POLITIK ISRAEL

Israel Adakan Pemilu Awal Setelah Pemecatan Menteri

CNN Indonesia
Selasa, 09 Des 2014 09:46 WIB
Parlemen Israel sepakat menyetujui usul Benjamin Netanyahu untuk melangsungkan pemilu lebih awal pada Maret 2015, dari yang seharusnya dijadwalkan pada 2017.
Benjamin Netanyahu mengusulkan pemilu ulang setelah ia memecat dua menteri dalam kabinetnya yang berasal dari partai moderat. (Reuters/Dan Balilty)
Yerusalem, CNN Indonesia -- Parlemen Israel membubarkan diri pada Senin (8/12) sebagai persiapan untuk pemilihan umum awal pada 17 Maret 2015, setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memecat dua menteri dalam kabinetnya.

Minggu lalu, Netanyahu memecat Yair Lapid sebagai menteri keuangan dan Tzipi Livni yang menjabat menteri kehakiman. Kedua menteri yang berasal dari partai moderat itu dianggap Netanyahu merencanakan kudeta karena tidak sependapat dengannya.

Pemungutan suara parlemen menghasilkan perolehan suara 93:0, yang berarti pemilu akan dimajukan dari yang seharusnya dijadwalkan pada 2017.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mayoritas jajak pendapat di Israel menunjukka kecenderungan Netanyahu akan terpilih kembali sebagai perdana menteri. Warga Israel mendukung sikap kerasnya terkait konflik Palestina dan masalah keamanan lainnya.

Meskipun partai Netanyahu, Likud, diprediksi akan memenangkan kursi terbanyak dalam parlemen, Netanyahu masih memerlukan dukungan partai lain untuk membentuk pemerintahan dengan dukungan mayoritas sebanyak 120 anggota parlemen.

Netanyahu meluncurkan kembali kampanyenya pada Senin dengan janji untuk mencabut pajak pada makanan dasar, pada konferensi bisnis di Tel Aviv.

Dia menyebut rencana cetak biru untuk "keadilan sosial”, yang akan menarik kelas menengah dan kelompok ultra-Ortodoks Yahudi.

Tepat sebelum pemungutan suara terkait pemilihan awal, anggota parlemen Israel juga memilih 47 melawan 23 suara untuk meloloskan amandemen yang didukung pemerintah untuk tetap membuka sebuah pusat penahanan bagi para migran Afrika meskipun pengadilan tinggi memerintah untuk menutupnya pada 22 Desember.

Pengadilan menemukan bahwa pada September, terdapat 2000 imigran, di bawah undang-undang tahun 2013, ditahan tanpa pengadilan.

Lebih dari 40 ribu imigran dari Eritrea dan Sudan berada di Israel,  kelompok hak asasi manusia mengatakan. Kebanyakan dari mereka secara ilegal melintasi perbatasan dengan Mesir.

"Dalam demokrasi Anda tidak dapat penjara orang tanpa pengadilan. Pengadilan akan menolaknya, lagi," anggota parlemen Nitzan Horowitz dari sayap kiri Partai Meretz mengatakan, sebagai protes terhadap hasil pemungutan suara.

Hotline for Refugees and Migrants, sebuah kelompok advokasi untuk migran, mengatakan akan mengajukan banding lagi ke pengadilan, mengatakan bahwa parlemen telah memilih "membuang-buang uang pembayar pajak untuk solusi yang salah.”

Baca juga:
Netanyahu Pecat Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman
Parlemen Perancis Akui Negara Palestina
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER