Damaskus, CNN Indonesia -- Di Kota Tua Damaskus, perang Suriah membuat delapan bersaudara Kristen mengangkat senjata untuk mempertahankan komunitas mereka dari pemberontak. Salah satu dari delapan bersaudara, Ibrahim Dawoud merupakan seorang musisi yang terpaksa mengangkat senjata untuk melindungi keluarganya.
Dawoud, 53 tahun, lahir dan dibesarkan di keluarga yang menganut keyakinan Kristen kuno, Bab Touma. Dua saudara Dawoud tewas pada September lalu ketika tengah bertempur melawan kelompok pemberontak yang bersebrangan dengan Presiden Bashar al-Assad.
Dawoud bersaudara tinggal di sebuah rumah tua dari abad ke-17 yang tersembunyi. Rumah tua tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, yang masing-masing ditempati oleh enam Dawoud bersaudara hidup dengan keluarganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini adalah pertempuran hidup atau mati," kata Ibrahim Dawoud, yang mengenakan kalung dengan liontin berisi foto kedua saudaranya yang tewas ketika tengah memerangi kelompok militan al-Qaidah.
"Saya mengajar musik oriental, namun kami tak bisa membiarkan mereka (militan) mendekati orang-orang yang kami cintai," kata Dawoud dikutip dari Reuters, Selasa (24/2).
Dawoud bersaudara adalah contoh dari basis dukungan yang telah membantu pemerintah melalui perang Suriah yang akan memasuki tahun kelima.
Perang Suriah tumbuh dari aksi protes terhadap pemerintahan Assad. Militer Suriah tak mampu membengung geliat dan serangan pemberontak. Kelompok milisi kemudian diandalkan untuk membantu dalam melawan pemberontak.
Dikenal sebagai Angkatan Pertahanan Nasional dan diyakini jumlahnya puluhan ribu, mereka, bersama dengan milisi loyalis lainnya, membantu untuk memastikan negara Suriah tetap berdiri dan menjadi pihak terkuat dalam konflik yang diperkirakan telah menewaskan 200 ribu orang.
Banyak warga Kristen di Suriah merupakan pendukung Assad yang setia. Mereka berusaha melawan kelompok jihad, termasuk militan ISIS, yang kerap meluncurkan aksi brutal, seperti eksekusi pemenggalan kepala dan pemaksaan pindah agama.
Naji Dawoud, 49 tahun, salah satu dari Dawoud bersaudara menyatakan bahwa dua saudaranya tewas pada bulan September, Amer dan Bashar Dawoud, telah berjuang dalam sejumlah pertempuran di sekitar Damaskus dan daerah lain yang lebih jauh.
Naji menyatakan bahwa kedua saudaranya ikut bertempur di Yabroud, sebuah kota yang dekat dengan perbatasan Libanon yang berhasil direbut kembali dari kelompok pemberontak pada tahun lalu, dengan bantuan dari kelompok Hizbullah Libanon.
Menghormati IslamSementara perang berkecamuk, Ibrahim Dawoud, yang ditemui di rumahnya menyatakan bahwa dia menghargai Islam. Dawoud memuliakan kelompok Islam Syiah dan pemimpinnya, Sayyid Hassan Nasrallah, dalam sebuah lagu yang diputar di kecapinya.
Di sebelah sepasang speaker stereo di ruang tamunya, Naji menunjukkan sebuah replika roket, yang dia luncurkan selama pertempuran di Jobar, daerah di pinggiran Damaskus timur yang kerap dibombardir mortir oleh para gerilyawan. Salah satu mortir tersebut bahkan pernah mengenai rumah Dawoud bersaudara pada bulan Januari.
"Sebagai seorang pejuang, saya katakan seiring dengan meningkatnya keinginan mereka untuk menghancurkan kami, semakin besar pula upaya kami untuk membela diri dan menyerang mereka," kata Naji, yang mengenakan jaket berwarna hijau dengan lencana NDF terjahit di bahu kanannya.
Naji kemudian mengangkat jaketnya untuk memperlihatkan bekas luka ketika dia ditembak oleh militan Ikhwanul Muslimin pada 1980-an saat melakukan dinas militer.
Melalui komputernya, Naji menunjukkan rekaman video yang telah diunggah di internet, memperlihatkan jenazah dua saudaranya yang tewas dalam pertempuran Dukhaniyeh. Kelompok pemerhati HAM, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengidentifikasi pemberontak di Dukhaniyeh adalah anggota Front al-Nusra yang terkait dengan al-Qaidah.
"Tidak ada satu sudut Suriah pun di mana dua saudara saya tidak ikut bertempur. Jika salah satu dari kita yang tewas syahid, kami akan terus melanjutkan perjuangan," kata Naji.
Dawoud bersaudara selalu mengantisipasi orang asing di Bab Touma. Mereka berpatroli dengan anggota NDF lainnya di pos pemeriksaan yang dicat sesuai dengan warna nasional Suriah dan dihiasi dengan foto-foto Assad.
Ketika mortir menghantam, mereka membantu untuk mengangkut orang yang terluka ke rumah sakit. Dalam serangan bom baru-baru ini, satu tetangga mereka yang berusia 80-an tahun tewas.
"Sejauh yang kami tahu hal yang paling penting adalah menjaga rumah dan lingkungan kami," kata Ibrahim Dawoud.
(ama)