Jakarta, CNN Indonesia -- Menyusul ditolaknya grasi dua warga Australia yang dijatuhi hukuman mati terkait kasus narkoba di Indonesia, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra, Australia, mengimbau para WNI di Australia untuk waspada. Meskipun pemberitaan dan situasi menjadi tegang, namun menurut mahasiswa Indonesia, Pan Mohamad Faiz, kondisi di Australia masih kondusif.
"Intensitas pemberitaan di berbagai media cetak ataupun televisi terkait rencana eksekusi mati dua warga Australia yg terlibat Bali Nine memang meningkat akhir-akhir ini, tapi keadaan dan kehidupan sosial masyarakat antara masyarakat Indonesia dan Australia sejauh ini masih baik dan kondusif," kata Faiz, kandidat PhD Hukum Tata Negara di University of Queensland, kepada CNN Indonesia pada Senin (16/2).
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia ini mengakui ada beberapa demonstrasi warga di beberapa kota besar, namun skalanya tidak masif dan tidak mengganggu keamanan publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang mereka suarakan lebih ditujukan baik kepada Pemerintah Australia maupun Indonesia, dan bukan kepada masyarakat Indonesia yang berada di Australia," ujar Faiz.
Kendati demikian, Faiz mengaku akan mengikuti imbauan dari KBRI Canberra untuk menjalankan aktivitas seperti biasa, namun tetap menaruh perhatian terhadap keamanan lingkungan sekitar
"Sejauh ini yang saya tahu tidak atau belum ada tindakan abusive dari warga Australia terhadap warga Indonesia. Namun, kami juga diimbau agar tidak terpancing tindakan-tindakan yang bersifat provokatif jika ada," papar Faiz.
Faiz sendiri mengaku tidak khawatir dengan keamanan di Australia. Pasalnya, perlindungan juga sudah disediakan oleh Kepolisian Australia bagi WNI.
"Di negara bagian Queensland, salah satu petugas Kepolisian juga telah memberikan perhatian khusus apabila ada gangguan keamanan yang dialami warga Indonesia. Kami diminta untuk segera melapor apabila merasa ada gangguan keamanan sehingga mereka dapat segera menindaklanjuti. Jadi, perlindungan hukum juga disediakan oleh pihak Kepolisian Australia itu sendiri. Situasi masih aman terkendali," kata Faiz.
Hubungan Indonesia dan Australia kembali memburuk setelah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menolak grasi Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dua warga Australia terpidana mati terkait kasus narkoba.
Chan dan Sukumaran adalah anggota kelompok yang disebut sebagai Bali Nine, sebutan yang diberikan pada sembilan orang Australia yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali. Mereka ditangkap karena berupaya menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia.
Mereka dibekuk di bandar udara Ngurah Rai, Denpasar pada 2005, dan kasus mereka menjadi isu besar dalam politik dalam negeri Australia.
Beberapa hari belakangan, Australia mencoba mencari kesepakatan terakhir dengan Indonesia. Dalam pidato di depan parlemen Menteri Luar Negeri Julie Bishop menjelaskan upaya diplomatik Australia yang bertujuan mendapatkan kesepakatan dan meminta Indonesia untuk memperlihatkan belas kasihan.
“Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk memperlihatkan belas kasihan yang sama kepada Andrew dan Myuran seperti yang dilakukan terhadap warga Indonesia yang berada di situasi serupa di luar negeri,” ujar Bishop pada Kamis (12/2).
“Kita tidak boleh berhenti berharap dan kami akan terus melakukan upaya menyelamatkan warga negara Australia,” katanya.
Satu hari setelahnya, Bishop mengatakan bahwa keputusan eksekusi mati tersebut dapat memengaruhi pariwisata Indonesia.
"Saya pikir orang Australia akan mendemonstrasikan ketidaksetujuan mereka terhadap keputusan ini, termasuk dengan mengambil keputusan ke mana mereka akan berlibur," ujar Bishop dalam sebuah sesi tanya jawab dengan Radio 3AW pada Jumat (13/2) seperti dikutip Sydney Morning Herald.
Setelah Bishop, Perdana Menteri Australia Tony Abbott juga memberikan peringatan serupa. Abbot, dikutip dari Reuters, mengatakan eksekusi mati akan berdampak pada hubungan diplomatik dua negara.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir, menekankan bahwa Indonesia adalah negara yang aman untuk dikunjungi.
"Kalau turis luar negeri datang ke sini dengan tujuan tunggal seperti menikmati alam indah dan keramahtamahan Indonesia, mereka pasti akan menikmati dengan aman dan nyaman, tapi kalau mereka punya tujuan lain seperti bawa narkoba atau mencicipi narkoba, kami juga men-discourage mereka untuk datang," tutur Arrmanatha setelah menggelar jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Jumat (13/2).
Lebih jauh lagi, Tata, demikian sapaan akrab Arrmanatha, menekankan bahwa proses penegakan hukum tidak akan berpengaruh terhadap hubungan diplomatik kedua negara.
"Ini adalah penegakan hukum dan tidak akan berpengaruh terhadap hubungan atau politik diplomatik," ucap Tata.
(stu)