Pamswakarsa Thailand Patroli Penyelundup Manusia

Reuters | CNN Indonesia
Jumat, 30 Jan 2015 10:51 WIB
Warga sipil Thailand membentuk patroli sukarela untuk menangani kegiatan perdagangan dan penyelundupan manusia yang marak terjadi di kepulauan Thailand Selatan.
Kemampuan sukarelawan sipil tidak sebanding dengan para penyelundup yang memiliki jaringan dan peralatan lebih canggih dari mereka. (Reuters/Amy Sawitta Lefevre)
Bangkok, CNN Indonesia -- Rompi anti peluru, pistol, kacamata hitam: Kompat Sompaorat bisa dikira anggota pasukan khusus polisi Thailand.

Pada kenyataannya dia dalah anggota kelompok warga sipil Thailand yang karena frustasi dengan kelambanan pemerintah menangani perdagangan manusia, memutuskan untuk melakukan patroli di salah satu rute penyelundupan paling sibuk di Asia ini.

Dalam tiga bulan terakhir sejumlah sukarelawan berpatroli di kuara dan hutan provinsi Phang Nga, daerah tujuan wisata populer di Thailand Selatan dan tidak jauh dari pulau Phuket.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aksi mereka didorong oleh rasa kemanusiaan, dan juga kekhawatiran dengan kehadiran para penyelundup bersenjata dan pengungsi miskin di wilayah mereka yang bisa menyebabkan peningkatan angka kejahatan dan berdampak negatif pada industri pariwisata.

“Ada orang-orang besar di balik perdagangan ini, terlalu besar dan kuat sehingga kami tidak bisa berbuat apapun. Kami tidak bisa menyentuh mereka,” kata Kompat, ketika para sukarelawan tiba di satu bekas kamp penyelundup di desa Ban Bang Yai yang penuh dengan sepatu anak, baju dalam perempuan dan sampah.

“Kami hanya mencoba menyelamatkan korban mereka,” tambahnya.

Meski pemerintah militer Thailand telah bertekad mengatasi perdagangan manusia, para sukarelawan mengatakan bahwa jumlah pendatang gelap semakin tinggi.

Sebagian besar dari mereka adalah Muslim Rohingya yang berasal dari Myanmar barat.

Dan tidak banyak tindakan untuk menghentikan kelompok-kelompok penjahat itu membawa dan melecehkan para pengungsi ini.

Setiap tahun, para penyelundup membawa ribuan manusia perahu Rohingya dan Bangladesh ke Thailang.

Mereka kemudian dibawa ke kamp-kamp berfasilitas buruk melalui darat, para penyelundup itu kemudian menuntut uang lagi untuk menyeberangkan mereka ke wilayah Malaysia.

Tahun lalu Laporan Perdagangan Manusia, TIP, dari Departemen Luar Negeri AS menempatkan Thailan di peringkat terbawah daftar negara yang telah melakukan upaya mengatasi perdagangan manusia.

Pemerintah Thailand yang berkuasa setelah kudeta militer Mei lalu telah berjanji untuk memperbaiki situasi ini, dan akan mengirim laporan kemajuan program mereka ke Departemen Luar Negeri AS.

Sek Wannamethee, juru bicara deplu Thailand, mengatakan warga Thailand Selatan memang diminta menjadi “mata dan telinga” pemerintah daerah setempat.

“Membentuk kemitraan, terutama dengan penduduk lokal, terbukti berhasil mendeteksi kegiatan ilegal dan sangat membantu penyelidikan,” ujar Sek.
Warga sipil membentuk patroli sukarela untuk mengatasi perdagangan manusia karena pemerintah tidak melakukan melakukan aksi nyata. (Reuters/Amy Sawitta Lefevre)
“Tetapi tentu saja, penegakan hukum dan adminstrasi merupakan tanggung jawab petuga penegak hukum dan aparat setempat.”

Kelompok Fortify Rights di Bangkok mengatakan “sangak prihatin” dengan keberadaan sukarelawan bersenjata memerangi para penyelundup manusia.

“Ini jelas merupakan pertanda bahwa pihak aparat tidak melaksanakan tugas mereka mengatasi penyelundupan manusia,” ujar Matthew Smith, direktur Fortify Rights.

Jaringan Terlatih

Wartawan Reuters ikut dalam kegiatan sukarelawan yang kebanyakan nelayan dan penduduk desa lain, dalam patroli harian mencari manusia perahu yang kemungkinan bersembunyi di sepanjang pesisir.

Jessada Thattan, seorang sukarelawan, mengatakan kelompok ini memiliki dana terbatas dan peralatan sederhana dibandingkan jaringan penyelundupan yang kaya dan terlatih.

“Secara umum kami lebih lamban dari mereka. Mereka mempergunakan perahu yang lebih bagus,” kata Jessada.

Para sukarelawan ini sebagian didanai oleh kabupaten Takua Pa tetapi sebagian biaya lain terutama bahan bakar, dibayar dengan uang dari kantong mereka sendiri.

Mereka mengatakan belum berhasil menangkap penyelundup atau pelaku perdagangan manusia. Tetapi berhasil menemukan lebih dari 220 Muslim Rohingya dan warga Bangladesh dalam tiga bulan terakhir, dan menyerahkan mereka ke polisi imigrasi.

Selain itu, lebih dari 130 korban perdagangan manusia yang sebagian berasal dari Bangladesh, ditemukan setelah ditinggal oleh penyelundup mereka di Phang Nga satu daerah pesisir terpencil.

Sebagian besar dari korban ini diculik atau ditipu supaya naik ke kapal tahanan di Teluk Bengali.
Thailand berada di peringkat bawah negara-negara yang tidak menangani masalah perdagangan dan penyelundupan manusia dengan baik. (Reuters/Amy Sawitta Lefevre)
Sejumlah korban dalam keadan sakit, hampir mati kelaparan dan menderita dehidrasi ketika para sukarelawan menemukan mereka.

Menurut para sukarelawan para penyelundup pernah menyembunyikan antara 300 dan 500 warga Rohingya di berbagai pulau kecil di wilayah mereka, tetapi mereka sekarang lebih berhati-hati.

“Taktik mereka berubah-ubah,” ujar Jessada. “Dulu kami bisa menemukan 100 orang di satu pulau. Sekarang, para penyelundup membagi pendatang gelap ini ke dalam kelompok berjumlah 10-20 orang agar lebih mudah disembunyikan atau diangkut.”

Jessada mengatakan perlahtan-lahan warga setempat ikut bergabung dalam membuat jaringan informan antipenyelundup.

“Hampir 100 persen nelayan di wilayah ini sekarang berada di kubu kami,” katanya.

“Mereka akan memberitahu jika mencurigai satu kegiatan tertentu terjadi di pulau atau jika seseorang mengirim makanan dalam jumlah besar ke satu wilayah terpencil.”

Meski tugas mereka sangat berat, para sukarelawan ini mengatakan tidak terpengaruh dengan ketiadaan hubungan antara kebijakan pemerintah dan penerapannya di lapangan.

“Pemerintah bisa mengumumkan berbagai kebijakan antiperdagangan manusia,” kata Cherdchai Papattamayutanon, kepala desan Takua Pa yang membantu kelompok sukarelawan ini.

“Kenyataannya adalah, kami berada di garis depan di sini dan kami sendirian.” (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER