Ferguson, CNN Indonesia -- Setelah berbulan-bulan dihajar demonstrasi dan protes menyusul penembakan pemuda kulit hitam oleh polisi, perekonomian kota Ferguson di Amerika Serikat ambruk dan dampaknya diprediksi akan berlangsung dalam jangka panjang.
Michael Brown, 18, ditembak polisi Darren Wilson pada Agustus lalu di distrik St Louis, memicu demonstrasi besar yang berujung kerusuhan dan penjarahan di kota mayoritas kulit hitam tersebut.
Aksi bertambah parah setelah juri pengadilan memutuskan bahwa Wilson saat itu membela diri dan tidak bisa didakwa, berdasarkan penyelidikan bukti dan saksi. Demonstrasi juga menyebar ke banyak kota di AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 400 orang ditahan polisi pada kerusuhan di St. Louis dan di berbagai kota di seluruh AS pada demonstrasi menentang keputusan juri.
Majalah TIME awal pekan ini menuliskan, sejak peristiwa ini meletup Agustus lalu, ditingkahi dengan kerusuhan dan penjarahan, penjualan di pusat bisnis Ferguson menurun hingga 80 persen.
Menurut Fox Business, penembakan tersebut membuat harga properti di kota tersebut anjlok, menurun hingga lebih dari 8 persen. Usai keputusan juri, harga perumahan di Ferguson bahkan diprediksi turun hingga 15 persen.
Kerugian ekonomi akibat peristiwa ini diperkirakan akan semakin membuat kehidupan warga di kota berpopulasi 21 ribu orang itu semakin sulit.
Sebelumnya, hampir 20 persen warga di Ferguson hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlahnya lebih besar ketimbang rata-rata nasional Amerika, yaitu 15 persen.
Akibat perekonomian yang morat-marit, banyak warga di Ferguson harus merelakan rumah mereka karena tidak mampu membayar cicilan. Menurut Zillow, pusat data real estate online, 15,3 per 10 ribu rumah di Ferguson disita. Jumlah ini lebih tinggi dibanding rata-rata nasional, yaitu 4,5.
Tidak hanya harganya yang tinggi, namun rumah di Ferguson juga semakin sulit dijual. Menurut Logan Strain, agen perumahan dari Coldwell Banker Gundaker, butuh waktu delapan bulan untuk menjual satu rumah di Ferguson.
"Semoga dampaknya hanya jangka pendek, kecuali ada dampak permanen terhadap pekerjaan di wilayah ini," kata Strain.
Jangka panjangMenilik dari berbagai kasus yang pernah terjadi, dampak ketegangan sosial, kerusuhan dan demonstrasi anarki akan berdampak panjang pada perekonomian sebuah kota.
TIME mengambil contoh kerusuhan di Los Angeles tahun 1992 yang berdampak terhadap ekonomi wilayah itu selama 10 tahun. Selama satu dekade berdasarkan riset oleh Victor Matheson dari College of Holy Cross dan Robert Baade dari Lake Forest College, Los Angeles kehilangan pemasukan dari pajak perdagangan hingga US$4 miliar.
Kerusuhan Los Angeles terjadi setelah kekerasan polisi terhadap warga terungkap dan terekam video. Sebanyak 53 orang tewas, lebih dari 2.000 terluka dan 11 ribu ditahan dalam kerusuhan menyusul peristiwa itu.
"Ketegangan sosial memiliki dampak negatif jangka panjang pada ekonomi lokal, bahkan lebih bertahan lama ketimbang bencana alam. Walaupun Topan Andrew menyebabkan kerugian lebih banyak, namun bisnis bisa kembali bangkit usai pembersihan. Itu yang tidak kami lihat di Los Angeles," kata Matheson.
Hal serupa terjadi di London usai kerusuhan 2011, juga akibat penembakan warga oleh polisi. Walaupun Inggris telah berkomitmen menganggarkan lebih dari US$116 juta untuk pemulihan pasca kerusuhan, namun dampak ekonominya masih terasa hingga kini.
Menurut Matheson, semakin cepat kekerasan di Ferguson selesai, maka akan semakin cepat juga perekonomian lokal kembali pulih.