Jakarta, CNN Indonesia -- Di Venezuela, harga satu kotak kondom Trojan berisi 36 buah mencapai 4.760 bolivar Venezula atau setara Rp9,5 juta. Harga tersebut diungkap dalam situs MercadoLibre, tempat warga Venezuela membeli barang kebutuhan jangka pendek.
Seperti dilansir Time pada Kamis (5/2), meroketnya harga kondom ini merupakan dampak dari anjloknya harga minyak dunia. Sekitar 95 persen pendapatan luar negeri negara di Amerika Selatan ini didapat dari ekspor minyak mentah. Pada enam bulan terakhir, angka laba yang didapat merosot hingga 60 persen.
Guna menambal kerugian, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemangkasan impor. Akibatnya, konsumen harus mengantre selama berjam-jam untuk mendapatkan kebutuhan pokok seperti daging, gula, obat-obatan, dan kini alat kontrasepsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Barang-barang kebutuhan pokok yang kian langka juga menyebabkan meroketnya harga. Sementara upah minimun pegawai di Venezuela hanya 5.600 bolivar atau setara US$881 (Rp11,1 juta).
Bagi mereka yang memiliki dolar Amerika Serikat, kondom dapat dibeli di pasar gelap dengan kisaran harga US$25 atau sekitar Rp315 ribu satu kota. Namun, hanya orang beruntung yang bisa mendapatkannya.
Ciptakan masalah baruDiberitakan Bloomberg pada Rabu (4/2), Januari lalu penduduk tidak bisa mendapatkan kondom di 10 apotek di bagian timur dan pusat Caracas. Keadaan ini berangsur memburuk dari situasi pada November lalu saat 20 jenis alat kontrasepsi berbeda masih bisa ditemukan di beberapa lokasi.
Terbatasnya akses masyarakat untuk mendapatkan kondom ditengarai dapat menciptakan masalah baru, seperti mempercepat penyebaran HIV dan meningkatnya kehamilan di kalangan remaja.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2013, Venezuela merupakan negara ketiga tercepat terinfeksi virus HIV di Amerika Selatan setelah Paraguay dan Brasil. Sementara itu, jumlah kehamilan remaja di Venezuela juga menempati posisi kedua setelah Guyana dengan perbandingan 83 per 1.000 remaja.
Venezuela adalah salah satu negara di kawasan Amerika Selatan dengan populasi penduduk terinfeksi HIV dan kehamilan remaja yang paling tinggi.
Karena aborsi di Venezuela dianggap ilegal, pasokan kondom dan pil pengontrol kehamilan yang kosong berpotensi membuat lebih banyak perempuan datang ke klinik aborsi. Hal ini dikhawatirkan akan memicu angka kematian akibat melahirkan.