum menerima rancangan resolusi yang dimaksud.
"Tanggung jawab utama untuk menyelesaikan permasalahan di Sudan Selatan terletak di tangan para pemimpinnya. Komunitas internasional dapat mendukung upaya ini namun tidak dapat memberikan solusi dari luar," ujar Deng kepada dewan.
Sementara itu, Uni Eropa dan AS telah memberlakukan sanksi bilateral atas pelanggaran Sudan Selatan dari perjanjian perdamaian pertama yang ditandatangani pada Januari lalu.
Saat ini pembahasan perjanjian perdamaian yang ditengahi oleh blok Otoritas Antarnegara tentang Pembangunan (IGAD) di kawasan Afrika Timur masih berlangsung di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, dan belum mencapai kesepakatan penuh.
"Kekecewaan masyarakat internasional dengan jalannya pembahasan di Addis Ababa dapat dimengerti namun solusi berkelanjutan terhadap krisis di Sudan Selatan tidak dapat diraih dengan pemberlakuan sanksi," ujar Deng.
"Sanksi hampir tidak pernah mencapai tujuan obyektif mereka. Sebaliknya mereka hanya cenderung mempersulit posisi ke arah konfrontasi, bukan kerja sama. Masyarakat internasional dapat memainkan peran positif dengan melibatkan kedua belah pihak secara konstruktif untuk mempercepat kesepakatan," ujar Deng melanjutkan.
Deng menyalahkan lambatnya pembahasan perdamaian yang ditengahi oleh IGAD.
Dewan Keamanan PBB pada Selasa dengan suara bulat telah memperbarui mandat bagi 12.500 penjaga perdamaian PBB di Sudan Selatan selama enam bulan dengan misi yang berpusat pada perlindungan warga sipil.
PBB mengatakan penjaga perdamaian ini akan melindungi sekitar 100 ribu pengungsi di sembilan titik di negara tersebut.
Konflik ini telah menewaskan lebih dari 10 ribu warga di Sudan Selatan serta menyebabkan sekitar satu juta warga melarikan diri.