KESELAMATAN PENERBANGAN

Pelatihan Pilot Salah Dalam Atasi Pesawat Hilang Daya

Reuters | CNN Indonesia
Sabtu, 10 Jan 2015 20:13 WIB
Program pelatihan pilot yang sekarang berlaku dianggap salah ketika menghadapi situasi pesawat kehilangan daya terbang yang bisa berakibat pesawat jatuh.
Kotak hitam pesawat terbang mengungkap penyebab satu pesawat mengalami kecelakaan. (Reuters/Charles Platiau)
New York, CNN Indonesia -- Sementara para penyelidik berupaya mencari penyebab jatuhnya pesawat AirAsia dalam badai di khatulistiwa pada 28 Desember, industri penerbangan masih kesulitan menerapkan pembelajaran dari kecelakaan pesawat terbang akibat cuaca serupa yang terjadi dalam satu dekade terakhir.

Memang terlalu dini untuk mengatakan apakah pesawat AirAsia jenis Airbus A320 jatuh karena kesalahan pilot, masalah mesin, cuaca yang tidak terduga atau, seperti yang sering terjadi dalam kecelakaan pesawat, kombinasi dari banyak faktor.

Tetapi, pesawat itu jatuh secara tidak terkendali, dan terjadi setelah serangkaian kecelakaan fatal yang paling tidak sebagian disebabkan oleh kehilangan kendali, membuat perhatian kembali dipusatkan pada persoalan apakah program pelatihan pilot perlu diperbaiki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para pengkritik mengatakan pilot tidak mendapat pelatihan yang cukup terkait bagaimana bereaksi ketika satu pesawat terbang melambat atau kehilangan daya terbang, dan bahwa perubahan dalam panduan mengenai cara-cara terbaik pun berjalan lambat.

“Pembelajaran ini belum juga dipetik hingga kini,” ujar David Learmount, salah satu pengamat keselamatan dalam industri penerbangan. “Semua orang tahu masalahnya, tetapi tidak satupun berbuat sesuatu.”

Meski jarang terjadi, pilot hilang kendali menjadi penyebab utama kematian akibat kecelakaan pesawat. 

Kecelakaan Air France yang hilang dalam penerbangan dari Rio De Janeiro ke Paris dan pesawat Colgan Air di dekat Buffalo, New York, merupakan dua kecelakaan yang menggarisbawahi masalah ini.
Pesawat Air France jatuh ketika mengalami stall dalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris pada 2009. (Wikipedia Common/Joe Ravi)
Dalam kedua kecelakaan itu, pilot yang kebingungan tidak mengindahkan atau mengikuti peringatan pesawat akan mengalami stall, satu kondisi dimana pesawat kehilangan daya terbang akibat aliran udara pada sayap terlalu lambat.

Jet milik Air France memerlukan waktu empat menit untuk jatuh ke laut dari ketinggian 38 ribu kaki. Meski alarm peringatan stall yang terus berbunyi, tongkat kendali ditarik ke belakang yang malah berakibat fatal.

Kembali ke Dasar

Program pelatihan pilot yang lama dalam mengatasi stall mengajarkan para pilot untuk mendorong tongkat kendali ke depan, mengarahkan hidung pesawat ke bawah agar bisa melayang lebih rendah dan meningkatkan tenaga, satu langkah efektif meski tidak nyaman.

Tetapi dalam 30 tahun terakhir, sebagian besar maskapai penerbangan meminta para pilot untuk memegang tongkat kendali dengan stabil dan menghentakkan mesin agar bisa keluar dari situasi stall, yang berarti mencoba mempertahankan pesawat sehorizontal mungkin.

Dalam meneliti kecelakaan akibat stall dari periode ini, prosedur itu “tidak akan membantu dan malah menyebabkan kecelakaan daripada mencegahnya,” ujar Claude Lelaie, pensiunan pilot uji coba Airbus.

Dalam langkah bersama yang jarang terjadi, pada 2009 Airbus dan Boeing meminta penggunaan kembali prosedur ketat di ruang kendali yang digunakan “ketika orang-orang yang lebih tua seperti saya mempergunakannya,” kata Lelaie. “Dulu kami diajarkan untuk mendorong tongkat kendali begitu mendengar peringatan stall.”

Tetapi diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menyusun aturan yang bisa memastikan pilot menerima pelatihan penyegaran rutin dan menghilangkan prosedur di ruang kendali yang menjadi masalah ini.

