Tahanan Guantanamo Dipaksa Berhubungan Seks dengan Pemeriksa

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Kamis, 22 Jan 2015 17:58 WIB
Mohamedou Ould Slahi, tahanan Guantanamo, menceritakan dalam bukunya bahwa dia dipaksa berhubungan seksual dengan tiga wanita petugas interogasi.
Mohamedou Ould Slahi diduga merencanakan pengeboman di bandar udara Los Angeles, dan ditahan di penjara Guantanamo, Kuba, tanpa pernah menjalani proses pengadilan. (Dok. Istimewa)
Guantanamo, CNN Indonesia -- Dalam buku memoarnya, "Guantanamo Diary", Mohamedou Ould Slahi, menceritakan kisahnya sebagai tersangka teroris yang harus menjalani proses pemeriksaan dengan cara-cara yang kejam. Salah satunya adalah dipaksa berhubungan seksual dengan tiga wanita petugas interogasi.

Buku memoarnya, yang diterbitkan pada Selasa (20/1) menceritakan bahwa dipaksa melakukan hubungan seks ala Amerikan atau yang dikenal dengan istilah "great American sex".

"Jika Anda mau bekerja sama, saya akan berhenti melecehkan Anda. Kalau tidak, saya akan melakukan hal ini kepada Anda setiap hari, dan akan lebih buruk. Berhubungan seks dengan seseorang tidak dianggap sebagai penyiksaan," ujar seorang petugas interogasi wanita, seperti ditulis dalam buku Slahi, dikutip dari The Independent, Rabu (21/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu pengacara Slahi, Nancy Hollander menyatakan bahwa teknik interogasi menggunakan pemaksaan hubungan seksual dan pelecehan bertujuan untuk menurunkan kepercayaan diri Slahi dan membuatnya malu akan dirinya sendiri. Menurut Hollander, teknik ini disetujui oleh pihak berwenang AS.

"Saya percaya mereka menggunakan orang-orang seperti Mohamedou (Slahi) untuk bereksperimen, untuk mencoba apakah teknik ini akan berhasil," kata Hollander.

"Yang lebih buruk adalah mereka pernah membawakan surat palsu kepada Mohamedou yang menyatakan bahwa mereka akan mengirimkan ibunya ke Guantanamo jika Mohamedou menolak memberikan keterangan yang ingin mereka dengar," kata Hollander, dikutip dari New York Times, Selasa (20/1). 

Hollander menyatakan, karena takut ibunya ikut ditahan di Guantanamo, Slahi mulai mengakui kejahatan yang tidak dia lakukan.

"Dia mulai mengatakan apa yang ingin mereka dengar, yang dibuat-buat dan tidak benar," kata Hollander.

Slahi, yang telah mendekam dalam penjara Guantanamo sejak tahun 2002, menjelaskan dirinya menjadi sasaran perlakuan brutal para sipir penjara, yaitu dengan disekap dalam ruangan beku selama berjam-jam, dipaksa meminum air garam dan berulang kali dipukuli, hingga dia tak bisa tidur.

"Saya benar-benar hidup dalam teror. Selama 70 hari berikutnya saya tidak akan tahu rasanya tidur terlelap. Interogasi ini memakan waktu 24 jam dalam sehari, dengan tiga dan terkadang empat kali dalam sehari," tulis Slahi dalam bukunya yang termasuk dalam 100 buku terbaik versi Amazon.

Tuduhannya penyiksaan psikologis dan fisik menderita datang hanya beberapa minggu setelah sebuah laporan Senat AS mengungkapkan meluasnya penggunaan teknik interogasi yang "disempurnakan" oleh CIA .

"Konvensi Menentang Penyiksaan, yang didukung Amerika Serikat adalah pesta, mengharuskan negara-negara yang melakukan penyiksaan mendapatkan peradilan, namun mengapa tak ada yang menuntut mantan Menteri Luar Negeri Donald Rumsfeld, dia adalah orang yang menandatangani perintah untuk menyiksa Mohamedou. Dia harus ditutut karena bekonspirasi untuk melakukan penyiksaan," kata Hollander.

Slahi selesai menuliskan bukunya pada tahun 2006. Namun, pemerintah AS menyatakan naskah buku tersebut termasuk dalam dokumen rahasia. Organisasi American Civil Liberties Union atau ACLU, membantu mendapatkan naskah tersebut melalui proses penyuntingan pada tahun 2012.

Meskipun buku "Guantanamo Diary" laris terjual dan menuai banyak pujian, sang penulis, Mohamedou Ould Slahi hingga kini masih mendekam dalam tahanan di penjara Teluk Guantanamo.

Dilaporkan CNN, Slahi, yang bergabung dengan kelompok pemberontak di Afghanistan pada dekade 1990an, menyerahkan diri ke pihak berwenang tiga minggu setelah serangan 9/11 pada 2001 lalu. Slahi diduga merencanakan pengeboman di bandar udara Los Angeles.

Kesaksian Mohamedou Ould Slahi dalam bukunya, "Guantanamo Diary" semakin menguatkan dugaan para tersangka teroris tidak mendapatkan keadilan di penjara Guantanomo. (Petty Officer 1st class Shane T. McCoy/U.S. Navy)
Komisi penyelidik serangan 9/11 menyatakan Slahi sebagai anggota penting Al-Qaidah, yang membantu merekrut sel teroris di Hamburg, termasuk sejumlah teroris yang meluncurkan serangan 9/11 dan teman sekamar Mohamed Atta.

Pemerintah AS juga menyatakan Slahi membantu merekrut pembajak 9/11, namun tidak pernah mengajukan tuntutan secara resmi.

Pada tahun 2010, seorang hakim federal AS memutuskan bahwa pemerintah tidak bisa melanjutkan penahanan atas Slahi karena kurangnya bukti. Meskipun demikian, Slahi tetap dipenjara setelah banding berikutnya ditolak oleh pemerintah AS.

Letnan Kolonel Myles B. Caggins, juru bicara Pentagon untuk urusan Guantanamo, mengatakan kasus Slahi sedang ditinjau ulang.

"Saya sangat berharap siapapun yang mencari gambaran bagaimana hidup di balik jeruji besi Guantanamo akan membaca buku ini dan mengapresiasinya. Semoga buku ini dapat mempercepat pembebasan Mohamedou dan tahanan lainnya yang tak pernah menjalani pengadilan," kata Hina Shamsi, direktur Proyek Keamanan Nasional ACLU, dikutip dari CNN, Selasa (20/1).

Baru dua hari diterbitkan, buku memoar setebal 466 halaman ini termasuk dalam 50 buku terlaris di Barnes & Noble. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER