Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan nisan di pemakaman Yahudi bernama Sarre-Union yang terletak di Kota Strasbourg, Perancis, rusak. Kabar ini disampaikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri Perancis, Bernard Cazeneuve, pada Minggu (15/2).
Seperti dilansir Reuters pada Minggu (15/2), insiden ini terjadi dekat perbatasan Perancis dengan Jerman. Setelah mengetahui berita ini, Cazevenue langsung meluncur menuju lokasi untuk melakukan penyelidikan.
"Semuanya akan dilakukan untuk mengidentifikasi, menangkap, dan mengadili pelaku tindakan memalukan ini," ujar Cazevenue seperti dikutip Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insiden ini terjadi setelah adanya serangan penembakan di sinagoga di Kopenhagen, Denmark, pada Sabtu (14/2) yang menelan satu korban nyawa dan lima orang lain terluka.
Kepala Badan Keamanan dan Intelijen Denmark, Jens Madsen, memastikan bahwa insiden ini “Beroperasi berdasarkan teori yang kemungkinan terinspirasi oleh serangan kantor majalah Charlie Hebdo Januari lalu." Dalam penyerangan Charlie Hebdo dan sebuah swalayan Yahudi di Paris, Perancis, 17 orang tewas.
Akibat serangan tersebut, umat Yahudi di Denmark makin khawatir. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, akhirnya mengajak umat Yahudi Eropa untuk mengungsi ke Israel.
"Yahudi layak mendapatkan pengamanan di semua negara, tapi kami berkata kepada umat Yahudi, kepada saudara-saudari kami, Israel adalah rumah kalian. Kami menyiapkan dan menyerukan penyerapan imigrasi besar dari Eropa," kata Netanyahu.
Kendati keamanan mereka terancam, namun masyarakat Yahudi di Denmark menolak ajakan Netanyahu tersebut.
"Kami menghargai undangan tersebut, tapi kami warga Denmark, ini adalah negara kami," kata Dan Rosenberg Asmussen, kepala Perhimpunan Yahudi di Denmark, usai menyampaikan belasungkawa di sinagoga tempat penembakan.
Seorang fotografer dan mantan sukarelawan penjaga Sinagoga Kopenhagen kemudian menjabarkan alasan pribadinya. Menurutnya, perlakuan umat Yahudi di manapun akan tetap sama.
"Kami akan mendapatkan serangan lain di sinagoga atau sekolah Yahudi. Anak saya berada di sana (Israel), tapi Anda tidak bisa melarang anak saya pergi ke sekolah Yahudi karena itu berarti Anda memotong kehidupan Yahudi. Anak saya tahu bahwa jika ia mendengar suara tembakan, mereka harus segera tiarap. Itu hanya bagian hidup seorang Yahudi. Warga Denmark lain hidup di dunia yang sangat berbeda. Saya bersimpati (dengan apa yang ditawarkan Netanyahu), tapi tentu saja kami memilih untuk tidak hidup di sana," paparnya.
(stu)