Panduan sukarela baru yang dibuat oleh Badan PBB untun Penerbangan Sipil Internasional, ICAO, yang mengokoordinasikan keselamatan, baru berlaku enam minggu sebelum pesawat AirAsia QZ8501 hilang, dan diperlukan waktu bertahun-tahun sebelum bisa diterapkan di seluruh dunia.
Kotak hitam atau Black Box pesawat milik Air France yang jatuh ketika terbang dari Rio de Janeiro ke Perancis menunjukkan pilot menarik tongkat kendali ke belakang. (Reuters/Charles Platiau )
Peraturan baru terkait pelatihan pilot di AS baru akan diberlakukan pada 2019. Badan pengawas akan mewajibkan simulator penerbangan untuk memperbaiki model perilaku stall, perubahan yang juga akan memakan waktu bertahun-tahun.

ICAO juga mengusulkan agar pilot mengikuti latihan penyegaran dalam menghadapi stall dengan terbang mempergunakan pesawat akrobat kecil.

Tetapi Learmount dan pihak lain mengatakan sebagian besar maskapai penerbangan akan keberatan membiayai pelatihan ini.

Perubahan dalam pelatihan tidak bisa dilakukan dalam sekejap karena hal itu akan menciptakan risiko lain. Bahkan penyesuaian kecil pun harus benar-benar diteliti untuk mencegah berkembangnya bibit penyebab kecelakaan baru di masa depan.

Industri penerbangan bergulat dengan penurunan tajam dalam jumlah waktu yang digunakan pilot menerbangkan pesawat secara manual.

Para pilot sekarang biasanya hanya mengendalikan pesawat selama beberapa menit ketika lepas landas dan mendarat, dan mereka menggantungkan diri pada pilot otomatis dalam penerbangan panjang yang membosankan.

Ketika satu kejadian tak biasa mendadak muncul - seperti pembekuan atau gelombang udara kuat akibat badai - bahkan pilot terbaik pun akan mengalami “efek kaget” dan kemungkinan kesulitan mengingat kemampuan terbang secara manual dalam situasi yang jarang terjadi ini.

Satu penelitian oleh Universitas Griffith di Australia menemukan bahwa kemampuan seseorang untuk memproses informasi tidak berfungsi secara signifikan dalam 30 detik setelah mengalami kekagetan, jadi mendapat pelatihan untuk mengatasi situasi yang tidak diperkirakan sebelumnya sama pentingnya dengan mengetahui teori di ruang kendali pesawat.

Simulator penerbangan

Simulator penerbangan juga memiliki tantangan lain. Mesin ini sangat penting karena para pilot tidak mendapat atau hanya mendapat pelatihan terkait stall ketika terbang setelah mengikuti pelatihan dasar.
Pelatihan saat ini masih berbeda-beda seperti selimut dari kain percaDavid Greenberg, Konsultan Penerbangan dan mantan Direktur Penerbangan Delta Air Lines


Tetapi sebagian besar simulator tidak bisa secara akurat membuat model perilaku satu pesawat jika terjadi stall.

Dalam pertemuan membahas peraturan bulan ini, Badan Otorita Penerbangan Federal AS telah mendesak agar alat ini dibuat lebih baik.

Pembuat simulatorpun ingin mendapatkan data lebih baik mengenai stall untuk memperbaiki produk mereka.

Tetapi pembuat pesawat mengatakan stall pada pesawat sangat tidak terduga sehingga datanya tidak banyak bermanfaat - satu perbedaan pendapat yang bisa juga berimplikasi pada kecelakaan yang berpotensi terjadi.

“Tidak jelas bagaimana data simulasi akan dikumpulkan,” ujar Pat Anderson, direktur penerltian penerbangan di Univeristas Embri-Riddle Aeronautic, sekolah penerbangan terbesar di AS.

Di seluruh dunia, maskapai penerbangan, sekolah penerbangan dan pemerintah berreaksi berbeda dalam kecepatan dan kepatuhan mengadopsi perubahan-perubahan ini.

David Greenberg, seorang konsultan dan mantan operasi penerbangan Delta Air Lines mengatakan bahwa sejumlah maskapai penerbangan mengadakan pelatihan sendiri dan memberi kurikulum melebihi yang diperlukan. Sementara yang lain hanya sekadar memenuhi standar minimum.

“Pelatihan saat ini masih berbeda-beda seperti selimut dari kain perca,” katanya. (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER