Jakarta, CNN Indonesia -- Semua warga Denmark kenal Norrebro, satu daerah di Kopenhagen yang menjadi lokasi penyerangan sinagoga dan sebuah kafe pada akhir pekan lalu.
Norrebro memiliki reputasi tersendiri, sebagai lingkungan yang sering didera oleh protes dan konflik antar geng, serta diwarnai dengan beragamnya etnis dan budaya, sangat bertolak belakang dengan wilayah lain di Denmark yang lebih homogen.
Pelaku penyerangan, Omar Abdel Hamid El-Hussein, ditembak tepat di samping stasiun kereta api Norrebro di sudut persimpangan yang biasanya sibuk, semarak dengan hingar bingar kafe daging panggang shawarma, jasa penukaran uang dan toko-toko lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini adalah daerah dengan pemandangan yang kontras: perumahan bata merah berdiri di samping bangunan berumur 100 tahun dengan taman yang hijau, lapangan olahraga dan jalur sepeda yang terbentang tepat di tengahnya.
Sebuah pusat komunitas Kristen berselang tak seberapa jauh dari masjid yang baru dibangun dan dibuka musim panas lalu.
Warga menumpuk bunga di luar sinagoga di mana salah satu dari dua orang tewas dalam serangan penembakan. Perdana Menteri Helle Thorning-Schmidt yang menyebut peristiwa itu sebagai terorisme, datang ke sinagoga tak lama setelah penembakan.
Peristiwa penyerangan yang baru terjadi itu, membuat wilayah Norrebro waspada—diawasi. Berbaga media tumpah ruah di jalan-jalannya, polisi berlalu-lalang, di dampingi dengan warga yang berjalan cepat, menghindari kamera yang membidik mereka. Kebanyakan dari mereka menolak untuk diwawancarai.
“Saya pikir apa yang kita hadapi sekarang sangat bodoh. Ada satu orang menewaskan dua orang lain. Tentu saja itu buruk. Tapi lain kali saya melewati jalan ini, itu tidak akan berarti apa-apa bagi saya,” kata Heider, 24, seorang mahasiswa media, yang menolak penyerangan dikait-kaitkan dengan agama.
“Masalahnya adalah berapa banyak perhatian yang media curahkan pada peristiwa ini? Bagaimana dengan peristiwa di Nigeria beberapa bulan yang lalu ketika 500 orang meninggal? Tidak ada yang mendengar hal itu,” katanya. Ketika ditanya tentang asal-usulnya, dia mencetus, “Saya orang Denmark!”
Saya bukan terorisBanyak warga Norrebro menolak ‘serbuan’ media ke wilayah mereka, karena takut akan memperburuk reutasi lingkungan itu lebih jauh lagi.
Norrebro selama ini telah dikenal sebagai daerah kumuh. Warga di sana sering memprotes kebijakan pemerintah terkait kebijakan perumahan.
Pada 1970an, penghuni liar mengambil alih gedung-gedung dan gerakan hippy berkembang. Sejak 1980an, pengungsi yang berasal dari wilayah konflik di Iran dan Irak, Pakistan, Maroko dan Yugoslavia datang ke sana. Sekarang lebih dari seperempat penduduk Norrebro adalah imigran atau anak-anak imigran.
 Banyak warga Norrebro yang tak ingin media mengekspos lingkungan mereka karena tak ingin memperburuk reputasinya. (Reuters/Jens Astrup) |
Perkelahian antar geng sering merebak, biasanya terjadi antara kelompok imigran lama dan baru. Meski letusan senjata bukanlah sesuatu yang baru di Norrebro, warga mengatakan perkelahian dengan senjata api adalah masa lalu mereka.
Seorang anggota komite lokal Norrebro, Mogens Petersen, tersenyum dan mengangkat bahu ketika mencerikan tahun-tahun penuh protes dan penembakan di daerah itu.
“Kami belum terpolarisasi. Saya pikir itu bisa terjadi di mana tidak ada orang asing. Ketika Anda hidup bersama, Anda tidak begitu takut satu sama lain,” ia berkata.
“Ada orang gila di manapun, tetapi bukan tetangga saya, bukan di tempat saya membeli sayuran,” ia melanjutkan.
Tersangka penembak diketahui polisi justru karena koneksinya ke geng. El-Hussein telah dihukum dua bulan lalu terkait serangan kekerasan terhadap di kereta api komuter pada 2013 lalu.
Media setempat mengatakan dia adalah anak imigran Palestina yang kerap berpendapat agresif tentang konflik Israel-Palestina, memiliki sumbu pendek, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda radikalisasi yang bisa menimbulkan serangan.
Sementara sebagian warga lebih suka tak mengatakan apa-apa, seorang mahasiswa 16 tahun dari Timur Tengah yang tidak ingin disebutkan namanya, berbicara dengan amarah atas apa yang terjadi di sana.
“Mereka yang datang dan menembak orang, hanya karena beberapa kartun bodoh, saya benar-benar menentang itu. Nabi, sallahu alaihi wassalam, telah dipanggil selama ratusan tahun,” katanya.
“Ekstrimis-ekstremis itu harus diisolasi. Mereka hanya membuat citra buruk bagi umat Islam. Saya bukanlah apa yang digambarkan media-media itu, bahwa saya orang jahat, bahwa saya ingin memerangi semua orang, bahwa saya seorang teroris.”