Jakarta, CNN Indonesia -- Serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat ke Yaman pada 31 Januari lalu, menewaskan seorang ulama senior Al-Qaeda dan tiga lainnya. Keterangan itu dirilis secara resmi oleh Al-Qaeda Semenanjung Arab, AQAP, Kamis (5/2). AQAP menyebut, ulama yang tewas di Shabwa, Yaman adalah Harits bin Ghazi al-Nadhari.
Al-Nadhari menjadi berita utama karena pernyataan kontroversialnya November lalu. Ia menyertakan dirinya di tengah persaingan antara Al-Qaeda dan ISIS (
Islamic State of Iraq and Syria). Katanya, proklamasi berdirinya Negara Islam oleh ISIS di Irak dan Suriah tidak sah.
"Saudara-saudara di Negara Islam mengejutkan kami dengan beberapa langkah, termasuk pengumuman mereka soal Kekhalifahan dan pengumuman soal ekspansi Kekhalifahan ke sejumlah negara yang mereka tidak punya pemerintahan di sana, lalu mengklaimnya sebagai milik mereka," kata al-Nadhari, menurut terjemahan intelijen SITE yang dikutip CNN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca juga: Al-Qaidah Menolak Kekhalifahan Al-Baghdadi)Pernyataan itu menyusul rekaman Abu Bakar al-Baghdadi yang mengatakan bahwa ISIS telah melebarkan sayap hingga ke Yaman dan negara Timur Tengah lainnya. Dengan adanya pernyataan Al-Nadhari, terlihat jelas bahwa organisasi militan radikal di Timur Tengah telah terpecah.
"Pengumuman Kekhalifahan untuk semua umat Muslim oleh saudara kita di Negara Islam tidak sesuai kondisi yang dibutuhkan," lanjutnya.
Ia juga mengkritik ISIS karena tidak berkonsultasi dengan kelompok militan lainnya. Selain itu, al-Nadhari juga menilai ISIS terlalu jauh menginterpretasikan bahwa pertumpahan darah bisa terjadi jika bertujuan memperluas dan menyebarkan kekuasan Islam.
Serangan yang menewaskan al-Nadhari menjadi indikasi bahwa program serangan pesawat tanpa awak AS terus berlanjut setelah jeda beberapa saat selama pergolakan politik di Yaman.
Pesawat tanpa awak AS telah lama melakukan serangan terhadap AQAP, di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. Namun New America Foundation yang melacak serangan itu mengatakan, ada sekitar jeda dua bulan dari akhir 2015 sampai awal 2015 karena Muslim Houthi melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Yaman.
Pemberontakan Houthi memuncak saat pengunduran diri pemimpin tertinggi Yaman, pertengahan Januari. Seminggu kemudian, serangan pesawat tanpa awak kembali memborbardir Yaman.
(rsa/pit)